Tes Urine Narkotika Diduga Sebagai Legalisasi PHK Pekerja PT Hijau Pryan Perdana

Labuhan Batu, KPonline – Upaya pemberantasan peredaran gelap narkoba dan implementasi UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika patut menimbulkan pertanyaan besar, sudah sampai sejauhmana efektivitas UU.No.35/2009 tentang Narkotika diterapakan oleh regulator,agar masyarakat dapat memahaminya, sehingga peredaran gelap narkotika dapat terus ditekan dan Negara ini bisa bebas dari peredaran gelap narkotika.

Tujuan diundangkannya UU.No.35/2009 tentang Narkotika, selain untuk melindungi masyarakat dari dampak bahaya narkotika juga mengatur tentang peran serta masyarakat didalam memberantas dan memerangi peredaran gelap narkotika.

Peran serta masyarakat sebagaimana tersebut dalam pasal 104,105 dan 106,UU.No.35/ 2009 dapat dibentuk dalam satu wadah yang dikoordinasi olah Badan Narkotika Nasional (BNN).

Kondisi hari ini pemahaman masyarakat tentang UU.Narkotika sangatlah minim, masyarakat hanya memahami bahwa setiap pelaku penyalah gunaan narkotika, kepadanya diterapkan hukuman pidana penjara, padahal sesuai ketentuan UU.No 35/2009 tentang Narkotika terhadap pelaku penyalah gunaan narkotika ini tidak semuanya harus berakhir di penjara.

Rehabilitasi merupakan salah satu hak masyarakat yang menjadi korban penyalah gunaan narkotika, dan hal ini cukup jelas diatur pada pasal 54, hingga 59 UU.No.35/2009 tentang Narkotika.

Mengapa peredaran gelap narkotika sampai ke pelosok Desa terpencil yang sangat jauh dari ibu kota Kabupaten dan berakibat korban narkotika terus bertambah kemudian peredarannya pun berjalan bebas tanpa hambatan.?

Tentu yang bisa menjawab pertanyaan ini adalah para penegak hukum dibidang Narkotika, yang merupakan pihak yang dipercaya langsung sebagai pengemban amanat dari Negara.

Ketidak mampuan negara didalam mengendalikan peredaran gelap narkotika dan ketidak pahaman masyarakat tentang Undang- Undang Narkotika menjadi lahan yang subur bagi sebagian perusahaan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada Buruhnya.

Hanya berbekal hasil test urine positif mengandung zat narkotika management perusahaan bisa la ngsung memaksa Buruhnya untuk menanda tangani Surat Berhenti Atas Permintaan Sendiri (BAPS), dimana surat BAPS tersebut sudah dipersiapkan oleh perusahaan, dan yang lebih ironis kadang pelaksanaan tes urine dilakukan tanpa rekomendasi dari BNN.

Pelaksanaan tes urine pada hari Rabu tanggal 08 Oktober 2020 kepada beberapa orang Buruh di PT Hijau Pryan Perdana (PT HPP) Kebun Labuhanbilik, sebagaimana keterangan Buruhnya dilaksanakan oleh perusahaan diduga kuat tanpa memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagaimana yang tersebut dalam UU.No.35/2009 tentang Narkotika dan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN-RI)

Perusahaan cukup menghadirkan dua orang Oknum Polri, ber inisial Aiptu.A.Sitepu dan Bripka T.Sinurat dari Polsek Panai Tengah Kabupaten Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara.

Kehadiran kedua oknum Polri ini diduga kuat untuk melindungi kegiatan perusahaan sekaligus untuk menakut- nakuti para Buruh,agar bersedia menanda tangani surat BAPS yang sudah disiapkan perusahaan.

Peran oknum Polri ini yang diduga untuk menakut-nakuti Buruh diperkuat dengan keterangan dari Reza Falevi, bahwa oknum Polri tersebut berkata kepadanya” Masih untung kau tidak dibawa ke Polres”

Karena buta terhadap hukum ditambah rasa ketakutan yang luar biasa akhirnya Reza Falevi bersama rekan-rekannya menanda tangani BAPS.

Kehadiran kedua Oknum Polri dari Polsek Panai Tengah dalam kegiatan perusahaan melakukan tes urine kepada Buruhnya, tentu wajib dikritisi oleh semua publik, Polri sebagai sebagai pelindung, pengayom masyarakat dan sebagai penegak hukum sepatutnya memberikan saran dan masukan kepada management untuk menunda pelaksaanaan tes urine sampai seluruh persyaratan administrasi dipenuhi dan yang melaksanakan tes urine adalah pihak BNN sebab wewenang mutlak pemeriksaan tes urine narkotika adalah wewenangnya BNN.

Apakah Urine seorang Buruh yang positif mengandung narkotika dapat di PHK, melalui pemaksaan penanda tanganan Surat BAPS.

Buruh yang urine nya positif mengandung narkotika yang pemeriksaannya dilakukan oleh BNN tidak dapat dipaksa untuk menanda tangani surat Berhenti Atas Permintaan Sendiri (BAPS) tetapi wajib bagi perusahaan untuk merehabilitasinya.

Rehabilitasi ini sesuai dengan isi surat permohonan perusahaan kepada Kepala BNN, Up.Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Laboratorium Uji Narkoba BNN, dan rehabilitasi ini adalah bentuk tanggung jawab perusahaan kepada Pekerjanya,
sekaligus sebagai wujud peran serta perusahaan didalam memberantas dan memerangi peredaran gelap Naroktika.

Bentuk lain perusahaan turut berperan aktif mencegah, dan memberantas peredaran gelap narkotika adalah dengan melakukan sosialisasi secara rutin kepada semua Buruhnya tentang dampak bahaya dari narkotika dan sosialisasi harus menyertakan pihak dari BNN.

Bukan sebaliknya memanfaatkan peredaran gelap narkotika untuk melegalisasi PHK.

Apakah sosialisasi dampak bahaya narkotika ini sudah pernah dilakukan oleh perusahaan PT HPP bekerjsama dengan BNN kepada semua Buruhnya.?

Yang bisa menjawabnya adalah semua Buruh di PT HPP.

Apakah urine Buruh yang positif mengandung zat narkotika hasil tes urine narkotika yang dilakukan perusahaan dan BNN, Buruh rersebut dapat dikategorikan sudah melakukan kesalahan berat dan bisa di PHK.?

Kesalahan berat sebagaimana yang tersebut dalam pasal 158 UU.No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, Juncto Pasal yang terdapat dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No.012/PUU-I/2004 Tentang Hasil Uji Materil Undang- Undang Nomor 13/2003, tentang Ketenagakerjaan Juncto Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No.13/2005, harus dibuktikan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan PHK dapat dilakukan setelah adanya terbit Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tersebut.

Artinya Buruh yang urinenya postif mengandung zat narkotika sesuai hasil tes urine narkotika yang dilakukan oleh perusahaan dengan BNN tidak dapat disebut sebagai pelaku tindak pidana kejahatan penyalah gunaan narkotika dan tidak dapat di PHK dengan cara apapun.

Hanya berbekal satu alat bukti berupa hasil tes urine unsur Pasal 183 dan Pasal 184, KUHAP belum terpenuhi untuk memproses sesuat ketentuan hukum kepada Buruh yang urinenya positif mengadung zat narkotika,

Pemeriksaan tes urine narkotika yang dilakukan perusahaan kepentingannya bukan untuk pro justitia (pembuktian perkara) tetapi untuk rehabilitasi, sehingga Buruh yang diperiksa urinenya kapasitasnya bukan sebagai tersangka pelaku tindak pidana kejahatan penyalah gunaan narkotika, tetapi kapasitasnya sebagai korban penyalah gunaan narkotika yang memiliki hak untuk direhabilitasi oleh negara melalui perusahaan.

Diduga karena hanya dengan pembuktian hasil tes urine positif narkotika Buruh tidak bisa di PHK langsung, maka perusahaan mencari delik dengan memanfaatkan ketidak tahuan Buruh terhadap Hukum serta dimungkinkan adanya intimidasi dari kedua oknum Polri, Buruhpun dipaksa untuk menandatangani surat Berhenti Atas Permintaan Sendiri (BAPS).

Perbuatan yang dilakukan oleh perusahaan PT HPP, diduga dengan sengaja mencaplok wewenang BNN,dan dengan dibantu oleh dua orang onknum Polri, yang tujuannya diduga untuk mengelabui, memperdayai, membodohi dan menipu Buruh dan berpotensi Buruh kehilangan pekerjaan, tentu tidak bisa dibiarkan.

Dan kepada kedua oknum Polri ini, yang diduga fungsinya untuk memback-up/ melindungi kegiatan perusahaan sekaligus untuk menakut-nakuti Buruh sangat bertentangan dengan Fungsi Polri sebagai pengayom, pelindung masyarakat dan sebagai penegak hukum, dan kita berharap pimpinan Polri dapat memberikan tindakan tegas.

Sebagian publik mungkin ada yang mencibir dengan mengatakan”Pengguna narkoba kenapa dibela” seolah – olah tidak mendukung kegiatan perusahaan yang melakukan tes urine narkotika kepada Burunya.

Beda pandangan serta pendapat dan adanya cibiran tersebut wajar-wajar saja, apalagi cibiran tersebut disampaikan oleh orang yang tidak memahami.

Tetapi mari kita melihat suatu permasalahan dengan jernih dan objektif agar pandangan dan penilaian negative tersebut tidak asal terlontar saja.

Pada prinsipnya siapapun tidak akan menghendaki serta membenarkan maraknya peredaran gelap narkotika di negeri ini, dan Buruh yang urinya positif mengandung zat nakotika bukan sebagai pelaku tindak pidana kejahatan penyalah gunaan narkotika.

Buruh tersebut adalah korban dari dampak bahaya narkotika yang disebabkan karena ketidak mampuan negara mengendalikan peredaran gelap narkotika.

Kehadiran Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) Labuhanbatu sebagai Kuasa Pendamping untuk membela para Buruh dari dugaan tindakan sewenang- wenang yang diduga dilakukkan oleh management perusahaan,PT HPP, bukan bertujuan untuk membenarkan atau menyetujui Buruh menggunakan Narotika, tetapi untuk mewujudkan azas Equality Before The Law dapat diterapkan secara berkeadilan.

KC.FSPMI anti Narkotika, dan sangat mendukung kegiatan perusahaan melaksanakan tes urine narkotika kepada Buruhnya, sepanjang kegiatan perusahaan melakukan tes urine narkortika kepada semua Buruhnya dilakukan sesuai dengan SOP yang diterbitkan oleh Kepala BNN-RI, serta tujuan dan kepentingan tes urine narkoba untuk rehabilitasi, bukan dalih untuk mem PHK buruh dengan cara memaksa menanda tangani BAPS.

Negara ini negara hukum dimana selururuh warga negara wajib tunduk menjunjung tinggi hukum tersebut (Pasal 27 UUD-1945)

Kondisi Buruh yang minim pengetahuan tentang Hukum menjadikan Buruh sebagai korban rekayasa dan manipulasi hukum yang diduga dilakukan oleh pihak- pihak yang sengaja mencari keuntungan, tidak tertutup kemungkinan kejadian yang sama terjadi di perusahaan lain dan didukung oleh serikat pekerja diperusahaan tersebut.

” Karena negara tidak mampu mengendalikan peredaran gelap Narkotika, sebagian perusahaan memanfaatkannya sebaga alat untuk melakukan efisiensi dan merasionalisasi tenagakerjanya”

Oleh : Anto Bangon