Bogor, KPonline – Sudah enam tahun JKN-BPJS Kesehatan dilaksanakan, namun ternyata masih banyak masyarakat yang belum terjamin kesehatannya. Padahal Pemerintah menargetkan di tahun 2019 dapat mencapai Universal health coverage (UHC).
Universal Health Coverage merupakan sistem penjaminan kesehatan yang memastikan semua orang menerima pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa harus mengalami financial hardship.
Financial hardship yang dimaksud ialah kesulitan ekonomi karena adanya health shock, ketika seseorang jatuh sakit. Selain perlindungan resiko keuangan, terdapat tiga dimensi yang menjadi konsep penting dari cakupan Universal Health Coverage yang saling melengkapi, yaitu sejauh mana cakupan populasi yang terlindungi (breadth), sejauh mana cakupan pelayanan kesehatan (depth), dan tingkat cakupan keuangan dari paket bantuan direct cost (height).
Ditekankan dalam penjelasannya bahwa UHC tidak sebatas kuratif atau hospital based, melainkan juga seluruh upaya kesehatan mulai dari promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan palliatif health.
Namun ternyata hal itu belum juga dapat terwujud, seperti kasus yang saat ini kami tangani yaitu saudari Eka. Eka adalah seorang Janda anak satu, ia adalah seorang warga Kampung Parung Leungsir, Desa Karikil, Kec Ciseeng Kabupaten Bogor. Eka saat ini berbaring di rumah sakit RSCM Jakarta, karena menderita Abses leher dalam.
Berawal pada 8 Agustus 2019 pasien menderita sakit tenggorokan, pusing dan disertai demam, pasien hanya mampu berobat ke klinik di daerah Jatisampurna. Pada 10 Pebruari 2020 pasien kembali berobat ke klinik karena merasa sakit kembali dan akhirnya dirujuk ke RS, Poly THT. Dan pada 11 Pebruary 2020 pasien berobat ke RS PC, kemudian dokter merujuk ke IGD RSCM karena pasien harus segera dilakukan tindakan operasi.
Sesampainya di RSCM pasien menyampaikan akan menggunakan Jamkesda, Pihak RS memberikan waktu 3×24 jam untuk mengurus Jamkesdanya melalui Surat Keterangan Keluarga Miskin (SKKM). Setelah keluarga mengurus, pada Kamis 13 Pebruari 2020 dan keluarga memberikan pada pihak administrasi RSCM. Pihak RS menolak karena Jamkesda Kabupaten Bogor maximal hanya Rp. 7,5 juta. Hal itu sesuai dengan Perbup nomor 65 tahun 2017 tentang Pedoman pelaksanaan program Jamkesda.
Hal itu berbeda dengan Kota Bogor, yang menjamin warganya yang miskin dan belum terdaftar pada Program JKN-BPJS sesuai dengan tarif Ina CBG’s sehingga rumah sakit dapat leluasa melayani pasien sama seperti dengan peserta JKN-BPJS Kesehatan.
Padahal Kesehatan adalah hak fundamental setiap manusia, karena itu setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya. Pemerintah bertanggung jawab mengatur dan melindungi hak atas kesehatan masyarakat secara optimal.
Jamkeswatch sudah melakukan koordinasi dengan kawan kawan DPRD Kabupaten Bogor. Saat berita ini ditulis dari Komisi IV sedang berkoordinasi dengan keluarga pasien. Diharapkan masalah ini ada solusinya dan Bupati Kabupaten Bogor dapat membantu kasus ini dan merevisi Perbup Nomor 65 tahun 2017 agar lebih baik lagi. Jamkeswatch sangat mendukung dan mendorong untuk Kabupaten Bogor agar segera melakukan UHC.
Disampaikan oleh :
Heri Irawan,SE
Pemerhati Pelayanan Kesehatan dan Jamkeswatch Indonesia.