2021, Upah Harus Tetap Naik

Purwakarta, KPonline – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan minusnya pertumbuhan ekonomi RI kuartal II 2020 sebesar -5,32 persen. Namun, bukan untuk kali pertama ini saja RI mengalami minus pertumbuhan ekonomi.

Sebelumnya, hal tersebut juga pernah terjadi pada tahun 1998 dan telah membawa pertumbuhan ekonomi RI berada di titik terendah sepanjang sejarah pada waktu itu, yakni -13,13 persen.

Bacaan Lainnya

Tahun 1998 dengan minus -13,13 persen, upah kelas pekerja atau kaum buruh ternyata tetap mengalami kenaikan sebesar 16,6 persen dari Rp153.971 menjadi Rp179.528.

Kemudian, bila melihat kenaikan upah di tahun tersebut, bukan hal yang salah kalau kelas pekerja atau kaum buruh untuk mendapatkan kenaikan upah mereka di akhir tahun 2020.


Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, buruh Indonesia meminta upah minimum tahun 2021 naik. Said menolak kalangan pengusaha yang meminta agar di tahun depan, tidak ada kenaikan upah minimum.

Menurutnya, kenaikan upah yang ideal adalah sebesar 8%. Hal ini didasarkan pada kenaikan upah rata-rata selama 3 tahun terakhir.

Jika upah minimum tidak naik, kata Said Iqbal, hal ini akan membuat situasi semakin panas.

Apalagi saat ini para buruh masih memperjuangkan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Dimana seiring dengan penolakan omnibus law, buruh juga akan menyuarakan agar upah minimum 2021 tetap naik. Sehingga aksi-aksi akan semakin besar.

Menurut Iqbal, alasan upah tidak naik karena saat ini pertumbuhan ekonomi minus tidak tepat. Bandingkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1998, 1999, dan 2000.

“Sebagai contoh, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen. Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen,” kata Said Iqbal.

“Jadi tidak ada alasan upah minimum tahun 2020 ke 2021 tidak ada kenaikan karena pertumbuhan ekonomi sedang minus. Saat Indonesia mengalami krisis 1998, di mana pertumbuhan ekonomi minus di kisaran 17% tapi upah minimum di DKI Jakarta kala itu tetap naik bahkan mencapai 16%,” ujarnya.

Bila upah tahun 2021 tidak mengalami kenaikan, tekanan akan begitu terasa bagi masyarakat dengan melemahnya konsumsi rumah tangga atau daya beli mereka untuk selanjutnya. Padahal, konsumsi rumah tangga atau daya beli masyarakat adalah sebagai salah satu penopang jalannya kemajuan pertumbuhan ekonomi.

Dengan demikian, memberikan upah layak kepada pekerja atau kaum buruh, setidaknya dapat menciptakan kestabilan roda perekonomian dan bisa membantu dalam menumbuhkan pertumbuhan ekonomi.

Dan sebaliknya, perlambatan pertumbuhan ekonomi akan terjadi karena lemahnya daya beli, dimana membiarkan pekerja atau buruh hidup dalam pola tidak layak dengan membuka ruang bagi para pemilik modal untuk memberi upah yang tidak sesuai realita dalam memenuhi kebutuhan hidup sesungguhnya dilapangan (upah murah).

.

Pos terkait