Penegakan HAM Buruh Indonesia Masih Lemah

Buruh menolak PP 78/2015 tentang Pengupahan

Jakarta, KPonline – Tanggal 10 Desember diperingati sebagai Hari Hak Azasi Manusia (HAM) International. Peringatan hari HAM Internasional ditandai dengan dikeluarkannya Declaration Of Human Rights (DUHAM) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada Tahun 1948.

Analis Ekonomi & Politik Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga mengatakan, dalam DUHAM tersebut ada 4 hak yang melekat dalam diri manusia yaitu, hak personal, hak legal, hak sipil dan hak politik.

Apabila dikaitkan dengan situasi buruh atau pekerja di Indonesia saat ini, penegakkan dan eksistensi HAM perburuhan di era Presiden Jokowi masih rendah.

“Indeks pengakuan HAM perburuhan di Indonesia masih rata-rata 60 atau setingkat C,” ujar Andy William.

Menurut Andy, indikator penilaian tersebut adalah belum tegaknya ILO Core Convention (Konvensi Dasar Organisasi Buruh Internasional), yaitu hak kebebasan berserikat atau berorganisasi, hak berunding, hak memperoleh perlindungan sosial atau jaminan sosial, dan hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dalam upah dan pekerjaan.

Dikatakan Andy, walaupun kebebasan berserikat telah diakui dalam UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, tetapi trend pemberangusan serikat buriuh atau union busting masih tinggi.

“Banyak buruh/pekerja yang Di-PHK dan didemosi ketika mendirikan serikat pekerja yang mayoritas terjadi di perusahaan manufaktur,” imbuh Andy.

Di sisi lain, hak untuk mendapatkan perlindungan atau jaminan sosial sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jamnan Sosial (BPJS) belum sepenuhnya dipenuhi perusahaan.

“Menurut data yang kami himpun, baru 8 persen buruh yang terlindung jaminan sosial. Buruh di sektor perkebunan khususnya sawit dan karet yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan masih belum dilindungi oleh BPJS. Ironisnya ketika buruh perkebunan meminta diikutkan BPJS akan Di-PHK oleh pengusaha,” tegas Andy.

Selain itu, kata dia, diskriminasi upah dan pekerjaan juga masih tinggi. Apalagi keberadaan PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan masih debateable dan ditolak sebagian besar serikat pekerja/serikat buruh dikarenakan dihilangkannya fungsi negosiasi serikat pekerja.

“Kami meminta agar Presiden memerintahkan Menaker Hanif Dhakiri untuk segera menuntaskan penegakkan HAM Perburuhan. Agar HAM buruh pekerja Indonesia bisa tegak dan angka pelanggaran HAM buruh Indonesia dapat diminimalkan,” tandas William. (*)

Sumber: Pojok Satu