Perang Pemikiran Dillan dan Milea

Bogor, KPonline – “Bang Dillan Mayday nanti ke Jakarta nggak ? tanya Milea dengan sangat hati-hati kepada sang cinta kasihnya. Hal ini cukup dimaklumkan, pasalnya Dillan sudah ditunjuk oleh oknum Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Nganu untuk berkoordinasi dan mengkoordinir seluruh DPC-DPC yang ada di seluruh Kabupaten/Kota.

Setengah berbisik, Milea mendekati daun telinga sang kekasih tercinta, ” Bagaimana kalau abang ikut ayang beib ke Jakarta, ke Istana Negara lohh Bang” dengan kecentilan dan kemanjaannya, Milea mencoba merayu Dillan. Tak dinyana dan tak disangka-sangka, Dillan tiba-tiba naik pitam dan mengeluarkan amarahnya yang sudah membuncah.

“Apa kata mereka nanti, jika mereka tau aku berangkat ke Jakarta ?” sambil membelalakan kedua bola matanya ke arah pandangan Milea. Milea tersentak kaget. “Sudah ada sejumlah uang masuk ke rekeningku. Bahkan sebagian sudah aku berikan padamu, Milea !”. Kaget bercampur marah dan kecewa, Milea pun menangis.

” Abang ini pengurus serikat buruh kan, bukan kaki tangan pengusaha-pengusaha hitam. Abang ini pejuang buruh kan, bukan pengkhianat atas apa yang sudah abang perjuangkan ?” teriak Milea tepat didepan hidung pesek Dillan yang menurut Milea aduhai.

“Terus, aku harus bagaimana sayang ?” tanya Dillan kepada sang kekasih yang sudah bersandar di bahunya semenjak tadi. Mereka pun akhirnya larut dalam isak tangis dan kepiluan. Berangkat ke Jakarta untuk menyuarakan kepedihan kaum buruh, atau menjadi panitia acara Mayday is A Fun Day di lapangan Pemda Kabupaten Nganu, yang diisi kegiatan jalan santai, doorprizes, musik dangdut dengan biduanita-biduanita yang aduhai, seksi dan menggoda birahi.

Terjadi perang pemikiran didalam otak dan hati Dillan. Hati nuraninya diobrak-abrik oleh kebutuhan dapur yang memang harus tetap “ngebul”. Tapi disisi lain, hati nuraninya diketuk-ketuk oleh kebenaran dan suara-suara kaum buruh yang semakin menyedihkan dan memprihatinkan.

Sudah menjadi rahasia umum, setiap Mayday, pihak pemerintah dan pihak pengusaha akan ” jor-joran” mengucurkan sejumlah rupiah untuk dana kegiatan Mayday yang (katanya) lebih manusiawi. Di sejumlah daerah, diadakan jalan santai, fun bike, panggung musik dan memanggul biduanita. Hahhh !

Yang membuat miris adalah, ada beberapa oknum pengurus serikat buruh yang “berusaha” menjadi panitia acara Mayday versi pemerintah. Dan mereka mengamini dan mensyukuri atas kegiatan tersebut. Apakah ngebulnya dapur atau atas dasar “harmonisasi hubungan industrial” diantara stake-holder dan pemangku kepentingan, sehingga arti dan makna Mayday harus “diabu-abukan” ranahnya ?

Dan pada akhirnya, keputusan ada di tangan dan hati nuraninya Dillan seorang. Hingga Milea pun hanya bisa pasrah, sambil memasak makanan kesukaan Dillan dari hasil dana panitia acara Mayday is A Fun Day.

Sambil memasak, Milea pun merencanakan akan melakukan “perselingkuhan” dengan Mukidi. Yaa, Mukidi berniat mengajak Milea untuk melaksanakan Mayday di Jakarta. Bukan sebagai peserta massa aksi tentunya, tapi Mukidi akan mengajak Milea menonton para buruh yang datang ke Jakarta, dan menonton buruh-buruh itu dari balik tembok istana sambil tertawa. (Rinto)