Pilkada Halmahera Tengah: Demokrasi Subtansial dan Dominasi Oligarki

Pilkada Halmahera Tengah: Demokrasi Subtansial dan Dominasi Oligarki

Setelah pemindahan Ibu Kota Halmahera Tengah dari Tidore ke Weda. Rakyat Halmahera Tengah sudah empat kali merayakan pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati. Proses demokrasi mulai meningkat, kesadaran politik rakyat semakin meluas. Demokratisasi di Halmahera Tengah terus berjalan dengan baik.

Berkaitan dengan hal itu pemilihan kepala daerah  (pilkada) menjadi sebuah instrumen penting dalam rangka memperlancar pemindahan kekuasaan. Pilkada berarti memastikan bahwa proses pemilihan benar-benar mencerminkan kehendak rakyat, bukan sekadar hasil dari permainan politik para elite.

Bacaan Lainnya

Namun ada yang berbeda dengan Pilkada Halmahera Tengah tahun ini  (2024). Sejak perusahaan raksasa Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Menancapkan investasinya. Halmahera Tengah menjadi rebutan berbagai pihak. Segala upaya dilakukan agar mereka bisa menguasai Halmahera Tengah. Pihak yang paling punya kepentingan untuk menguasai ialah para pemegang kapital ekonomi keruk dan oligarki.

Pemegang kapital dan oligarki adalah orang-orang yang ingin mengakumulasi kekayaan mereka melalui pencurian sumber daya alam. Mereka menggunakan berbagai cara agar kepentingan mengakumulasi kekayaan bisa tercapai. Termasuk mengintervensi Pemilihan Kepala Daerah.

Situasi demikian yang saat ini terjadi dalam Pemilihan Kepala Daerah di Halmahera Tengah (2024). Padahal sebagai sebuah daerah menjadi bagian dari Indonesia, demokrasi dianut sebagai jalan untuk mengurus pemerintahan. Demokrasi subtansial terus menerus di dorong agar Halmahera Tengah semakin baik dalam Indeks demokrasi.

Namun sungguh mengerikan! Pasalnya Pilkada Halmahera Tengah Tahun 2024. Keluar dari jalur demokrasi subtansial. Hal itu terjadi ketika para oligarki mengintervensi Pilkada Halmahera Tengah. Dengan menitipkan figur boneka untuk ikut bertarung.

Figur tersebut ialah orang yang dalam Film Dirty Vote, disebut sebagai para Penjabat Kepala Daerah (pengganti bupati dan wakil bupati yang masa jabatannya selesai tahun 2022). Mereka dislundupkan dari bawa meja raja Jawa untuk memenangkan anak sang raja dalam pertarungan pilpres 2024.

Usut punya usut para Penjabat tersebut  turut bertarung dalam Pilkada 2024. Termasuk pada pestas demokrasi (Pilkada) Halmahera Tengah 2024. Sejak menjadi Penjabat Bupati Halmahera Tengah 2022-2023 (satu tahun tuju bulan). Ia melahirkan berbagai kebijakan yang kontroversial. Memakai topeng populisme palsu. Ia menghipnotis rakyat Halmahera Tengah. Hingga banyak yang tertipu.

Padahal ia sedang menjalankan  kepentingan besar oligarki untuk mendominasi Halmahera Tengah. Hal ini bisa diperiksa, ketika ia mengeluarkan kebijakan mencabut Keputusan Bupati Halmahera Tengah Nomor 556/KEP/382/2021 tentang penetapan Geosite Boki Moruru dan sekitarnya sebagai prioritas pengembangan Geopark Halmahera Tengah. Pencabutan keputusan ini dikeluarkan Ikram melalui surat Keputusan Bupati Halmahera Tengah nomor 180/ KEP/140/2023. Keputusan itu menjadi pintu masuk bagi perusahaan tambang nikel serta batu gamping untuk menjarah kandungan nikel dan batu gamping Goa Boki Maruru. (hasil riset betahita.id).

Ikram Malan Sangaji terlibat menandatangani berita acara  terkait batas wilayah Halmahera Tengah dan Halmahera Timur bernomor 1198/BA-200.12.PB.06.q/VI/2023. Berita acara ini syarat dengan kepentingan penguasaan sumber daya alam. Kenapa demikian? Karena isi dalam berita acara mengikuti logika Undang-undang Cipta Kerja terkait penentuan batas wilayah. Berbagai riset menunjukan bahwa  penentuan batas melalui undang-undang Ciptaker. Berpotensi memperluas pengerukan sumber daya alam serta devorestasi.

Tak hanya itu ia juga mengeluarkan kebijakan Tax Amnesti untuk pajak restoran berbagai perusahaan tambang. Padahal di masa pemerintahan sebelumnya (Edi Langkara dan Abd Rahim Odeyani) telah menetapkan kebijakan pajak progresif bagi restoran perusahaan-perusahaan tambang di Halmahera Tengah. Ia juga diduga melakukan politik ijon dana pembangunan.  Skema dan praktik ijon ini ia gunakan untuk menjadikan dana bantuan sosial (bansos) ataupun hibah dan proyek pembangunan infrastruktur sebagai uang bancakan untuk kepentingan politik praktisnya.

Mantan Penjabat Bupati itu bernama Ikram Malam Sangaji. Dalam Pilkada Halteng 2024 ia diusung oleh Partai Koalisi KIM+ (Gerindra, Golkar, PBB, Hanura) berpasangan dengan Ahlan Jumadil. Ketika meniatkan diri bertarung dalam Pilkada Halmahera Tengah. Ia telah menabrak-menabrak prinsip-prinsip Aparatur Sipil Negara (ASN). Membajak demokrasi subtansial demi melancarkan kepentingan politik demokrasi proseduralnya.

Saat memburu partai sampai menerima rekomendasi dari empat partai. Statusnya masih Penjabat Bupati Halmahera Tengah (ASN). Sungguh tragis bukan? Ia bahkan tidak tunduk pada aturan perundang-undangan yang melarang ASN untuk berpolitik. Tak sampai disitu, ia juga memobilisasi ASN. Termasuk memainkan politik klientelisme bersama Penjabat Bupati Halmahera Tengah saat ini. Pastinya ia juga disokong dana oleh para oligarki.

Hingga tiba pada momentum pencoblosan 27 November 2024. Ia merai suara terbanyak di seluruh TPS di Halmahera Tengah. Suara tersebut sangat konstan. Pasalnya selama Pilkada di Halmahera Tengah baru terjadi. Perolehan suara ini telah dipersiapkan mulai sejak awal ia menjabat. Melalui cara-cara dirty politics. Jika hal ini dibiarkan, maka rakyat Halmahera Tengah akan membayar mahal dan menjadi korban lima tahun kedepan. Pasalnya dominasi oligarki, mengintervensi Pilkada Halmahera Tengah melalui Ikram Malan Sangaji. Akan diganti dengan penyerahan seluruh sumber daya alam. Untuk kepentingan akumulasi kekayaan para pemegang kapital dan oligarki.

Maka hanya ada kalimat ” perjuangan demokrasi subtansial harus terus dilanjutkan”. Karena kalau dibiarkan maka pembangunan peradaban yang memanusiakan manusia di Halmahera Tengah akan berhenti. Diganti dengan peradaban yang tidak manusiawi. Untuk itu langkah perjuangan demokrasi subtansial yang diperjuangkan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 2, Drs. Edi Langkara dan Abd Rahim Odeyani. Rakyat Halmahera Tengah harus berdiri tegak bersama mendukung perjuangan demokrasi subtansial melalui Mahkamah Konstitusi. Ini bukan tentang-tentang hanya memenangkan Pilkada. Tetapi lebih dari pada itu memajukan kualitas demokrasi di Halmahera Tengah dan menegakkan sepenuhnya demokrasi subtansial.

Maka berdasarkan fakta-fakta objektif tersebut. Mahkamah Konstitusi sudah seharusnya berdiri membela keadilan konstitusi. Pasangan Calon 03 Ikram Malan Sangaji dan Ahlan Jumadil harus di diskualifikasi oleh Mahkamah Konstitusi. Karena kalau membiarkan mereka berkuasa. Akan berdampak buruk bagi kehidupan rakyat Halmahera Tengah.

Penulis: Bintang Samudera

Pegiat Demokrasi

Pos terkait