PTPN Dalam Pusaran Hutang 40 Triliun Lebih

Labuhanbatu,KPonline – “PTPN DALAM PUSARAN HUTANG 40,TRILIUN LEBIH”
Oleh : Anto Bangun
Sekretaris KC FSPMI Labuhanbatu.

“Tantangan yang kami hadapi ini ada tiga BUMN salah satunya PTPN yang mempunya nilai utang cukup besar Rp 40 triliun, lebih”Kata Erick Thohir Meneg BUMN dikutip dari Okezone Kamis 21 Januari 2021.

Sementara Abdul Ghani dalam keterangannya yanng termuat di Kontan Co.Id edisi
Selasa, 20 April 2021, mengatakan” penandatangan ini merupakan bentuk kepercayaan kreditur sindikasi USD dalam mendukung upaya transformasi PTPN Group, sekaligus menandai terpenuhinya persyaratan pencairan Dana Investasi Pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

PernyataanAbdul Ghani Dirut PTPN III Holding terkait dengan Penandatanganan perjanjian restrukturisasi utang yang juga disaksikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury.

Restrukturisasi utang bukan berarti hapusnya utang, tetapi sebuah sistim pada perbankkan yang memberikan keringanan kepada debitur untuk membayar cicilan utangnya.

Holding adalah perusahaan induk yang membawahi beberapa perusahaan lain yang berada dalam satu group perusahaan.

Holding telah menjadi realita dalam kondisi menghadapi ekspansi dan kemampuan beradaptasi terhadap pengaruh internal dan eksternal.

Penyelamatan harus dilakukan, dan pemerintah tidak harus mengambil pemimpin dari luar perkebunan, sebab orang luar belum tentu paham tentang kultur dan budaya perkebunan.

Yang sangat dibutuhkan adalah seorang pemimpin yang paham kultur dan budaya perkebunan dan bagaimana membuat dan melaksanakan kebijaksanaan yang penuh kearifan yang mengurai dalam kehidupan kita sehari-hari.

Bak kata pepatah lama, “Jauhari bijaksana, tau dibayang kata sampai, terkilat ikan dalam air sudah tau dia jantan betinanya,”

Seorang pemimpin haruslah mumpuni sehingga mampu melahirkan kader-kader profesional yang memiliki spesialisasi.

Dengan mata batinnya dituntut memiliki kemampuan menemukan orang yang terbaik untuk dikader menjadi yang terbaik berdasarkan kejernihan hati agar setiap orang di dalam dadanya sama isinya, sama hatinya, sama pikiran-pikirannya untuk berpacu dengan kekuatan dirinya, mendorong BUMN perkebunan ini menjadi tiang penyangga ekonomi dalam negeri yang semestinya itulah porsinya.

Kultur kebun seperti yang sudah kita urai di atas, hanya mampu menghasilkan pekerja dengan kekosongan kepemimpinan.

“Yang pintar banyak, tapi yang cerdas dan jujur sulit ditemukan”

Keliru menerjemahkan kebijaksanaan akan menjadi bumerang dalam pembangunan ke depan.

Obat mujarab untuk itu tentulah revolusi mental.

“Mental budak yang terbiarkan selama ini harus dikikis habis. Tidak ada lagi yang namanya Tuan Besar dan Koeli Kontrak, semua sama dalam kesatuan kerja bernafaskan Pancasila,dan kegotongroyongan”

Mental korupsi, mental suap demi memperoleh sebuah jabatan meskinya sudah dikikis.

Sekali air bah datang seketika itu pantai berubah, sebuah pepatah yang mengandung makna
“jika pucuk pimpinan bertukar, biasanya peraturan dalam sistem kerja berubah pula,logikanya tidaklah harus seperti itu, pucuk pimpinan yang baru semestinya mampu bekerja lebih baik dari pendahulunya.

Perubahan menuju revolusi mental akan menjadi kenyataan.

Budak-budak berdasi tak dibutuhkan dalam era manajemen profesional.

Lalu, ketika semua gamang memang bukan suatu keanehan dalam sistem manejemen konvensional, karena dulu gaya pergaulannya Asal Bapak Senang (ABS) sudah biasa, maka sekarang tentu borok itu harus dibuang. Mudah-mudahan yang seperti ini tidak terjadi lagi.

Akan sangat disayangkan ketika BUMN perkebunan sebagai lambang kejayaan agraris bumi Nusantara ini jatuh terseok, maka sekian juta manusia yang bergantung hidup menuntut kesejahteraan akan pergi ke mana?

Tentu bila cita-cita membangun negeri ini menjadi bakti hidup setiap orang di PTPN maka kita harus mampu bangkit dan berkata mari bersama menjadi Tuan di negeri sendiri.

Namun realita hari ini jauh sangat bertolak belakang dengan harapan, utang sejumlah 40 Triliun Rupiah lebih, memupuskan harapan, perlahan tapi pasti sebagian aset harus dilepas, terkecuali Negara mau menalangi utang tersebut.

Tentu kita bertanya kenapa setelah holding harus ada utang sebesar itu..?

Disisi lain mungkin banyak yang belum menyadari bahwa PTPN adalah perusahaan warisan dari sejarah perjuangan, PTPN ada dari hasil perebutan perusahaan asing kemudian di Nasionalisasi menjadi perusahaan negara.

Mungkinkah suatu saat nanti PTPN ini hanya tinggal sebuah catatan di buku memory..?

Meskinya tidak, sebab bila dilihat dari sistim pengelolaannya yang diduga masih kental dan sarat dengan dugaan pelanggaran dan kejahatan ketenagakerjaan, harusnya untungnya belipat ganda.