KPBI : Tito Justru Tegaskan Sikap Anti-Demokrasi di Hadapan Wakil Rakyat

Jakarta, KPONline- Bantahan calon Kapolri Tito Karnavian terhadap pertanyaan Anggota Komisi III DPR fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi pada proses fit and propertest dengan DPR terkait kriminalisasi buruh menuai protes dari elemen gerakan buruh.

Berikut Siaran Pers KPBI 24 Juni 2016 yang redaksi terima

KPBI: Tito Justru Tegaskan Sikap Anti-Demokrasi di Hadapan Wakil Rakyat

Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) menilai jawaban Tito Karnavian semakin mengukuhkan sikap anti-demokrasi calon kuat Kepala Kepolisian Republik Indonesia tersebut. KPBI menyerukan agar Kepolisian Indonesia nantinya menjamin hak-hak demokrasi; bukannya merepresi kebebasan berpendapat dan berkumpul.

KPBI menilai sikap anti-demokrasi Tito muncul ketika ia menjawab soal kriminalisasi 23 buruh, 2 aktivis LBH Jakarta, dan 1 mahasiswa akibat unjuk rasa penolakan PP Pengupahan pada 30 Oktober 2015 di depan Istana. Dalam uji kepatutan dan kelayakan di DPR pada Kamis (23/06), mantan Kapolda Metro Jaya itu membenarkan pemidanaan 26 aktivis itu dengan dalih unjuk rasa melebihi jam 18.00 dan melanggar Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat no 9 tahun 1998.

Slide7

KPBI menganggap alasan pemidanaan unjuk rasa oleh Tito Karnavian itu tidak dapat dibenarkan dan bersifat semena-mena. Anggota Tim Advokasi KPBI Ganto Alamsyah menyebutkan Undang-undang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat tidak membenarkan pemidanaan aksi di malam hari. “Penyidik Polda Metro Jaya di bawah Tito salah menerapkan hukum karena pemidanaan para aktivis tidak berdasarkan Undang-undang,” ujar Ganto pada 23 Juni 2016. Ganto berpendapat, Peraturan Kapolri yang membatasi waktu unjuk rasa justru bertentangan dengan undang-undang tersebut.

Ganto mencontohkan sebelumnya beberapa aksi di malam hari tidak dipidana. Di antaranya adalah aksi 1000 lilin pendukung Joko Widodo dan BEM SI pada 28 Oktober 2015. Kedua aksi itu juga tidak dapat dipidana meski berlangsung di malam hari.

Selain itu, aksi unjuk rasa di depan Istana pada 30 Oktober 2015 itu tidak dapat dipidana karena berlangsung damai. “Saksi polisi yang diajukan oleh jaksa juga mengakui bahwa aksi yang dilakukan pada 30 Oktober adalah aksi damai,” kata Ganto tentang sidang kriminalisasi pada Senin, 20 Juni 2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Terlebih, Ganto menjelaskan jawaban Tito tidak dibenarkan karena pasal yang didakwakan pada 26 aktivis itu adalah pasal karet melawan perintah aparat (216 junto 218 KUHP), bukan berdasar Undang-undang tentang Kemerdekaan Berpendapat.

Ganto menegaskan maksud awal pembentukan Undang-undang no 9 tahun 1998 adalah untuk memberi kepastian hukum. Kepastian itu bertujuan untuk menjamin setiap pengunjukrasa yang menyampaikan pendapatnya di muka umum pasca rezim orde baru tumbang. Namun, Tito Karnavian justru menjadikan Undang-undang itu sebagai bumerang untuk menyerang.

KPBI juga ingin mengklarifikasi bahwa pernyataan Tito soal fakta lapangan ketika aksi unjuk rasa penolakan PP Pengupahan itu tidak akurat. Di hadapan wakil rakyat, Tito mengatakan ketiga elemen buruh meninggalkan lokasi unjuk rasa dan hanya KSPI yang tetap bertahan. Pimpinan Kolektif KPBI Ilhamsyah memaparkan semua elemen Gerakan Buruh Indonesia tetap bertahan melakukan unjuk rasa. KSPI bersama KPBI, KSPSI, KSBSI, dan FSUI yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia merupakan bagian dari 10 ribu buruh yang tetap bertahan. Menurutnya, mempertahankan diri dalam aksi unjuk rasa adalah bagian dari kebebasan berekspresi. “Karena buktinya yang ditahan bukan hanya KSPI,” sebutnya. Dari 23 buruh yang kini menjadi terdakwa kriminalisasi, 8 di antaranya adalah anggota KPBI, 9 berasal dari KSPI dan 4 berasal dari KSPSI.

Berkaitan dengan hal tersebut, KPBI mendesak agar Kepolisian Indonesia segera membenahi diri untuk menjamin hak-hak demokrasi. Ini termasuk kebebasan untuk berkumpul dan berunjukrasa. Sebelumnya, Kepolisian membubarkan sejumlah diskusi dan acara pemutaraan film seperti Festival Belok Kiri dan pemutaran Film Pulau Buru Tanah Air Beta.

KPBI terdiri dari FSP2KI, FPBI, FBTPI, FBLP, SPKAJ, SERBUK, FSPBC, FSPBI, dan FSBM. Anggota-anggota KPBI tersebar di 10 provinsi di Indonesia. Di antaranya adalah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Narahubung
Ganto Alamsyah, Tim Advokasi KPBI, 081316843762
Hesty Widyaningrum, Tim Advokasi KPBI, 082372365009