Siswanto Bangun : “SOLIDITAS dan SOLIDARITAS”

Medan, KPonline – Solid…Solid…Solid….!!. Kata ini tidaklah begitu asing didengar telinga, dan sering diteriakkan dari sebuah mimbar oleh pemimpin dari berbagai organisasi tidak terkecuali dari pemipim organisasi serikat Buruh.

 

Kata solid mengandung arti kuat, kokoh dan memiliki sebuah kekuatan.

 

Dalam setiap pertemuan organisasi biasanya pimpinan organisasi saat memberikan kata sambutannya sering menyebutkan kata soliditas dan solidaritas, tujuannya hanyalah untuk membangun semangat persatuan dan kesatuan guna melahirkan sebuah kekuatan.

 

Tetapi pada fakta kenyataannya dua kata tersebut seakan kehilangan maknanya, menggema hanya sebatas ruangan atau lapangan tempat berkumpulnya pengurus dan anggota organisasi serikat Buruh.

 

Buruh tidak pernah Solid serta tidak pernah memiliki rasa solidaritas untuk bersatu membangun kekuatan, Buruh terpecah belah keberadaannya tidak lebih hanya sebagai alat dan sarana bagi para pengusaha dan penguasa untuk mencapai tujuannya.

 

” Buruh tanpa Soliditas dan solidaritas tidak ubahnya seperti butiran pasir yang mudah untuk dihempaskan”

 

Disahkan dan diundangkannya UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang, atau yang sebelumnya bernama UU.No.11 Tentang Cipta Kerja, yang sangat tidak berpihak kepada kepentingan kaum Buruh adalah sebuah fakta nyata kaum Buruh tidak memiliki kekuatan apapun.

 

Undang- undang tersebut berikut turunannya merupakan sebuah bukti kuatnya intervensi pengusaha kepada penguasa.

 

Sebelumnya Buruh masih mengenal Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dan kenaikan upah dihitung berdasarkan kenaikan komponen kebutuhan hidup layak (KKHL), namun dengan disahkannya UU.Cipta Kerja UMSP dan UMSK dihapuskan, dan kenaikan upah ditentukan menurut selera para pengusaha dan penguasa.

 

Dengan arogansi dan kesombongannya para pengusaha yang jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah Buruh sering berkata.

” Tanpa Perusahaan Buruh tidak ada ” seolah-olah mereka adalah Tuhan yang menentukan rezekinya kaum Buruh,dan anehnya kaum Buruh mebenarkan serta mengamininya, tanpa pernah melakukan bantahan, hingga kemudian timbul satu pemikiran dan anggapan “para pengusaha sebagai pemberi kerja adalah Tuhan keduanya, yang wajib untuk dihormati, dan agar tidak kehilangan pekerjaan, kaum Buruh harus rela dan pasrah untuk diperlakukan sebagai apa saja.

 

Yang berani membantah dan melakukan perlawanan berarti sudah siap untuk kehilangan pekerjaan.

 

Bagaimana bila sebaliknya Buruh mengatakan” Tanpa Buruh perusahaan tidak akan pernah berdiri dan beroperasi”

 

Apakah para pengusaha bisa membantahnya, tentu tidak akan bisa membantahnya, sebab keberadaan Buruh disatu perusahaan tidak bisa digantikan oleh robot besi dan makhluk lain yang bukan manusia.

 

Lantas mengapa para kapitaliyang tidak sebanding jumlahnya dengan kaum Buruh, bisa bertindak dan bersikap arogan dan mampu melakukan intervensi kepada kekuasaan.

 

Semuanya karena dilatar belakangi kesoliditasan dan rasa solidaritas yang tinggi, seberapapun besarnya biaya yang dibutuhkan kalau tujuannya untuk mengintervensi kekuasaan dan kepentingannya untuk bisnis mereka pasti merka gelontorkan, dan mereka tidak pernah merasa rugi sebab seluruh biaya yang mereka keluarkan akan dibebankan kepada biaya produksi, dan tidak mengherankan kalau tiba- tiba harga pokok produksi (HPP) yang dihasilkan perusahaan mengalami kenaikan.

 

Kaum Buruh tidak pernah mengetahui bahwa ntara pengusaha dengan Buruh yang memiliki kepentingan berbeda, memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kelangsungan, pertumbuhan dan perkembangan perusahaan.

 

Kalaulah kaum Buruh solid dan memiliki rasa solidaritas untuk melakukan aksi industrial mogok kerja nasional, dapat dipastikan para pengusaha dan penguasa kalang kabut dan minta ampun.

 

Contoh kecil penguasa panik adalah, ketika beberapa organisasi serikat pekerja dari beberapa perusahaan ingin melakukan aksi unjuk rasa, utusan dari penguasa yakni dari Bagian Intelkam Polri terus berupaya menggagalkan aksi dengan melakukan lobi-lobi kepada pimpinan serikat Buruh.

 

Soliditas dan solidaritas kaum Buruh kepentingannya bukan hanya sebatas untuk menekan para pengusaha, tetapi lebih diperlukan untuk menekan penguasa agar bisa bertindak adil didalam menegakkan supremasi hukum, tidak diskriminatif serta berprilaku koruptif.

 

Equality before the law asas dimana setiap orang memiliki hak yang sama dimuka hukum, dan hal ini sudah sangat jelas tertuang pada konstitusi negara UUD-1945, dan regulasi lainnya tentang Hak Asasi Manusia (HAM), namun hak untuk diperlakukan sama dimuka hukum ini berbeda perlakuannya ketika dihadapan penegak hukum, untuk kelas rakyat jelata, kelas Buruh tajam menusuk, tetapi untuk kelas pengusaha kaum oligarki tumpul, fakta ini dapat diklarifikasi langsung kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dibidang ketenagakerjaan, dalam hal ini Pengawas Ketenagakerjaan Pusat dan Provinsi ” Berapa jumlah pengusaha yang melakukan kejahatan ketenagakerjaan yang anda tindak dan perkaranya sampai ke pengadilan” pasti mereka tidak akan mampu untuk menjawabnya, dan kalaupun ada pasti jumlah perkaranya sangat tidak sebanding dengan jumlah perkara Buruh yang sampai ke pengadilan.

 

Dalam kepentingan politik, seyogianya hari ini seluruh kaum Buruh dapat melakukan kilas balik (Flashback) dari mulai negeri ini dipimpin oleh rezim diktator tangan besi ordebaru hingga rezim reformasi saat ini, adakah wakil partai politik atau petugas partai yang berpihak kepada kaum Buruh.?

 

Lantas kemanakah suara Buruh yang jumlahnya puluhan juta tersebut, ataukah mereka yang duduk disinggasana kekuasaan sebagai manusia tidak lagi memiliki sedikitpun hati nurani.

 

Artinya dari fakta ini dapat ditarik satu kesimpulan bahwa selama ini Buruh dimata mereka hanyalah sekumpulan monyet yang kenyang karena sebuah pisang.

 

Menjelang Tahun 2024 harusnya seluruh kaum Buruh meningkatkan soliditas dan rasa solidaritas yang tinggi, dan berani menyatakan sikap politik untuk tidak memilih Partai Politik manapun yang tidak berlatar belakang Buruh.

 

Suara kaum Buruh jangan lagi dibiarkan mubazir, dibuang sia-sia hanya untuk dinikmati para pecundang, penikmat, pemanfaat dan penghianat Buruh

 

Ingat dan sadarlah bahwa kita kaum Buruh memiliki kekuatan yang sangat luar biasa yang mampu merobohkan sebuah rezim yang berkuasa, dan sangat ditakuti oleh para kapitalis dan penguasa, dan wajar sampai dengan hari ini, para gerombolan kapitalis dan penguasa tetap berupaya dan berusaha agar kaum Buruh terpecah belah dan berserakan.

 

Ditulis Oleh, Siswanto Bangun (Sekretaris PC SPPK FSPMI Kab. Labuhanbatu).