Mitra atau Pekerja Tidak Penting, yang Penting Ada Payung Hukum

Mitra atau Pekerja Tidak Penting, yang Penting Ada Payung Hukum

Ketua Aliansi Driver Online Batam Desak Pemerintah Akui Hubungan Mitra-Aplikator dalam Regulasi Khusus

Batam,KPonline Ketua Aliansi Driver Online Batam, Djafri Rajab, menegaskan bahwa perdebatan soal status pengemudi online sebagai mitra atau pekerja bukanlah hal utama. Yang paling penting, kata dia, adalah keberanian pemerintah untuk memberikan pengakuan hukum yang sah melalui undang-undang yang jelas dan berpihak.

Bacaan Lainnya

“Sekejam-kejamnya Omnibus Law, hubungan kerja yang diatur di Indonesia cuma dua: hubungan kerja formal dan kemitraan. Tapi menurut saya, yang paling penting adalah keberanian pemerintah memberikan pengakuan dalam bentuk undang-undang yang mengatur hubungan mitra dan aplikator,” tegas Djafri dalam sebuah forum mediasi baru-baru ini.

Ia menjelaskan bahwa apapun bentuk hubungan kerja antara pengemudi dan perusahaan aplikator, yang krusial adalah regulasi yang memuat kepastian hukum, perlindungan hak, jaminan sosial, sanksi tegas, dan mekanisme penyelesaian perselisihan.

“Selama hampir 10 tahun, sejak 2015, pemerintah hanya melempar wacana tanpa realisasi konkret,” ungkapnya.

Djafri menyebut setidaknya ada tiga hal mendasar yang selama ini belum diatur secara tegas:

  1. Status hubungan kerja antara mitra dan aplikator.

  2. Dasar hukum untuk layanan digital seperti transportasi penumpang, pengiriman barang, dan layanan makanan.

  3. Ketentuan tarif bersih kendaraan roda dua (R2) dan roda empat (R4) berdasarkan kategori layanan: hemat, reguler, hingga premium.

Lebih lanjut, Djafri mempertanyakan pernyataan pemerintah yang menyebut hubungan mitra dan aplikator sebagai “hubungan kerja kemitraan.” Ia menilai istilah itu justru memperkeruh keadaan jika tidak dilandasi dasar hukum yang jelas.

“Kalau sekarang pemerintah bilang hubungan mitra dan aplikator adalah hubungan kerja kemitraan, coba tanya: dasar hukumnya mana? Dan definisi hubungan kemitraan itu apa?” ujarnya.

Menurut Djafri, sebutan mitra atau pekerja bukanlah pokok masalah. “Mitra atau pekerja, itu tergantung isi undang-undangnya. Yang penting, ada keberanian untuk mengakui dan melindungi kami secara hukum,” tutupnya.

Pos terkait