Bukan Melawan, Penolakan Revisi UU Ketenagakerjaan untuk Menyelamatkan Masa Depan

Buruh menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan

Jakarta, KPonline – Hampir semua serikat pekerja memiliki narasi yang sama dalam menyikapi rencana revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan. Narasi tersebut adalah tentang penolakan.

Mengapa menolak? Karena ada indikasi, bahwa isi revisi hanya untuk memangkas hak-hak pekerja. Akibatnya Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak lagi memberikan perlindungan dan kesejahteraan.

Bacaan Lainnya

Meskipun pemerintah mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada draft revisi dan mempersilakan semua pihak untuk memberikan masukan, tetapi kita bisa menyimpulkan bahwa revisi yang akan dilakukan bukan untuk kepentingan kaum buruh. Hal ini, seperti yang pernah diberitakan oleh sejumlah media; bahwa revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan dilakukan untuk kepentingan investasi.

Dari sana kita bisa menyimpulkan, bahwa revisi memang bukan untuk kepentingan pekerja. Melainkan untuk kepentingan investasi.

Para pendukung revisi mengatakan, jika Indonesia banjir investasi, maka dengan sendirinya pekerja akan ikut kecipratan rezeki sehingga kesejahteraan akan meningkat. Namun ada satu hal yang mereka lupakan. Bahwa di era sekarang ini, kita bisa dengan mudah menyandingkan apa yang diucapkan dengan fakta yang ada di lapangan.

Seorang pejabat tidak bisa mengatakan menolak impor, jika faktanya kebijakan impor terus dijalankan. Dalam konteks revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, pekerja juga tidak akan mudah percaya jika revisi ditujukan untuk kepentingan pekerja; jika apa yang diminta pekerja hampir selalu dikesampingkan.

Mari kita lihat. Sejumlah tuntutan pekerja terkait dengan PP 78/2015, penolakan terhadap pemagangan, outsourcing, kenaikan iuran BPJS Kesehatan, gelombang PHK yang terus bertubi-tubi, hingga menolak diterapkannya labour market flexibility. Setidaknya hingga saat ini, tuntutan-tuntutan itu hanya menjadi angin lalu.

Atas fakta-fakta itu, pekerja Indonesia diminta percaya dengan apa yang selama ini tidak pernah mereka minta? Sorry lah yau…

Bukan Untuk Melawan

Kalau ada yang bilang, bahwa pekerja Indonesia hendak melawan kebijakan pemerintah; saya rasa itu adalah anggapan yang salah. Penolakan yang mereka lakukan lebih pada sikap bertahan.

Seorang kawan bahkan menganggap sikap menolak revisi adalah bentuk selemah-lemahnya iman dalam gerakan. Seharusnya, kata kawan saya ini, buruh mengajukan satu tuntutan yang lebih progresif. Lagipula beleid ini juga tidak sempurna, tersebab di dalamnya memungkinkan terjadinya perbudakan gaya baru (kontrak dan outsourcing), misalnya.

Dengan kata lain, penolakan revisi sesungguhnya adalah jalan tengah demi untuk menyelamatkan agar pekerja Indonesia tetap memiliki masa depan. Sebab apabila hasil revisi nanti menjadi lebih fleksibel, pekerja khawatir tidak lagi memiliki kepastian pekerjaan dan pendapatan — dan oleh karenanya jauh dari kesejahteraan.

Jika jalan tengah ini pun ditolak, apa boleh buat. Meminjam satu kata dalam puisi Wiji Thukul: LAWAN!

Kerja Layak Upah Layak dan Hidup Layak Gagal Diwujudkan (Catatan Kritis Perburuhan Tahun 2018)

Pos terkait