Blak-blakan soal iuran dan tunggakan BPJS Kesehatan, Jamkeswatch ingatkan peserta (Bagian 2)

Mojokerto, KPonline – Setelah bagian lalu dibahas persoalan kepesertaan bayi baru lahir dan sanksi keterlambatan iuran, maka penyimpangan dan diskriminasi lain juga dipaparkan dalam rapat monitoring dan evaluasi Jamkeswatch Mojokerto Raya (24/04/2021).

Tunggakan yang dipending dan Diskriminasi Segmen

Bacaan Lainnya

Temuan lain dilapangan yang juga menjadi sorotan Jamkeswatch adalah terkait peralihan segmen yaitu dari segmen Peserta Mandiri (Peserta Bukan Penerima Upah/PBPU) ke Pekerja Penerima Upah (PPU), atau dari PBPU ke Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Kerancuan terjadi ketika peserta segmen Peserta Mandiri dengan status menunggak iuran, kemudian beralih ke segmen PPU. Walaupun tunggakan belum dilunasi, kenyataannya peralihan masih tetap bisa dilakukan.

Permasalahan baru muncul ketika peserta membutuhkan rawat inap di RS. Sistem akan mengidentifikasi adanya tunggakan peserta ketika masih di segmen PBPU lalu, dan mengharuskan peserta melunasi seluruh tunggakan sebelum mendapatkan pelayanan lanjutan.

Bagi pekerja yang bekerja di daerah dengan upah/UMK kecil, timbulnya denda rawat inap sebesar 5 %, yang dikalikan jumlah bulan tertunggak, juga menjadi beban tersendiri.

Yang tak kalah pelik permasalahannya adalah tunggakan dari segmen PBPU yang kemudian beralih menjadi peserta PBI. Ketika peserta PBI ini membutuhkan perawatan lanjutan di RS, maka barulah muncul tunggakan iuran, dan mewajibkan peserta melunasi seluruh tunggakan sebelum mendapatkan rawat inap.

Berbeda dengan segmen PPU, peserta PBI mayoritas warga kurang mampu atau berpenghasilan rendah. Nominal tunggakan iuran dan denda pelayanan yang tidak sedikit, jelas tidak semudah itu bisa dibayarkan. Relawan Jamkeswatch bahkan harus berkali-kali membantu mencarikan sumbangan dana, agar keluarga peserta peralihan PBI ini tidak sampai menjual atau menggadaikan barang-barang.

Beberapa fakta dilapangan juga menunjukkan, bahwa peserta PBPU kadang tidak tahu jika mereka pernah terdaftar JKN dan berstatus menunggak iuran. Mereka juga tidak merasa pernah mendaftarkan diri dalam program JKN KIS BPJS Kesehatan.

Setelah ditelusuri, ada beberapa peserta yang dahulu didaftarkan oleh segelintir oknum saat terjadi pemilihan kepala daerah atau anggota dewan. Sebagai bentuk dukungan calon, umumnya mereka beramai-ramai diminta menyetorkan identitas diri (KTP), dan dijanjikan mendapatkan Jaminan Sosial tanpa membayar iuran.

Dari temuan ini, Jamkeswatch menilai telah terjadi diskriminasi terhadap peserta PBPU. Karena jika dibandingkan dengan pendaftaran peserta PPU melalui sistem E-Dabu, atau pendaftaran PBI yang berbasiskan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Maka pendaftaran PBPU ke segmen lain terasa dianak tirikan.

Bagaimana mungkin sistem E-Dabu PPU atau sistem DTKS PBI tidak mendeteksi atau mengabaikan adanya tunggakan iuran pada calon peserta? Bagaimana bisa tunggakan iuran dipending sedemikian rupa dan menjadi bom waktu bagi eks peserta PBPU?

Padahal realitanya seseorang tidak selamanya menjadi peserta PPU (karena di PHK/pensiun/habis kontrak), atau bisa saja seseorang tidak lagi menjadi peserta PBI (dikeluarkan dari PBI karena data tidak singkron atau sudah dianggap sejahtera).

Kalau belakangan peserta baru mengetahui ada tunggakan iuran dan berakibat muncul denda, pada siapa mereka mengadukan beban dan mencari sumbangan dana? Bukankah denda dalam Jaminan Sosial juga dilarang sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi no 138/PPU-XII/2014?

Demi keadilan dan kesejahteraan sosial, peralihan segmen PBPU ke PPU, tunggakan iuran mungkin bisa dicicil dengan gaji yang diterima peserta. Sedangkan bagi peralihan segmen PBPU ke PBI, tunggakan iuran baiknya dihapuskan/ditanggung Pemda saja, agar peserta tidak tiba-tiba jatuh miskin lagi disaat mulai merangkak naik menuju keluarga sejahtera.

Kembali ke slogan yang selalu digaungkan dalam program JKN, dengan Gotong royong semua tertolong, bukan malah menjadi setelah ditolong ehh.. lalu ditodong.

Kritik saran yang membangun tak henti disampaikan Jamkeswatch demi perbaikan JKN. Mengawal Jaminan Sosial adalah sebuah keharusan, demi terwujudnya negara yang adil, makmur dan sentausa. (Ipang Sugiasmoro)

Pos terkait