Wahidin yang Dulu, Bukanlah Wahidin yang Sekarang

Buruh dari berbagai serikat melakukan unjuk rasa di Kantor Gubernur Banten, tanggal 17 November 2016, untuk menuntut upah layak. (Foto: Rey)

Serang, KPonline – Keputusan Gubernur Banten Wahidin Halim yang menetapkan Upah Minimun Kabupaten/Kota (UMK) naik sebesar 8,71% sesuai dengan PP 78/2018 sangat mengejutkan. Apalagi sebelumnya, Gubernur berjanji akan menaikkan UMK di Banten akan lebih tinggi dari PP 78/2015. Sesuai dengan rekomendasi Bupati/Walikota.

Hal ini diperkuat dengan rekomendasi yang diberikan oleh Bupati/Walikota. Bupati Tangerang dan Serang, serta Walikota Tangerang, Cilegon, Tangerang Selatan, dan Serang telah memberikan rekomendasi kenaikan UMK lebih baik dari PP 78/2015.

Tetapi tanpa menimbang rasa, harapan untuk mendapatkan upah lebih baik sirna seketika seketika. Gubernur yang digadang-gadang akan memberikan kebijakan yang berbeda ini ternyata sama saja dengan yang lainnya.

Padahal, dulu, ketika masih menjadi Walikota Tangerang, kebijakan Wahidin Halim dianggap berpihak kepada kaum buruh karena memberikan rekomendasi UMK yang lebih baik dari DKI Jakarta. Bahkan dia tak segan melakukan revisi dengan mempertimbangkan aspirasi dari kaum buruh.

Setiap rekomendasi yang diberikan Wahidin (yang saat itu sebagai Walikota), rasanya tak sekalipun pernah ditolak oleh Gubernur. Tetapi setelah saat ini tampuk kepemimpinan di Banten berada di tangannya, dengan mudah semua rekomendasi itu dikesampingkan.

Ada yang berpendapat. Bahwa Wahidin yang dulu berbeda dengan Wahidin yang sekarang? Tetapi tunggu dulu. Sebenarnya tidak.

Sebagai Walikota, tugasnya hanyalah memberikan rekomendasi. Tugas Gubernur lah yang memutuskan UMK.

Tidak ada beban apapun ketika sekedar memberikan rekomendasi. Bahkan kalaupun merekomendasikan kenaikan 100 persen, misalnya.

Tetapi dalam kapasitas memutuskan, tanggungjawab ada di pundaknya. Terbukti, sosok yang terpilih sebagai Gubernur atas dukungan kaum buruh ini pun tidak serta merta berpihak kepada kaum buruh.

Wahidin pun sama saja. Dan oleh karena itu, tepat jika buruh di Banten melakukan aksi besar-besaran di tanah Jawara.

Sebab bagaimanapun, sikap ingkar janji bukanlah jiwa ksatria.