5 Catatan Human Rights Working Group Terkait Kasus Buruh Migran di Arab Saudi

Jakarta, KPoline – Human Rights Working Group mengkritisi kunjungan Raja Salman ke Indonesia. Lembaga ini menyebut lawatan kerja pemimpin Arab Saudi itu lebih menekankan kerja sama ekonomi, perdagangan, kesehatan, kebudayaan.

“Tak satu pun menyinggung soal pemajuan demokrasi di dalam konteks Islam dan HAM, khususnya untuk perlindungan hak-hak buruh migran,” kata Pjs Direktur Eksekutif HRWG Muhammad Hafiz dalam keterangan tertulis yang diterima KPonline.

Baca juga: Ini Harapan Sri Mulyani Terkait Kedatangan Raja Arab di Indonesia

Baca juga: Investasi Arab Saudi di Indonesia Peringkat 57

Dia menilai, persoalan buruh migran Indonesia di Arab Saudi menjadi aspek diplomatik yang belum pernah selesai hingga sekarang. Meskipun berbagai perundingan bilateral dan upaya penguatan perjanjian telah dilakukan, namun menurutnya, buruh migran Indonesia terutama yang bekerja di sektor domestik, berada dalam situasi rentan terhadap pelanggaran.

HRWG dan sejumlah serikat buruh migran di Indonesia, mencatat sejumlah kasus terkait perlindungan buruh migran di Arab Saudi.

Pertama

Pemerintah Indonesia telah melakukan moratorium penempatan buruh migran sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Arab Saudi, berdasarkan pada Keputusan Kementerian Ketenagakerjaan. Namun pada praktiknya, penempatan terus dilakukan secara tidak sah dengan modus bekerja di sektor formal.

Menurut catatan Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), penempatan itu hingga 5000 orang per bulan. Hal ini menyebabkan buruh migran dalam situasi yang sangat rentan karena mengalami dua kali proses outsourcing.

Kedua

Sistem kerja kontrak jangka pendek dan pemotongan gaji bagi PRT. Pada praktiknya saat ini, agensi yang ada di Arab Saudi menjual kontrak kerja buruh migran kepada majikan secara perorangan 3 hingga 12 bulan. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan status PRT yang bekerja itu sendiri. Bahkan, agensi memotong separuh gaji yang seharusnya diterima PRT dari majikan.

Ketiga

Kasus pelarangan pulang (terutama PRT yang bekerja di sektor domestik/rumah tangga) oleh majikan. Biasanya kasus ini dilakukan dengan penahanan paspor dan penutupan akses ke luar, termasuk KBRI. Menurut data yang dihimpun oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), saat ini setidaknya terdapat 124 kasus buruh migran di Arab Saudi yang dilarang pulang oleh majikan.

Keempat

Menguatnya kasus-kasus yang mengkriminalisasi buruh migran di Arab Saudi. Salah satunya yang dialami oleh Rusmini Wati dari Indramayu, yang dituduh melakukan sihir kepada majian perempuannya. Setelah melakukan banding, Rusmini dipidana 12 tahun. Sebelumnya dia divonis hukuman mati.

Kelima

Kasus PHK sepihak oleh perusahaan di Arab Saudi, tidak digaji dan bahkan tidak dipenuhi hak-haknya. Kasus ini belakangan terjadi ketika perusahaan Bin Laden Group mengalami kebangkrutan. Sebanyak 11.743 WNI yang bekerja di sektor infrastruktur dan bangunan di-PHK secara massal dan tidak diberikan hak-haknya sebagai pekerja. (pmg)