Kutai Timur, KPonline – Industri batubara adalah salah satu sektor strategis di Indonesia yang akan terdampak ketika terjadi transisi energi. Transisi energi ini, yang oleh gerakan serikat buruh harus berkeadilan, menuntut perubahan besar dari penggunaan energi fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan. Namun, perubahan ini tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga membawa tantangan sosial-ekonomi yang signifikan, khususnya bagi para pekerja di sektor ini.
Transisi energi berkeadilan mengharuskan semua pihak terlibat, baik pekerja formal maupun informal, agar perubahan ini tidak menciptakan ketimpangan baru. Bagi pekerja formal, transisi ini sering kali memunculkan kebutuhan untuk menguasai keterampilan baru yang relevan dengan teknologi energi bersih. Namun, pekerja informal menghadapi tantangan yang lebih kompleks. Buruh harian, pengangkut, dan tenaga pendukung lainnya sering kali tidak memiliki akses ke pelatihan yang memadai dan jarang diakui kontribusinya dalam rantai nilai industri batubara.
Dalam konteks ini, penting untuk menciptakan ruang dialog yang memungkinkan pekerja menyuarakan kebutuhan mereka. Workshop yang diadakan pada 20 Januari 2025 di Kutai Timur merupakan salah satu upaya penting untuk mendengarkan langsung suara para pekerja, terutama mereka yang berada di sektor informal. Workshop ini tidak hanya melibatkan anggota serikat pekerja dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan KSBSI, tetapi juga pekerja informal di sekitar area tambang. Workshop ini diharapkan mampu menggali kebutuhan pelatihan yang benar-benar mencerminkan kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh pekerja di lapangan.
Wakil Presiden KSPI yang juga Tim Transisi Berkeadilan KSPI, Kahar S. Cahyono, yang hadir sebagai salah satu narasumber mengatakan, bahwa transisi energi bukan hanya tentang berpindah dari energi fosil ke energi terbarukan, tetapi juga tentang memastikan bahwa perubahan ini dilakukan secara adil bagi semua pihak, terutama para pekerja yang menjadi tulang punggung industri. Dalam proses ini, suara dari pekerja, baik formal maupun informal, menjadi sangat penting. Kita tidak bisa hanya fokus pada teknologi dan kebijakan tanpa memikirkan bagaimana dampaknya terhadap kehidupan mereka yang bekerja di sektor ini.
“Melalui workshop ini, kita berupaya mendengarkan langsung kebutuhan mereka, khususnya pekerja informal yang sering kali terpinggirkan dari program pelatihan. Mereka adalah bagian vital dari rantai nilai industri batubara, namun sering kali tidak diakui perannya. Oleh karena itu, dengan melibatkan mereka, kita ingin memastikan bahwa program pelatihan yang dihasilkan benar-benar inklusif, relevan, dan memberikan manfaat nyata bagi mereka,” ujar Kahar.
Dia berharap, hasil dari workshop ini tidak hanya menjadi dokumen rekomendasi, tetapi juga langkah konkret untuk menciptakan ekosistem kerja yang lebih adil dan berkelanjutan. Transisi energi berkeadilan adalah tanggung jawab kita bersama, dan kita harus memastikan bahwa tidak ada pekerja yang tertinggal dalam perjalanan menuju masa depan yang lebih hijau dan inklusif.

Mendengar Suara dari Bawah
Workshop ini menjadi bukti nyata bahwa suara dari bawah sangat penting dalam proses transisi energi berkeadilan. Kehadiran pekerja informal, yang sering kali terpinggirkan dari diskusi resmi, memberikan perspektif unik yang sering kali luput dari perhatian. Pekerja informal adalah tulang punggung dari banyak operasi di industri batubara, tetapi kontribusi mereka sering kali tidak mendapatkan pengakuan yang layak. Dengan mengundang mereka ke dalam workshop, panitia ingin memastikan bahwa program pelatihan yang dirancang nantinya benar-benar inklusif dan relevan.
Suara dari pekerja informal mencerminkan realitas di lapangan. Mereka menghadapi tantangan yang sangat berbeda dibandingkan pekerja formal, mulai dari minimnya akses ke pelatihan hingga ketidakpastian dalam pekerjaan sehari-hari. Workshop ini memberikan mereka ruang untuk berbicara tentang kebutuhan nyata mereka, seperti pelatihan berbasis kompetensi yang tidak hanya relevan dengan transisi energi, tetapi juga mampu memberikan keterampilan baru untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Salah satu hal yang paling krusial dalam transisi energi adalah memastikan bahwa pekerja memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri baru. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak pekerja informal tidak memiliki akses ke pelatihan yang memadai. Bahkan pekerja formal sekalipun sering kali merasa bahwa pelatihan yang diberikan tidak cukup relevan dengan tantangan yang mereka hadapi. Oleh karena itu, workshop ini difokuskan pada analisis kebutuhan pelatihan yang partisipatif.
Melalui diskusi langsung dengan para pekerja, baik formal maupun informal, workshop ini berupaya menggali informasi yang mendalam tentang kebutuhan keterampilan yang spesifik. Dengan cara ini, rekomendasi yang dihasilkan tidak hanya menjadi dokumen formal, tetapi benar-benar mencerminkan kondisi di lapangan. Pendekatan ini memastikan bahwa setiap program pelatihan yang dirancang nantinya mampu menjawab kebutuhan pekerja dengan cara yang praktis dan berdampak nyata.
Selain itu, keterlibatan pekerja informal dalam diskusi ini juga menegaskan pentingnya pengakuan terhadap kontribusi mereka. Selama ini, mereka sering kali dianggap sebagai pihak yang berada di luar sistem, padahal peran mereka sangat vital dalam mendukung operasional industri. Dengan memberikan ruang kepada mereka untuk berbicara, workshop ini membantu mengurangi ketimpangan yang ada dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif.
Hasil dari workshop ini diharapkan tidak hanya berupa rekomendasi pelatihan yang inklusif, tetapi juga langkah awal untuk memperkuat kolaborasi antara pekerja, pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sipil. Kolaborasi ini sangat penting untuk memastikan bahwa transisi energi berkeadilan dapat benar-benar terwujud. Dengan mendengarkan langsung suara pekerja, terutama mereka yang sering kali tidak terdengar, kita dapat menciptakan program pelatihan yang tidak hanya relevan tetapi juga memberikan dampak positif yang nyata.
Para peserta workshop, yang terdiri dari anggota serikat pekerja KSPI dan KSBSI serta pekerja informal di sekitar tambang, memiliki peran strategis dalam memastikan keberhasilan program ini. Mereka adalah pihak yang akan merasakan langsung dampak dari transisi energi, sehingga pandangan dan masukan mereka menjadi sangat berharga. Dengan mendengarkan dan mengakomodasi kebutuhan mereka, workshop ini menjadi langkah konkret untuk menciptakan transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
Transisi energi adalah tantangan besar yang membutuhkan upaya bersama dari semua pihak. Untuk memastikan bahwa perubahan ini tidak menciptakan ketimpangan baru, penting untuk mendengarkan suara dari bawah, terutama dari pekerja informal yang sering kali tidak diakui perannya. Workshop di Kutai Timur adalah langkah awal yang penting dalam proses ini. Dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pekerja formal dan informal, workshop ini mampu menggali kebutuhan pelatihan yang benar-benar mencerminkan kondisi di lapangan.
Ke depan, hasil dari workshop ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pengembangan program pelatihan yang inklusif dan relevan. Lebih dari itu, workshop ini juga menunjukkan pentingnya kolaborasi dalam mewujudkan transisi energi berkeadilan. Sebagaimana yang disampaikan Kahar S. Cahyono, dengan memastikan tidak ada pekerja yang tertinggal dalam transisi energi, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan, adil, dan inklusif.