Pelemahan Supremasi Hukum Ketenagakerjaan

Labuhanbatu,KPonline – Supremasi hukum (Rule of Law) merupakan suatu upaya memberikan jaminan kepastian serta terciptanya rasa keadilan yang netral, dimana setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan kedudukan dan perlakuan yang sama dimuka hukum (Equality before the law)

Tetapi pada kenyataannya perlakuan yang adil dan sama dimuka hukum bagi setiap orang tidak berlaku kepada kaum Buruh di Negeri ini.

Duapuluh satu Tahun reformasi sudah bergulir, hukum ketenagakerjaan belum tegak sebagaimana harapan seluruh Buruh di Negeri ini. Buruh tetap dihadapkan kepada gejala melemahnya ideologi hukum dan Rule of Law.

Karakter dan prilaku para penegak hukum sepertinya kembali kepada masa lalu yang rentan akan korupsi, penyalahgunaan wewenang dan jabatan bahkan hingga mengarah kesebuah pengkhianatan terhadap keadilan.

Korupsi tak berhenti, hukum tak berdaya. Pilar-pilar negara hukum itu ternyata keropos dan memang cenderung anti-reformasi. Tidak salah jika sekarang banyak yang bertanya quo vadis (Kemana kau pergi) negara hukum.

Kebebasan para pemilik modal melakukan pelanggaran hukum, tindak pidana kejahatan ketenagakerjaan yang hampir terjadi diberbagai perusahaan adalah sebuah bukti Rule of Law belum tegak, dan hukum fungsinya tidak lagi sebagai panglima tertinggi untuk melindungi segenap rakyat utamanya kaum Buruh.

Hukum tampil kejam kepada yang lemah, tajam kebawah tumpul keatas, Hukum tidak ubahnya seperti jaring laba-laba yang hanya mampu menangkap seekor nyamuk, dan membiarkan elang terbang bebas.

Pelemahan hukum dibidang ketenagakerjaan, ditandai dengan kesengajaan pemerintah tidak mencukupi kebutuhan aparat penegak hukum dibidang ketenaga kerjaan, hal ini dapat dilihat pada satu Kantor Unit Pelayanan Teknhis (UPT) Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi yang membawahi hingga lima daerah Kabupaten/Kota dengan jarak tempuh hingga lebih dari 100 Kilo Meter, yang didalamnya terdapat ratusan perusahaan dengan puluhan ribu tenaga kerja.

Sebut saja misalnya UPT Wasnaker Wilayah- IV Provinsi Sumatera Utara, yang membawahi Kabupaten Batu Bara, Asahan, Kotamadya Tanjung Balai, Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu dan Labuhanbatu Selatan, dengan jumlah personil hanya 10 orang, dan Pegawai Pengawas hanya 5 orang.

Kemudian selain keterbatasan jumlah personil, dapat dimungkinkan biaya operasional dibatasi, sehingga para personil tidak mampu dengan maksimal melakukan pengawasan.

“Sesuatu yang sangat mustahil biaya operasional didalam menjalankan tugas pengawasan biayanya bersumber dari gaji mereka, karena peruntukan gaji tersebut adalah untuk kebutuhan hidup keluarganya”

Lambatnya penanganan perkara pidana ketenagakerjaan dikepolisian adalah sisi lain bukti Rule of Law dibidang ketenagakerjaan sengaja dilemahkan, hal ini dapat dilihat pada penanganan perkara pidana kejahatan ketenaga kerjaan di PT Nagali Semangat Jaya, Desa Sonomartani Kecamatan Kualuh Hulu Kabupaten Labuhanbatu Utara Provinsi Sumatera Utara, yang sudah hampir tiga tahun di Polres Labuhanbatu hingga hari ini belum juga tuntas.

Dari sekelumit fakta tersebut diatas, dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa tidak tegaknya supremasi hukum ketenagakerjaan sengaja diciptakan oleh pemerintah demi menjaga hubungan baik antara pemerintah dengan pengusaha (pemilik modal).

Pemerintah tidak pernah melihat dengan jernih bahwa antara pengusaha dengan pekerjanya adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Wajar saja hari ini kaum Buruh di Negeri ini sangat meragukan bahwa negara ini adalah negara hukum dengan palsafahnya menjunjung tinggi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dan bertanya Quo Vadis Negara Hukum.

Penulis: Anto Bangun.
Sekretaris PC.FSPMI Labuhanbatu.