Puasa & Masalah Kemiskinan

Puasa & Masalah Kemiskinan
Ilustrasi Korupsi ( Image : google)

Jakarta, KPonline – Sepertiga atau setengah Ramadan telah kita lalui. Pada bulan puasa harga barang dan makanan naik. Para pedagang menangguk untung lebih besar. Di tengah kesulitan ekonomi yang mendera rakyat Indonesia, budaya menaikkan harga komoditas pangan (terutama) pada bulan puasa berlaku seperti ritual tahunan.
Ramadan dan Lebaran, yang harusnya dilalui dengan khusyuk dan sukacita, terpaksa harus dijalani dengan gerutu, karena ketidakberdayaan ekonomi. Kenaikan harga pada bulan Ramadan adalah cermin terjadinya overdemand. Masyarakat seolah memprebutkan komoditas dalam jumlah terbatas dan harus rela membeli dengan harga jauh lebih mahal.

Kita semua menyadari bahwa masyarakat baru saja membelanjakan banyak pengeluarannya untuk kebutuhan anak sekolah.

Bacaan Lainnya

Sungguh berat beban masyarakat, saat ini. Tidak bisa disangkal lagi bahwa kita semua sesungguhnya menginginkan dapat menjalankan ibadah puasa ini dengan tenang. Pikiran tidak dibebani oleh harga-harga yang melambung di luar jangkauan ekonomi rumah tangga.

Kalangan masyarakat Indonesia mungkin dapat dikatakan orang yang tidak rasional dalam menyambut Ramadan dan Lebaran. Sebagian berprinsip bahwa penghasilan setahun akan dihabiskan untuk menyongsong hari besar ini. Oleh sebab itu, setinggi apa pun harga barang yang ditawarkan, akan dibeli demi kebahagiaan anak dan seluruh anggota keluarga.

Perilaku seperti ini identik dengan memanjakan para pedagang. Mereka sudah memahami pola psikologis konsumen, yaitu menghambur-hamburkan uang pada bulan puasa menjelang Lebaran. Pedagang seringkali menangguk keuntungan beberapa kali dalam setahun. Saat gaji pegawai naik, saat terjadi shortage supply, atau kenaikan harga bahan baku di pasar internasional, pedagang tanpa merasa bersalah menaikkan harga barangnya.

Kenaikan gaji pegawai negeri nyaris semuanya terlindas oleh inflasi. Para guru masih berharap-harap cemas, karena dana sertifikasinya tidak dibayarkan secara rutin setiap bulan. Buruh-buruh yang bekerja di industri swasta juga tidak kalah runyam nasibnya. Dengan sistem kontrak yang kini diterapkan oleh banyak perusahaan, maka buruh tidak memiliki masa depan yang jelas. Mereka bisa di PHK tanpa pesangon. Karut-marut ekonomi masyarakat ini akan mendorong merebaknya kantong-kantong kemiskinan baru. Pengentasan kemiskinan belum memenuhi target yang diharapkan.

Saling Berinteraksi

Kemiskinan merupakan resultante proses ekonomi, politik, dan sosial yang saling berinteraksi yang kemudian mendorong terjadinya deprivasi pemenuhan kebutuhan orang miskin. Kelangkaan lapangan kerja akan mengunci masyarakat dalam kemiskinan material. Oleh sebab itu, menyediakan kesempatan kerja, melalui pertumbuhan ekonomi makro dan mikro, akan menjadi salah satu exit strategy mengatasi kemiskinan.

Namun, kekuatan politik dan ekonomi seringkali belum berpihak pada rakyat miskin. Ini menyebabkan orang miskin hanya dicatat sebagai data. Pendidikan yang cukup akan menjamin generasi mendatangdapat meraih nasib lebih baik daripada orangtuanya, yang saat ini hidup berkubang kemiskinan.
Kesejahteraan global dan perkembangan teknologi yang diraih umat manusia melaju sangat pesat pada seabad terakhir dibandingkan abad-abad sebelumnya. Namun, pertumbuhan yang mencengangkan ini terdistribusi secara tidak adil. Rata-rata penghasilan masyarakat di 20 negara terkaya adalah 37 kali lipat dibandingkan 20 negara termiskin.

Indonesia sudah mengarah pada hal yang benar ketika meluncurkan Askeskin, sehingga orang miskin dapat mengakses pelayanan kesehatan secara gratis.

Demikian pula dengan program pendidikan dasar gratis selama sembilan tahun. Kebijakan-kebijakan yang sudah prorakyat miskin ini perlu selalu dikawal melalui pengawasan. Sebab kalau tidak, implementasinya di lapangan akan rawan terhadap penyelewengan.

Jumlah orang miskin di Indonesia masih sangat banyak. Karakteristik orang miskin adalah kurang berpendidikan, lingkungan hidupnya buruk, derajat kesehatannya rendah, dan anak balitanya kurang gizi. Busung lapar akibat kemiskinan akan mengakibatkan generasi-generasi muda yang berotak kosong.
Kemiskinan tidak hanya dialami oleh petani, buruh, atau pekerja informal. Pegawai negeri golongan rendahan setiap hari juga harus berakrobat mencari tambahan penghasilan. Laporan UNDP menjabarkan delapan Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) yang ditargetkan harus dicapai tahun 2015 oleh semua negara. Delapan tujuan ini memprioritaskan pemberantasan kemiskinan, pemerataan pendidikan dasar, dan menurunkan angka kematian anak.

Lebih dari separuh provinsi di Indonesia tampaknya akan mengalami kesulitan mencapai target tahun 2015, khususnya dalam pengentasan kemiskinan dan penyelesaian pendidikan dasar.
Ada dua langkah besar yang bisa diambil untuk mengatasi kemiskinan. Pertama, penyediaan fasilitas umum dan sosial kepada masyarakat kurang mampu. Kedua, upaya pemerintah untuk mendorong terbukanya lapangan kerja yang lebih luas.

Perlu kiranya diwujudkan harmoni antara proses-proses politik, ekonomi, dan kelembagaan-kelembagaan, sehingga menjadi responsif terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat miskin. Dibutuhkan, aksi nyata pemerintah untuk menangkal gonjang-ganjing harga pangan dan nonpangan yang kian membubung pada bulan puasa dan semakin menyengsarakan orang miskin. Sewindu lebih pascareformasi diharapkan pemerintah segera dapat mengeliminasi kemiskinan.

Puasa dan Tradisi

MILIARAN umat Islam dunia, khususnya Indonesia dengan senang menerima datangnya bulan Ramadhan. Bulan ini disebut bulan penuh berkah, bulan pengampunan dan bulan pintu syurga bagi yang melaksanakannya. Ucapan Marhaban ya Ramadhan, merupakan kalimat persiapan diri dalam menerima bulan Ramadhan. Ramadhan datang memberi isyarat bahwa sesama muslim harus berbenah baik secara zahir dan bathin.Sebelum memasuki bulan suci ini, kita memulainya dengan mempercantik tempat ibadah dari muhsalla, langgar, masjid, pesantren, madrasah hingga pemakaman sanak-famili dan leluhur. Tradisi ini sangat mengikat di kalangan umat Islam. Tradisi ini juga, memberi tanda bahwa ajaran Islam menguatkan tali persaudaraan agar persiapan Ramadhan nanti, sesama muslim sudah bersih secara fisik terlebih bersih secara bathin.
Bulan suci ini, hampir seluruh waktu kita habiskan untuk beribadah, seperti shalat tarawih/lail di tengah malam hingga menjelang pagi, makan sahur bersama, diteruskan jamaah shalat subuh diikuti tausiah ba”da subuh. Ibadah-ibadah seperti ini, merupakan warna bulan Ramadhan sebagai bulan suci, bulan yang ditunggu umat Islam.

Pada siang hari, ibadah umat Islam pun dihiasi dengan jamaah shalat zuhur dan ashar. Begitu juga tausiah, disempatkan untuk mengisi siraman rohani kepada umat Islam. Sebagian umat Islam juga, melakukan umrah di bulan suci. Bahkan kegiatan umroh di bulan Ramadhan merupakan ibadah paling diminati karena diyakini pahalanya lebih besar. Di sisi lain, tradisi yang sudah tumbuh sejak sebelum kemerdekaan, saat pesantren dengan kiyainya menjadi sentral pengetahuan Islam, terus meluas merambah ruang publik.

Ketika pemerintah orde baru menggunakan bahasa agama untuk menggerakkan partisipasi publik muslim, maka tradisi pengajian tersebut meledak menjadi sosialisasi ajaran Islam paling masif di Indonesia.
Bahkan, pada awalnya komunitas muslim enggan merespons program safari tarawih orde baru.
Sebab, program seperti ini sering dicurigai sebagai bagian politisasi untuk kepentingan Islam dan pemerintah. Secara tidak sengaja juga, bersamaan dengan itu muncul “tandingannya” yang dikenal dengan pesantren kilat, yang belakangan menjadi program rutin dari sekolah-sekolah di Indonesia. Program pesantren kilat ini dilakukan secara meluas, karena isi materinya mendidik anak yang berusia di tingkat SMA sederajat.

Anti Kemiskinan

Ajaran Islam tak terlepas dari melawan kemiskinan. Kognisi pengetahuan tentang ajaran Islam di semua lapisan masyarakat meningkat tajam, melalui tradisi pengajian tersebut. Tapi, di satu sisi kemiskinan pun semakin merajelela. Hampir di setiap sudut kampung, kita melihat banyak kemiskinan. Banyaknya kemiskinan memberikan dampak yang tidak sehat terhadap umat Islam di negeri ini.
Maraknya gejala kemiskinan di tengah umat Islam saat ini, berdampak kepada tindakan umat. Bahkan, perjumpaan kebudayaan antarbenua dan bangsa-bangsa di dunia membuat seorang muslim menyadari perbedaan identitas dirinya, dengan memunculkan dua gejala sosio-kultural.
Pertama, berkaitan dengan kehendak merealisasi ajaran Islam sepenuhnya terlepas dari konteks sosio-budaya kontemporer. Gejala ini mendorong perilaku fundamentalis radikal yang di antaranya dikaitkan dengan terorisme. Kedua, muncul usaha menemukan kembali relevansi ajaran Islam dengan problem sosio-kultural kontemporer diikuti kebutuhan pembacaan ulang sejarah kenabian beserta firman Tuhan dan sunah rasul.

Kedua gejala sosio-budaya tersebut tampak “bersaing” merebut simpati publik muslim. Jika tersedia ruang publik terbuka, sehingga kelompok yang mewakili kedua gejala bisa berdialog secara jujur, bisa lahir tradisi peradaban sosial komunitas muslim yang lebih produktif. Dari sini, akan muncul gagasan strategis pemecahan problem kemanusiaan global dan kebangsaan negeri ini. Problem paling menarik yang sering diajukan cendekiawan jalanan ialah hubungan peningkatan kognisi tentang ajaran Islam dan kesemarakan ibadah dengan pemberantasan korupsi dan kemiskinan sekaligus kekerasan atas nama Tuhan.
Dalam konteks lain, kesiapan sebagian umat Islam membayar puluhan juta biaya untuk mengulang naik haji dan umrah, zakat, sedekah, infak, dan fitrah seperti tidak berhubungan dengan pencegahan korupsi dan pembebasan umat dari penderitaan akibat kemiskinan. Semarak haji berulang-ulang, peningkatan kognisi ajaran Islam, seolah beriringan dengan maraknya korupsi dan ketidakpedulian pada penderitaan orang lain akibat kemiskinan.

Karena itu, Ramadhan tahun 2015 ini, penting dijadikan momentum penegasan kembali fungsi produktif ibadah, terutama yang terkait dengan penguatan ibadah sosial yang ikut serta memberantas kemiskinan di Indonesia. Salah satu bentuk pemberantasan kemiskinan tersebut adalah, penyaluran zakat mal danzakat fitrah, infak dan wakaf bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi umat.

Akhirnya, secara implisit penulis mempersepsikan puasa yang kita jalankan selama Ramadhan ini menjadi momentum menahan tindakan-tindakan korupsi yang kita lakukan selama ini. Apalagi, belakangan ini badai korupsi semangat kuat yang melibatkan elite partai berkuasa. Karenanya, puasa sejatinya adalah jihad melawan kemiskinan. Kini, kita sudah memasuki bulan Ramadhan, maka saatnya melakukan jihad melawan nafsu. Jangan serakah korupsi dan jihad melawan kemiskinan untuk peduli sesama umat.(ardi)

Pos terkait