Purwakarta, KPonline – Ratusan pekerja yang selama bertahun-tahun bergelut dalam bayang-bayang ketidakpastian kerja akibat sistem kontrak yang tak kunjung berakhir, kini akhirnya dapat tersenyum lega. Perjuangan panjang mereka mencapai titik terang setelah bersatu dan mendirikan serikat pekerja di perusahaan tempat mereka bekerja.
Kisah ini pun berawal dari keresahan yang sama, yaitu pergantian kontrak dilakukan berkali-kali dalam bentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yang nyatanya bertentangan dengan aturan ketenagakerjaan. Dan itu dialami para pekerja PT. Sepatu Bata TBK di Purwakarta yang telah bekerja selama kurang lebih dari lima tahun, namun status mereka tak pernah berubah dari “kontrak”.
“Setiap tahun kami hanya bisa menunggu surat kontrak diperpanjang. Tidak ada jaminan hari esok. Kami bekerja seperti karyawan tetap, tapi tidak diperlakukan seperti itu. Bahkan, seragam pun tidak diberi. Melainkan, membeli. Parahnya, kawan kami yang berstatus pekerja harian (borongan), tidak mendapatkan pelayanan/jaminan kesehatan oleh perusahaan,” ujar Azam, salah satu pekerja PT. Sepatu Bata.
Situasi ini akhirnya memunculkan semangat kolektif. Bersama sejumlah rekan yang memiliki pemahaman lebih tentang hak-hak buruh, Azam bersama ratusan pekerja yang lain pun memutuskan untuk membentuk serikat pekerja yang berafiliasi dengan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Serikat tersebut kemudian secara resmi terbentuk pada tahun 2012.
Setelah mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja, mereka pun melakukan aksi mogok kerja selama dua bulan lebih, dengan tuntutan akan status karyawan tetap bagi pekerja yang telah melebihi masa kontrak dua tahun sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Langkah ini sempat mendapat tekanan dari manajemen. Ada upaya intimidasi, bahkan ancaman pemutusan kontrak/pemecatan bagi para pelaku demo dan inisiator serikat. Namun, semangat tidak surut. Dengan pendampingan hukum dari FSPMI dan advokasi intensif ke Dinas Tenaga Kerja, serikat ini justru semakin kuat.
Tak lama setelah itu, di fase akhir tahun (November 2012) dengan serangkaian perundingan yang alot, ditambah tekanan publik lewat aksi damai dan pelaporan ke pengawas ketagakerjaan, akhirnya perusahaan menyatakan bahwa sekitar 500-an pekerja kontrak akan diangkat menjadi karyawan tetap.
Pengumuman itu disampaikan langsung oleh manajemen dalam pertemuan bipartit dengan serikat pekerja. Suasana haru menyelimuti ruangan saat surat keputusan diserahkan. Banyak pekerja yang menitikkan air mata. Bukan karena sedih, tapi karena beban ketidakpastian yang akhirnya terangkat dari pundak mereka.
“Kami membuktikan, bahwa dengan bersatu dalam wadah serikat, kami bisa melawan ketidakadilan. Ini bukan akhir, tapi awal perjuangan kami untuk kondisi kerja yang lebih manusiawi,” tegas Azam yang juga merupakan pendiri dan ketua pertama Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Aneka Industri (SPAI) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) PT. Sepatu Bata TBK, Purwakarta.
Dan pada saat itu, Ketua Konsulat Cabang FSPMI Purwakarta, Fuad BM, mengapresiasi kemenangan ini sebagai contoh nyata kekuatan kolektif pekerja. Menurutnya, kisah ini seharusnya menjadi pelajaran bagi para buruh lain di seluruh Indonesia.
“Selama ini banyak perusahaan menggunakan sistem kontrak sebagai dalih untuk menghindari kewajiban normatif. Tapi kalau buruh bersatu dan tahu hukum, mereka bisa melawan praktik semacam itu. Tidak ada perubahan tanpa perjuangan,” ujarnya.
Fuad BM juga menekankan pentingnya pengawasan ketat dari pemerintah terhadap pelaksanaan UU Ketenagakerjaan. Menurutnya, lemahnya pengawasan telah membuat banyak perusahaan semena-mena dalam menerapkan sistem kerja kontrak.
Kisah ini telah menjadi inspirasi bagi banyak pekerja di kawasan industri lainnya. Sejumlah buruh dari daerah Subang dan Bekasi mulai berkonsultasi dengan FSPMI untuk membentuk serikat pekerja yang serupa. Mereka melihat bahwa keberhasilan ratusan pekerja ini bukanlah kebetulan, tapi hasil dari konsistensi, keberanian, dan solidaritas.
Praktik kontrak berkepanjangan adalah bentuk pelanggaran hak normatif buruh yang sayangnya masih marak terjadi di Indonesia hingga saat ini. Dan, kasus seperti ini menegaskan bahwa pembentukan serikat pekerja adalah salah satu cara paling efektif untuk memperjuangkan hak-hak pekerja secara kolektif. Pemerintah pun diharapkan lebih aktif melakukan inspeksi dan menindak tegas perusahaan yang melanggar.