Jakarta, KPonline-Dijalanan Kota Jakarta yang biasanya padat oleh kepentingan individu, hari ini diisi langkah-langkah kelas buruh yang menyatu dalam irama nurani. Bukan tentang upah, bukan tentang jam kerja yang panjang, melainkan tentang nyawa yang tak berdosa dan langit yang memerah oleh perang yang tak kunjung padam, Iran – Israel dan Genosida di Gaza Palestina.
Koalisi Serikat Pekerja bersama Partai Buruh (KSP-PB) menorehkan catatan sejarah hari ini dengan melakukan aksi unjuk rasa di tiga titik strategis, yakni; Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kedutaan Besar Amerika Serikat, dan berakhir di Kedutaan Besar Mesir, Jakarta. Mereka tidak membawa spanduk tentang kenaikan upah atau status kerja, tetapi mengangkat suara nurani, “hentikan perang Iran-Israel, hentikan genosida di Gaza”.
Dalam giatnya, Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyampaikan empat tuntutan utama dalam aksi ini.
Pertama buruh meminta agar segera dihentikan (stop) perang antara Iran dan Israel agar tidak bertambah lagi korban jiwa. Kedua, buruh meminta agar Stop genosida di Gaza, Palestina.
Selanjutnya buruh meminta Dewan Keamanan PBB untuk segera menggelar sidang darurat prihal perang Iran-Israel dan meminta Amerika Serikat untuk menghentikan perang dan tidak perlu ikut campur (terlibat langsung) dalam perang Iran-Israel /dengan masuk menjadi proksi Israel. Dan yang terakhir, buruh mendesak pemerintahan Mesir untuk segera membuka jalur perbatasan (Jalur Rafah). Karena jalur tersebut merupakan jalan untuk memberikan bantuan logistik bagi rakyat Palestina.
Langkah mereka bukan sekadar barisan, melainkan denyut empati yang menjalar dari ujung kaki hingga ke langit-langit Iran-Israel dan Palestina yang tengah robek oleh peluru dan bom. ” Walaupun sebagai buruh, mereka tahu perihnya ketidakadilan. Dan hari ini, Jumat (20/6) mereka bukan hanya buruh, akan tetapi sebagai manusia yang tak sudi diam melihat anak-anak tertimbun reruntuhan dan langit Gaza yang terus dibakar keserakahan yang haus kekuasaan.
Di depan kantor PBB, mereka menggelar pendapat, pesan dan doa. Seolah mengingatkan lembaga internasional itu akan sumpah mereka menjaga perdamaian. Di Kedubes AS, suara mereka meninggi, menuntut negeri adikuasa itu untuk menggerakkan kehendaknya menghentikan agresi Israel, karena hanya Amerika yang mampu memutus rantai pembantaian. Lalu di Kedubes Mesir, simbol perbatasan Gaza yang terkunci, kaum buruh pun menyeru untuk segera membuka gerbang kemanusiaan, dan selamatkan jiwa-jiwa yang masih ingin hidup.
Tidak ada kata kasar, tidak ada kekerasan. Hanya nyanyian, orasi, dan rasa empati. Diantara bendera oranye dan bendera federasi, tampak wajah-wajah buruh yang sehari-hari bergulat dengan mesin, hari ini menjadi pembela nilai hidup yang universal.
Ketika yang lain diam, maka buruh bersuara. Dan aksi ini menjadi bukti bahwa solidaritas tidak mengenal batas geografis maupun status ekonomi. Ketika kemanusiaan dilukai, maka setiap hati yang waras akan bersuara. Dan hari ini, kelas buruh Indonesia telah menunjukkan bahwa mereka bukan hanya pejuang untuk dirinya, tetapi juga untuk dunia yang lebih adil dan damai.
Karena kemanusiaan, lebih dari sekadar slogan. Ia adalah darah yang mengalir di dada setiap insan yang tak ingin bumi menjadi kuburan nurani.