Audiensi Dengan BPJS Ketenagakerjaan, DPW FSPMI Provinsi Banten Pertanyaankan Regulasi Program JKP

Serang, KPonline – Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang selanjutnya disingkat JKP adalah jaminan yang diberikan kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja.

Program tersebut tercantum pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Tapi, perlu dipahami bahwa JKP adalah jaminan yang murni diberikan oleh pemerintah dan tidak menggantikan kewajiban perusahaan yang melakukan PHK untuk membayar pesangon pekerja/buruh. Dengan kata lain, perusahaan wajib memberikan pesangon sesuai undang-undang.

Namun dibalik program tersebut, banyaknya permasalahan terkait pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Provinsi Banten melakukan audiensi dengan BPJS Ketenagakerjaan Banten di Kantor Wilayah (Kanwil) BPJS Ketenagakerjaan Banten di Jl. Jenderal Ahmad Yani Serang No.154, Sumurpecung, Kec. Serang, Kota Serang, Banten.

Ditemui oleh Wakil Kepala Bidang Pelayanan Kanwil BPJS Ketenagakerjaan Banten Tri pam Budisantoso, Bidang Kepesertaan BPJS TK Ajat Sudrajat, Bidang Pelayanan BPJS TK Mustapmal, Pengurus DPW FSPMI Provinsi Banten, Wawaftahni, menyampaikan keluhan permasalahan program JKP yang dialami oleh anggota PUK SPAI FSPMI PT. Spanbeton yang tidak bisa dicairkan.

“Applikasi SIAP KERJA produk BPJS Ketenagakerjaan, dari sistem menerima informasi tertulis menunggu pembayaran, namun sampai detik ini manfaat JKP belum dapat dicairkan”, kata Wawaf.

Lebih lanjut, Wawaf memaparkan berdasarkan kronologisnya, perusahaan terakhir membayar iuran dibulan Mei 2023, sementara terjadi kesepakatan PHK tanggal 25 Juli 2023, lalu Surat pemutusan hubungan kerja (PHK) terbit ditanggal 11 Agustus 2023 kemudian pengajuan di applikasi SIAP KERJA tanggal 25 September 2023.

Di tempat yang sama, Isbandi Anggono, menambahkan manfaat JKP ini harus benar-benar dapat dirasakan oleh pekerja yang ter-PHK bukan hanya sekedar program BPJS ketenagakerjaan.

“Nyatanya dilapangan tidak sesuai dan selalu berbenturan dengan regulasi atau aturan, ditambah manfaat program BPJS TK tidak tersosialisasikan oleh perusahaan kepada pekerja,” ucap Isbandi.

Ironisnya, menurut Isbandi, banyak perusahaan melakukan PHK sepihak, belum ada kesepakatan tapi perusahaan sudah mengeluarkan surat PHK kemudian iuran BPJS ketenagakerjaan pun sudah tidak dibayarkan sehingga status kepesertaan pekerja tidak aktif.

“Sebelum ada inkrah dari keputusan kedua pihak, seharusnya perusahaan tetap menjalankan kewajibannya, membayar iuran BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan,” terangnya.

Menyikapi kasus tersebut, Wakil Kepala Bidang BPJS Ketenagakerjaan Banten, Tri Pam Budisantoso menjelaskan JKP merupakan program pemerintah, kami hanya sebagai pengelola atau penyelenggara.

“Kalo sudah menyangkut peraturan dan sistem, kami akan meminta arahan dan kebijakan dari pihak pemerintah dalam hal ini lembaga kementerian,” jelasnya.

Menurutnya, BPJS Ketenagakerjaan sifatnya sebagai pelayanan dan menampung permasalahan, semua keputusan akan diserahkan kepada pimpinan pusat bahkan kementerian.

Harapannya, Mujiono selaku Ketua PUK SPAI FSPMI PT. Spanbeton yang turut hadir, menyampaikan permasalahan kasus JKP yang dirasakan 41 anggota, ada solusi kedepannya.

“Perlu dilakukan perbaikan regulasi agar permasalahan tidak lagi terulang dan kasus ini bisa segera terselesaikan mengingat adanya masa kadaluarsa,” tegasnya.

Diakhir, Sarjono mengungkapkan bahwa program-program BPJS Ketenagakerjaan seperti JKK, JHT, JKM, JP dan JKP ada Hak pekerja yang diterima namun kenyataannya pekerja tidak tahu akan manfaatnya.

“Tidak sedikit, perusahaan mensosialisasikan hak pekerja yang didapat dari manfaat program BPJS ketenagakerjaan. Ini yang selalu jadi miskomunikasi, pekerja atau bahkan ahli waris baru tahu setelah beberapa hari bahkan bulan,” pungkasnya.

Penulis : Chuky
Photo : Galeri MP Tangerang Raya