Pelalawan, KPonline – Antrian panjang kembali terjadi di SPBU Jalan Maharaja Indra, Lintas Timur, Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau, Kamis, 29 Mei 2025. Sejak sore hari diperkirakan sekitar pukul 18.30 kendaraan mengular hingga ke badan jalan.
Warga yang hendak mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi terpaksa harus menunggu hingga dua jam lebih akibat gangguan sistem jaringan barcode yang digunakan untuk pendataan.
Petugas SPBU menyatakan bahwa gangguan terjadi pada sistem barcode digital yang wajib digunakan setiap kali konsumen membeli BBM subsidi. Sistem ini terkoneksi secara daring dengan pusat data nasional, namun sore itu jaringan mengalami kelambatan ekstrem bahkan sempat tak bisa diakses sama sekali.
“Kami tidak bisa input data kendaraan karena jaringan lemot, bahkan sempat hilang sinyal,” ungkap seorang petugas SPBU.
Dari pantauan media ini antrean hingga pukul 21. 30 wib belum ada perubahan yang signifikan
Seorang konsumen berinisial AR yang diwawancarai di lokasi menyatakan kekesalannya atas situasi ini. Menurutnya, kejadian seperti ini bukan yang pertama kali.
“Ini sudah sering terjadi di SPBU ini. Kadang antrean sampai dua jam lebih. Ini kan sudah menghambat. Gak ngantri, gak dapat minyak. Sudah ngantri, minyaknya belum bisa di akses untuk pengisian ke tangki kendaraan, mau lanjut minyak di mobil sudah res gak cukup sampai ke tujuan. Kalau beli di eceran, takut minyaknya oplosan. Jadi serba susah. Sudah hidup susah, untuk dapat minyak pun masih susah,” keluh AR dengan nada geram.
Sistem barcode yang dimaksudkan untuk memastikan subsidi BBM tepat sasaran justru menjadi beban tambahan bagi masyarakat ketika infrastruktur pendukungnya lemah. Di lapangan, yang menjadi korban adalah sopir angkutan umum, ojek online, hingga petani dan nelayan yang tergantung pada BBM subsidi untuk menjalankan aktivitas ekonomi mereka.
Pemerintah berdalih bahwa sistem ini mampu mengurangi kebocoran subsidi, namun tidak menyediakan skema darurat saat sistem digital gagal. Ketika jaringan bermasalah, tidak ada opsi transaksi manual atau offline, dan ini memperlihatkan kelemahan serius dalam manajemen pelayanan publik yang sangat vital.
Solusi yang mendesak untuk diterapkan adalah menyediakan sistem cadangan atau mode offline backup di SPBU yang secara otomatis aktif saat jaringan terputus.
Pemerintah juga harus meningkatkan respons teknis real-time terhadap gangguan sistem, serta memberikan pelatihan dan SOP yang jelas kepada petugas SPBU untuk menangani kondisi darurat.
Kasus antrean panjang di SPBU ini menjadi peringatan serius bahwa digitalisasi tanpa kesiapan infrastruktur hanya akan memperparah penderitaan rakyat.
Pemerintah dan Pertamina harus segera mengevaluasi sistem barcode subsidi dan memastikan bahwa upaya efisiensi tidak dilakukan dengan mengorbankan hak dasar masyarakat untuk mendapatkan pelayanan BBM secara adil, cepat, dan aman. (Heri)