Pengusaha Manfaatkan Pandemi Untuk Melakukan Hal Yang Merugikan Pekerja

Buruh melakukan gerakan tolak PHK

Purwakarta, KPonline – Keuntungan yang didapat selama puluhan tahun, mungkin tidak pernah diungkapkan. Namun, pandemi yang baru saja berlangsung beberapa bulan, mereka ciak-ciak kerugian seperti anak ayam yang kehilangan induknya.

Lucunya, hal tersebut dilakukan tanpa transparansi data keuangan/kerugian yang jelas serta sebenarnya kepada pekerja.

Bacaan Lainnya

Yah, begitulah dalam dunia usaha. Diduga kebanyakan dari pengusaha atau pemberi kerja, “berengseknya” lebih mengedepankan konsep atau pola untung dan rugi daripada hati nurani.

Alasan laju pergerakan bisnis yang melambat, kemudian berhujung pada menurunnya pendapatan akibat pandemi Covid-19, kini menjadi trend center yang dimanfaatkan oleh suatu perusahaan yang sudah berdiri selama puluhan tahun di Tanah Air untuk melakukan efesiensi dengan mem-PHK para pekerja.

Selanjutnya, sesuai Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Bila PHK itu terjadi dan tidak bisa dihindari karena efisiensi, maka perusahaan wajib membayar pesangon sesuai ketentuan pasal 164 ayat (3) dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4).

Namun, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa perusahaan bisa melakukan PHK karena efisiensi setelah menempuh upaya-upaya sebagai berikut:

a. mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur;

b. mengurangi shift;

c. membatasi/menghapus kerja lembur;

d. mengurangi jam kerja;

e. meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu;

f. tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya;

h. memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

Selain daripada itu, pasal 27 ayat (2) UUD 45 menyebutkan, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Oleh sebab itu, bila mengacu pada Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar (UUD) 1945, negara melalui dinas terkaitnya harus hadir disini. Baik itu melalui sebuah kebijakan ataupun solusi. Agar dimana selanjutnya, bukan suatu hal yang mudah bagi pengusaha untuk melakukan PHK kepada pekerja.

Kecuali, setelah memasuki masa pensiun atau perusahaan tutup secara permanen, PHK menjadi pangkat terakhir yang layak didapat atau disematkan kepada pekerja.

Pos terkait