Orang-orang “Gila” di Serikat Pekerja

Bogor, KPonline – Sudah menjadi kebiasaan saya, terbangun di tengah malam dan belajar menulis. Ya, menulis. Menulis apa saja. Bahkan hal-hal yang menurut orang lain tidak penting untuk ditulis pun pernah saya tulis.

Pernah saya menulis tentang kantong plastik di toko retail yang katanya harus bayar. Aneh kan! Lah wong saya kalau ke Pasar Inpres yang becek dan bau saja tidak pernah tuh dikenakan biaya tambahan plastik belanja. Piye jal?

Bacaan Lainnya

Dan malam ini pun, saya sudah terbangun seperti biasanya. Di tengah malam. Ditemani segelas kopi hitam dan sebungkus rokok kretek, ingatan saya melayang pada acara Musyawarah Daerah II Garda Metal Bogor Raya. Di acara Musyawarah Daerah II Garda Metal Bogor Raya ada pemandangan yang buat saya pribadi cukup mengharukan. Bahkan, sesak dada ini. Dan akhirnya tak tertahankan juga. Saya meneteskan air mata.

Diantara ratusan peserta Musyawarah Daerah II Garda Metal Bogor Raya hari itu, terlihat beberapa kawan mantan buruh. Mereka sudah tidak mempunyai PUK alias sudah bukan buruh lagi. Mereka ter-PHK, ada yang pabriknya bangkrut. Ini yang membuat saya tidak habis pikir, mereka masih mengenakan seragam kebanggaan garda terdepan FSPMI, Garda Metal.

Mereka mengenakan seragam PDH (Pakaian Dinas Harian) Garda Metal. Tapi ada juga yang tidak mengenakannya. Diantaranya beralasan karena seragam tersebut ada yang sudah hilang, lupa menyimpannya, bahkan ada yang dijadikan “kain topo” sama mertuanya. Kalau mitoha yang galak (Mitoha bahasa Sunda untuk Mertua red;) sudah berkehendak sulit untuk mengelak. Huuufff..

Saya termenung dalam sekejap, membayangkan apa saja yang mereka lakukan setelah ter-PHK. Menerawang dan sedikit berimajinasi tentang kehidupan keluarga kawan-kawan mantan buruh itu. Tak ada pekerjaan, tak ada kegiatan yang berarti dan beribu-ribu kemungkinan yang lain. Tapi ternyata, tidak semua yang saya bayangkan terjadi pada diri mereka. Ternyata rezeki mereka tetap mengalir dari pintu-pintu rezeki yang lain.

Slamet Wahyudin, anggota Garda Metal Bogor yang memperkuat Media Perdjoeangan Nasional.

Sebut saja Opa Slamet Wahyudin, salah seorang punggawa Tim Media Perdjoeangan Nasional. Dengan usianya yang sudah tidak lagi muda, semangat dan dedikasinya terhadap FSPMI selalu berkobar dan menggelora. Selalu hadir dalam setiap kegiatan dan aksi FSPMI dan KSPI dan tidak jarang sering mengocek dompet pribadi.

Ada lagi Babeh Murtadho, yang saat ini menjadi Pengusaha Empang. Usianya pun sudah tidak lagi muda, tapi semangat dan dedikasinya tak pernah lekang ditelan zaman. Masih gagah dengan setelan PDH Garda Metal, beliau disapa oleh hampir seluruh peserta Musda II Garda Metal Bogor Raya.

Terlihat Supri Izhar, Anwar Sanusi, Heru Purnairawan, Indra Rustandi, Nurdin, Andri Kurniana, Supriyadi “Ndut”, Aang, Kushaeri “Jiko”, Bang Dian alias Ali Bewok, Sugiono, dan kawan-kawan mantan buruh lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu (karena saya lupa, belum mengetahui atau malah belum mengenal mereka lebih dekat ; untuk itu mohon maafkanlah saya). Bahkan, Pangkorda Garda Metal Bogor Raya pun adalah seorang mantan buruh dimana PUK beliau bergabung di SPEE-FSPMI.

Pangkorda Garda Metal Bogor Raya, Ananto Prasetya.

Saya merasa malu.

Sambil mengusap tetesan air mata yang mulai mengalir di pipi, saya bergegas ke kamar mandi. Membasuh wajah seraya menghilangkan rasa sedih yang mulai menggelayuti rasa malu dalam diri ini. Mereka yang sudah bukan buruh lagi, masih mau dan tetap bersemangat dalam menggelorakan kobaran api perjuangan Kaum Buruh. Sedangkan saya, hanya bisa “ngopi gelas plastik” di pinggiran trotoar jalanan di setiap aksi-aksi.

Mereka masih terus memberikan sumbangsih terhadap organisasi, sedangkan saya hanya bisa memberikan COS yang tidak seberapa dibandingkan dengan pengorbanan mereka selama ini. Mereka masih terus berjuang tanpa memikirkan bayaran, sedangkan saya malah sibuk di pabrik dan masih berharap mendapatkan upah yang tinggi.

Merekalah pejuang buruh yang sebenarnya, sedangkan kita, ternyata diam-diam menitipkan nasib kita kepada mereka. Merekalah penggerak organisasi yang sebenarnya, sedangkan kita, untuk memutar roda organisasi ini pun enggan dan seringkali malas-malasan.

Saya hanya bisa tertunduk malu.

Salam Tunduk Hormat untuk kawan-kawan mantan buruh yang masih setia bergerak dan berjuang didalam garis perjuangan Kaum Buruh.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 Komentar