Berpolitik Adalah Pilihan Bijak Bagi Buruh Indonesia

Wakil Presiden DPP FSPMI Obon Tabroni

KORANPERDJOEANGAN.COM – Pesta demokrasi di Indonesia berupa pemilihan anggota legislatif tinggal menghitung hari (9 April 2014), tak ketinggalan caleg buruh pun ikut terlibat didalamnya. Bagaimana kesiapan caleg buruh dalam pileg 2014 ini, berikut wawancara lengkap dengan Obon Tabroni, Wakil Presiden DPP FSPMI dengan wartawan KP, Sayed Masykur.

Mengapa buruh harus berpolitik, bisa anda jelaskan?

Bacaan Lainnya

Secara garis besar saat ini gerakan buruh terbagi menjadi dua model gerakan, pertama gerakan sosial ekonomi, yaitu berjuang meningkatkan kesejahteraan buruh namun terkonsentrasi dalam ruang lingkup pabrik atau internal, seperti pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), peningkatan upah, perbaikan jaminan sosial namun hanya dilakukan dalam lingkup internal (pabrik) melalui konsep, lobi dan aksi, sehingga hasilnya tidak maksimal. Ini terjadi karena gerakan model seperti ini melupakan proses politik, padahal seluruh kebijakan terkait perburuhan lahir dari sebuah proses politik. Sedangkan model gerakan buruh yang kedua kebalikan dari model yang pertama yaitu gerakan sosial politik, gerakan buruh yang terkonsentrasi kepada lingkup eksternal atau hanya fokus kepada proses politik dan mengabaikan lingkup internal. Dari gerakan buruh model kedua inilah banyak melahirkan orang-orang yang duduk di parlemen dan mengatasnamakan buruh tapi sebenarnya yang bersangkutan tidak murni berasal dari klas buruh. Sehingga ada beberapa anggota dewan legislatif yang mengklaim mewakili buruh tapi nyatanya mereka tidak mengerti sepenuhnya permasalahan buruh yang sebenarnya.

Lebih jelasnya?

Kenyataan ini menjelaskan kepada kita bahwasanya perjuangan buruh dibidang sosial ekonomi tidak bisa dipisahkan dari perjuangan dibidang sosial politik, keduanya terkait erat. Secara sosial politik gerakan buruh harus berjuang dengan maksimal, salah satunya dengan cara memperjuangkan wakil buruh agar terpilih menjadi anggota legislatif. Dengan harapan, mereka-mereka yang terpilih ini bisa mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan pemerintah yang pro buruh, misalnya kenaikan upah dan lainnya. Selanjutnya secara sosial ekonomi buruh juga berjuang agar kebijakan pro buruh tersebut bisa direalisasikan hingga ketingkat pabrik, melalui PKB dan lainnya, bukan hanya sekedar “macan kertas”. Hal inilah yang menjadi alasan bagi FSPMI mengintruksikan anggotanya untuk berpolitik.

Ini bukan kali pertama wakil buruh ikut meramaikan Pileg, dan menurut pengalaman-pengalaman sebelumnya persentase caleg buruh yang terpilih menjadi anggota legislatif masih sangat kecil. Bagaimana persiapan caleg buruh dalam menghadapi pileg 2014 ini?

Benar sekali,  berkaca dari pengalaman-pengalaman sebelumnya FSPMI melakukan perubahan strategi demi mensukseskan caleg-calegnya. Pertama sekali kita lakukan sosialisasi di pabrik-pabrik akan pentingnya politik bagi buruh, kita berikan pemahaman kepada setiap anggota bahwa kesejahteraan kaum buruh terkait erat dengan proses politik. Kita juga beberkan realitas keterpurukan nasib buruh selama ini terjadi akibat ketiadaan wakil buruh yang berintegritas di parlemen, jangan heran jika kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini merupakan kebijakan yang pro pemilik modal. Bukan rahasia umum, jika saat ini mayoritas wakil rakyat diparlemen merupakan wakil yang mewakili pengusaha.

Jika memang demikian, berarti buruh wajib mempunyai wakil di Parlemen?

Benar sekali, maka setelah kita yakin anggota paham akan hal ini, kita memasuki proses kedua, yaitu memperkenalkan kepada anggota caleg-caleg buruh berdasarkan daerah pemilihannya. Sebagai catatan penting, setiap caleg yang kita rekomendasikan tentunya sudah melalui beberapa tahapan seleksi guna mendapatkan caleg-caleg buruh yang representatif dan berintegritas. Kegiatan pengenalan ini pun kita lakukan dari satu pabrik ke pabrik lainnya.  Intinya semua proses ini kita lakukan di pabrik, dengan tujuan membangun keakraban antara caleg dan konstituennya sekaligus menghilangkan sekat pemisah yang mungkin ada antara elit buruh dengan “akar rumputnya”, antara pemimpin buruh dengan anggotanya.

Apa jaminannya para caleg yang terpilih ini nantinya tidak “berkhianat” kepada konstituennya?

Tentu kemungkinan ini selalu ada. Untuk mengecilkan resiko ini maka seperti yang saya katakan tadi, setiap caleg yang kita rekomendasikan sudah melalui proses penyaringan yang ketat, menyangkut masalah komitmen dan integritasnya. Pun demikian para caleg tersebut tersebut kita ikat dengan kontrak politik berikut sanksi tegas bagi yang melanggarnya. Kita akui kontrak politik sekalipun tidak menjamin 100 %, tapi seperti penjelasan saya sebelumnya, dengan segala resiko inilah saat yang tepat bagi buruh untuk berpolitik.

Caleg buruh diusung dari lintas partai, bagaimana mengatasi kemungkinan terjadinya perpecahan?

Kemungkinan terjadi perpecahan jelas ada, tapi kita secara kontinyu selalu memberikan pemahaman bahwasanya partai itu merupakan alat dan bukan tujuan, mengingat sistem demokrasi di Indonesia mengharuskan demikian. Diatas semua itu kepentingan organisasi yang berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dan buruh lainnya harus menjadi hal utama bagi setiap caleg buruh yang terpilih nanti. Integritas setiap caleg akan memainkan peranan penting guna menghindari terjadinya perpecahan, makanya sedari awal kita sudah melakukan seleksi ketat untuk mendapatkan caleg buruh yang berintegritas.

Ada lagi yang ingin anda sampaikan?   

Terakhir saya hanya ingin mengingatkan kembali kepada seluruh kaum buruh akan pentingnya buruh berpolitik. Berdasarkan pengalaman saya akhir-akhir ini, banyak terjadi perubahan strategi pengusaha dan pemerintah dalam menghadapi perjuangan gerakan buruh. Diantaranya aparat keamanan dilapangan semakin repsresif, para pengusaha mulai menggunakan preman-preman bayaran, dan pemerintah sering kali mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang merugikan kaum buruh. Menghadapi perubahan strategi ini maka gerakan buruh juga harus mengimbangi dengan melakukan hal yang sama yaitu perubahan strategi perjuangan, yaitu terjun langsung dalam kancah politik. Berangkat dari realitas ini maka keharusan buruh berpolitik merupakan sebuah pilihan bijak bagi buruh Indonesia.

Sayed Masykur

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *