UU ITE dan Ancaman Pemberangusan Serikat Pekerja Danamon

Jakarta, KPonline –  Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tetang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali menyasar masyarakat sipil. Kali ini, Ketua Serikat Pekerja Danamon, Abdoel Moedjib, menjadi korbannya. Diketahui, Abdoel Moedjib dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Cahyanto C. Grahana yang mewakili Direktur Utama Bank Danamon karena video orasinya di depan gedung OJK Surabaya. Pelaporan ini merupakan bentuk intimidasi terhadap Serikat Pekerja Danamon.

Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima KPonline, Abdoel Moedjib dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik atau fitnah dengan pelanggaran pasal 310 KUHP dan/atau pasal 311 KUHP dan atau pasal 27 ayat (3) jo. pasal 45 Ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Laporan tersebut diduga berdasarkan video rekaman aksi unjuk rasa Serikat Pekerja Danamon pada 9 Maret 2017 yang terdokumentasikan di sosial media milik Serikat Pekerja Danamon.

Aksi unjuk rasa dilakukan di depan gedung OJK Surabaya atas dugaan pelanggaran hak normatif yang dialami oleh para pekerja Bank Danamon, serta beberapa hal lain seperti penghalangan beribadah di lingkungan Bank Danamon dan pembatasan gerak pengurus serikat pekerja. Dalam aksi ini, Abdoel Moedjib sebagai ketua serikat berorasi tentang pelanggaran-pelanggaran tersebut. Orasi inilah yang membuat Abdoel Moedjib dilaporkan ke pihak kepolisian.

Saat ini, Abdoel Moedjib berstatus sebagai saksi terlapor. Bukan hanya Abdoel Moedjib, Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Danamon, Muhammad Afif, juga akan diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya sebagai saksi dalam kasus ini.

LBH Jakarta menyoroti beberapa hal dalam kasus ini.

Pertama, penggunaan pasal pencemaran nama baik atau fitnah serta UU ITE untuk membungkam daya kritis Serikat Pekerja Danamon.

Berdasarkan hasil penelitian dari SAFENET, pelaku bisnis termasuk dalam 5 besar pelapor UU ITE terbanyak sejak peraturan tersebut muncul. Hal ini membuktikan bahwa UU ITE dipakai untuk membungkam daya kritis masyarakat. Dalam kasus ini, UU ITE dipakai untuk membungkam daya kritis Serikat Pekerja Danamon yang belakangan ini aktif dan kritis mendampingi pekerja Bank Danamon yang mengalami masalah ketenagakerjaan di lingkungan Bank Danamon, seperti PHK massal, pengurangan dana pensiun, outsourcing, pekerja kontrak, penghalangan beribadah, pemberangusan serikat pekerja, dan berbagai permasalahan lainnya .

Kedua, orasi yang dilakukan oleh Abdoel Moedjib adalah haknya untuk bebas berpendapat dan berekspresi sebagai Ketua Serikat Pekerja untuk membela dan menyuarakan keluh kesah pekerja-pekerja di Bank Danamon yang sedang menghadapi berbagai masalah.

Perjuangan Serikat Pekerja Danamon untuk mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja bermula sejak tahun 2016. Serikat Pekerja Danamon telah berulang kali melakukan usaha agar tuntutan mereka didengar oleh direksi, mulai dari melakukan mediasi, pelaporan ke DPR RI, sampai pertemuan yang difasilitasi oleh Menteri Tenaga Kerja RI.

Namun, semua usaha tersebut sia-sia. Sehingga pada tanggal 9 Maret 2017, Serikat Pekerja Danamon melakukan aksi unjuk rasa menuntut agar segala permasalahan diselesaikan dan meminta Direktur Utama Bank Danamon berhenti dari jabatannya karena serangkaian sikapnya yang tidak kooperatif dalam menghadapi masalah dengan Serikat Pekerja Danamon.

Ketiga, orasi yang dilakukan oleh Abdoel Moedjib tidak merupakan pencemaran nama baik atau fitnah.

Abdoel Moedjib hanya ingin mengungkapkan apa yang terjadi di Bank Danamon demi kepentingan para pekerja di Bank Danamon. Hal ini menegaskan kembali isi Pasal 310 ayat (3) KUHP yang menyatakan “Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

Keempat, pelaporan Ketua Serikat Pekerja Danamon merupakan bentuk intimidasi yang dilakukan oleh Bank Danamon dan mengarah ke pemberangusan serikat pekerja atau union busting.

Serikat Pekerja Danamon memiliki kewajiban untuk melindungi dan membela anggotanya dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya, memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya, seta mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai AD/ART seperti yang tercantum dalam Pasal 27 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh.

Serangkaian usaha yang dilakukan sejak 2016 adalah wujud dari kewajiban Serikat Pekerja Danamon sehingga setiap usaha yang dilakukan dilindungi oleh Undang-Undang. Pihak Bank Danamon tidak dapat melakukan penghalangan terhadap kegiatan Serikat Pekerja Danamon sesuai Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh seperti melakukan PHK, penurunan jabatan, dan mutasi terhadap anggota/pengurus dari serikat pekerja, tidak membayar atau mengurangi upah pekerja yang menjadi anggota/pengurus, dan tidak melakukan intimidasi dala bentuk apapun.

Penghalangan dalam kegiatan serikat pekerja memiliki konsekuensi pidana kejahatan sesuai Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh.

Maka dari itu, LBH Jakarta dan Serikat Pekerja Danamon mendesak:

1. Bank Danamon menyelesaikan permasalahan ini dengan cara-cara musyawarah untuk kembali fokus mensejahterakan para pekerja di Bank Danamon;

2. Penyidik Polda Metro Jaya untuk mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) karena perbuatan yang dilakukan Abdoel Moedjib pada orasi tanggal 9 Maret 2017 tidak memenuhi unsurunsur pasal yang disangkakan kepadanya;

3. Pihak kepolisian untuk menyelidiki dugaan pemberangusan serikat pekerja/ union busting terhadap Serikat Pekerja Danamon melalui intimidasi terhadap Ketua Serikat Pekerjanya yaitu Abdoel Moedjib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *