Satu Cerita Ketika Terjadi Mogok Daerah di Purwakarta

Purwakarta, KPonline – Pagi itu, 17 November 2016, cuaca cerah. Ribuan orang buruh Purwakarta berkumpul di Kawasan Industri Bukit Indah City, tepatnya di di depan pabrik Vantec. Mereka sedang melalakukan aksi mogok daerah.

Mereka, para buruh yang sedang melakukan aksi mogok daerah itu, adalah anggota Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Para buruh datang dari berbagai kawasan industri. Ada yang datang dari Kawasan Industri Jatiluhur, Maracang, Cempaka, dan lain sebagainya,

Bacaan Lainnya

Sementara massa berkumpul, para orataor penyampaikan aspirasinya. Ini dilakukan untuk menyemangati massa.

Semacam janji, ini adalah keteguhan sikap buruh Purwakarta untuk terus berjuang, hingga tuntutan mereka dikabulkan.

Setidaknya ada 3 hal yang menjadi tuntutan buruh Purwakarta. Pertama, tetapkan UMK Purwakarta tanpa menggunakan PP 78/2015. Kedua, hapuskan UMK padat karya. Ketiga, upah sektoral harus ada dan kenaikan upah minimum harus Rp 650.000.

Semula, para buruh akan melakukan longmach dari BIC  ke kantor Bupati Purwakarta. Namun, sebelum massa aksi beranjak untuk longmach, Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, telah datang untuk menemui para buruh. Kedatangan orang nomor satu di Purwakarta ini disambut baik oleh seluruh buruh dengan tepuk tangan.

Buruh mengelu-elukan sosok yang bersahaja ini. Mengapresiasi langkah sang Bupati, yang bersedia menemui kaum buruh. Ini adalah contoh pemimpin hebat yang peduli terhadap rakyatnya.

Dalam pidatonya di hadapan buruh, Dedi Mulyadi menyampaikan bahwa dia tidak ingin para buruh harus turun ke jalan, karena akan mengganggu ketertiban umum. Dia tidak ingin buruh selalu dikambing hitamkan oleh masyarakat lain. Dituding sebagai biang keladi kemacetan. Karena itu, dia memilih datang menemui buruh. Bukan sebaliknya.

Setelah berdiskusi dengan pemimpin FSPMI Purwakarta, dia menjanjikan akan mempertimbangkan apa yang jadi tuntutan buruh. Bupati Purwakarta juga menegaskan, untuk tidak lagi menggunakan UMK Padat Karya. Itu artinya, pabrik sepatu seperti OFN dan Bata tidak lagi menerima UMK padat karya, yang nilainya di bawah UMK Purwakarta.

Setelah mendapatkan jaminan itu, buruh bubar dengan tertib. Mereka pulang dengan membawa satu pesan, bahwa ketika buruh berani berjuang, dia akan memetik hasilnya.

Namun demikian, buruh Purwakarta masih menunggu. Semoga apa yang diputuskan Bupati Purwakarta, tidak direduksi oleh Gubernur Jawa Barat. Terlebih lagi, kewenangan untuk memutuskan UMK ada pada Gubernur. Bupati hanya sebatas memberikan rekomendasi. (*)

Penulis: Oby

Pos terkait