Pengaturan Penggunaan Hak Pilih Dalam Pemilihan Umum Tahun 2019

Penyusunan daftar pemilih dalam pemilu 2019 memiliki perbedaan pendekatan dengan pemilu 2014 yang perlu dilihat secara menyeluruh, tertib konsekwensi dan berpegang pada prinsip perlakuan yang sama kepada setiap pemilih dengan berdasar pada UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Secara umum ada tiga hal pokok dalam Regulasi Penyusunan Daftar Pemilih untuk Pemilu 2019 yang saling berkaitan erat serta membuat teknis penyelenggaraan pemilu 2019 berbeda dengan Pemilu 2014

Bacaan Lainnya

1. Basis pendataan berdasarkan alamat de jure, yaitu merujuk pada alamat di KTP-el (UU 7/2017 PKPU 11/2018 Pasal 4 ayat 2d) berbeda dengan sebelumnya berdasarkan alamat de facto. Penyusunan DPT berbasis alamat KTP-el pemilih, sehingga pendaftaran pemilih dalam pemilu 2014 seperti kasus: mahasiswa dgn alamat pd dokumen kependudukan diluar Jogja yang kuliah di Jogja didata dan masuk pada DPT tidak dapat lagi dilakukan. Begitu pula untuk pemilih mahasiswa yg kualih dgn berasrama serta narapidana. Dalam kegiatan coklit, pemilih dgn kondisi tersebut dicatat dalam FORM KHUSUS / A-Khusus.

2. Ketentuan Pindah Memilih yang diatur pada UU 7/2017, mengatur Pindah Memilih bisa dilakukan dengan sebelumnya terdapat dalam DPT dan konsekwensi pindah memilih nama ybs dihapus dari DPT Pasal 348, ayat 6, dengan demikian dapat terjadi pengurangan jumlah DPT. Pengurangan jumlah DPT terkait dengan alokasi surat suara sebagaimana diatur pada Pasal 350 ayat 3 (jumlah surat suara di TPS = DPT dan DPTb ditambah 2%) dengan batas waktu pindah memilih diatur pada Pasal 210 ayat 1 (selambat-lambatnya 30 hari sebelum hari pemungutan suara. Pada pemilu 2014 hal tersebut berbeda, yaitu terkait Surat Suara di TPS hanya DPT dan 2% sebagai cadangan serta batas waktu pindah memilih sampai dengan H-7 / H-3 serta tidak ada penghapusan pemilih dari DPT yang berkonsekwensi pada pengurangan jumlah DPT;

3. Prinsip representasi atas surat suara pada pemilu 2019 diatur berbasis alamat pada KTP-el yang berkonsekwensi apabila pindah memilih pada Pasal 348 ayat 4 yaitu:
3.1. Mendapat 1 surat suara saja (pilpres) apabila pemilih pindah memilih lintas provinsi;
3.2. Mendapat 2 surat suara saja (pilpres dan pildpd) apabila pindah memilih hingga keluar dapil dpr ri namun dalam lingkup 1 provinsi;
3.3. Mendapat 3 surat suara (pilpres, pildpd, pillegnas) apabila pindah memilih hanya keluar dapil dprd provinsi namun masih dalam lingkup dapil dpr ri;
3.4. Mendapat 4 surat suara (minus pillegkab/ko) apabila pindah memilih hanya keluar dapil dprd kab/ko;
3.5. Mendapat 5 surat suara apabila pindah memilih tidak keluar dapil dptd kab/ko.
Pengaturan tersebut tidak terjadi pada pemilu 2014, yaitu pindah memilih kemanapun tetap mendapat 4 surat suara kecuali pindah memilih ke luar negeri.

Penyusunan TPS
Pengaturan teknis penyusunan daftar pemilih per TPS oleh KPU pada Peraturan KPU No. 11 tahun 2018, Pasal 9. Salah satu klausul Pasal 9 ayat 3e, tidak menggabungkan pemilih lintas kelurahan/desa atau sebutan lain berdasar alamat KTP-el pemilih. Dengan demikian pengaturan penyusunan pemilih di TPS dalam DPT tidak dapat mengakomodasi pemilih yg diluar ketentuan pembagian pemilih sebagaimana diatur pada pasal 9 ayat 3 tersebut.

DPT, DPTb dan DPK
Dalam penyusunan daftar pemilih untuk pemilu 2019 diatur 3 kelompok daftar pemilih, yaitu
1. DPT (Buku Ketiga, Bab V, Bagian Kelima : Penyusunan Daftar Pemilih Tetap/DPT),
2. DPTb (Pasal 210 ayat 1) dan
3. DPK (Pasal 348 ayat 8 dan Pasal 512).
Pemilih dalam DPT dan DPTb dijamin UU 7/2017 mendapatkan surat suara di TPS, sedangkan pemilih dalam DPK tidak dijamin.

Pindah Memilih di Lapas/Rutan
Terkait pemilih di Lapas/Rutan menjadi satu dari delapan keadaan tertentu yang masuk dalam kategori Pindah Memilih pada Bab VII DAFTAR PEMILIH TAMBAHAN. Pengaturan tersebut dalam PKPU 11/2018, Pasal 36 Ayat 3e. Dengan demikian, perlakuan Pemilih di rutan/lapas bukan dengan DPT tapi DPTb, kecuali pemilih dilapas/rutan tinggal di dalam rutan/lapas seperti: pegawai lapas, sipir, narapidana.

Pengaturan untuk DPTb dengan delapan keadaan tertentu yg relatif sama dengan pemilih narapidana di Lapas/Rutan seperti:
1. pelajar dan mahasiswa dengan model pendidikan boarding school atau berasrama seperti: Mahasiswa IPDN, dsj;
2. penyandang disabilitas di panti sosial/panti rehabilitasi;
3. menjalani rehabilitasi narkoba di tempat rehabilitasi, dsj-nya;
Diperlakukan secara sama, yaitu masuk dalam DPTb.

Konsekwensi teknis penyelenggaraan pemilu untuk pemilih yg menjadi narapidana di lapas/rutan atau pelajar dan mahasiswa dengan model pendidikan boarding school, dsj terkait dengan 3 hal pokok pengaturan dalam UU 7 tahun 2017 sebagai berikut =
1. Pemilih narapidana, mahasiswa/pelajar/peserta rehabilitasi dsj yg KTP-elnya tidak beralamat di rutan/lapas/sekolah/kampus/panti rehabilitasi harus tetap terdaftar di DPT sesuai alamat pada KTP-el masing2x;
2. Pengurusan pindah memilihnya dilakukan setelah DPT ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota;
3. DPTb dijamin oleh UU untuk mendapat Surat Suara di TPS. Pengaturan ini sebagai solusi atas realitas pemilu 2014, yaitu kasus pemilih DPTb di berbagai daerah tidak mendapat Surat Suara karena Surat Suara di TPS disediakan hanya utk Pemilh DPT;
3. Dapat terjadi pembentukan TPS yang mayoritas pemilihnya adalah DPTb karena pemilih DPTb telah dijamin UU untuk mendapatkan Surat suara. Kondisi ini berbeda dengan pemilu 2014 dimana pemilih DPTb tidak dijamin UU mendapat surat suara di TPS;

Oleh: Viryan

Pos terkait