Pandangan Buruh FSPMI Di Surabaya Terkait Disparitas Upah Yang Terjadi Di Jawa Timur

Surabaya,KPonline – Besar pasak dari pada tiang mungkin pepatah itulah yang bisa di gambarkan pada sisi kehidupan buruh/pekerja di jaman sekarang, Bagaimana tidak? Setelah diterbitkannya PP No. 78/2015 buruh di Indonesia seakan memasuki lubang kesengsaraan.

Padahal sudah tertulis jelas di UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yakni di Pasal 90 ayat (1) yang berbunyi ” Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89. ” Tapi kenyataannya dilapangan masih banyak pengusaha nakal yang membayar upah di bawah UMK.

Bacaan Lainnya

Di Surabaya sendiri upah setiap bulannya jika sesuai aturan yang berlaku adalah kurang lebih sebesar Rp 3.580.000,. Namun dengan upah sebesar itu pun, dirasa masih belum mampu menutupi pengeluaran setiap harinya. Kalau di hitung secara matematika pasti buruh di Surabaya banyak yang meninggal akibat upah yang diterima, masih jauh dari kata layak.

Yang lebih miris lagi di Kabupaten Lamongan, UMK di kota yang terkenal dengan Soto Lamongannya tersebut adalah kurang lebih sebesar Rp.1.850.000,. Lalu apa bedanya Surabaya dengan Lamongan, dari segi jarak, beda 2 kota tersebut hanya terpaut sekitar 1 jam perjalanan, dari segi penghitungan sembako harga juga sama, harga BBM juga sama, harga-harga barang di modern market (swalayan) seperti alf*mart dan ind*mart juga sama, makanan di pinggir jalan seperti nasi bebek, soto, sate, dan rawon juga sama. Tapi kenapa gaji di dua kota tersebut bedanya hampir separuh lebih besar di Surabaya?

Disparitas upah yang ada di Jawa Timur terasa sangat jauh antara wilayah ring 1(satu) dan di luar wilayah ring 1(satu). Menurut data UMK tahun 2018 dapat disimpulkan bahwa besaran disparitas tersebut prosentasenya bisa mencapai lebih dari 130 % (Ring 1 sebesar Rp 3.580.000 sedangkan luar Ring 1 sebesar Rp.1.580.000).

Berbagai upaya untuk menghilangkan permasalahan terkait disparitas upah, mulai serius di perjuangkan oleh seluruh elemen SP/SB se Jawa Timur secara sukarela, termasuk yang telah dilakukan mulai Minggu (22/07/2018) ini, oleh buruh/pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang memiliki strategi khusus guna memperjuangkan hal tersebut, salah satunya adalah dengan cara melakukan survey harga kebutuhan pokok secara langsung di lapangan.

” Kami kaum buruh adalah merupakan aset penting pihak perusahaan bukan cuma sekedar hanya dianggap sebagai keset perusahaan, dan setiap tetes keringat buruh tidak lain adalah merupakan salah satu penyumbang terbesar pundi-pundi kekayaan pihak pengusaha. ” ujar Fery Andriyanto, salah satu pengurus Pimpinan Cabang SPL FSPMI Surabaya.

Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah aksi demonstrasi, anggota harus selalu siap ketika turun intruksi dari perangkat untuk melakukan aksi – aksi demonstrasi atau mengeluarkan pendapat dimuka umum, guna mendorong agar tuntutan yang sudah terkonsep bisa cepat direspon oleh pihak pemerintah selaku pengambil kebijakan.

” Kami tidak anti kapitalis, Kami pun tidak anti orang kaya, silahkan kaya tapi jangan abaikan peraturan yang ada. ” ujar Arif Fahrudin, salah satu pekerja aktif sekaligus anggota PUK SPL FSPMI PT CIP.

(Abdul Muis – Surabaya)

Pos terkait