Miris: Kerja Magang, Upah Dibatasi PP 78/2015, UU 13/2003 Akan Direvisi, dan Iuran BPJS Naik Lagi

Jakarta, KPonline – Bisa jadi ini terdengar sebagai keluhan. Atau mungkin juga rintihan. Secara bertubi-tubi, berbagai kebijakan yang diterbitkan seperti sedang mempreteli apa yang melekat dalam diri pekerja.

Betapa beratnya beban buruh Indonesia. Sudahlah kebijakan pemagangan berpotensi menjadikan pencari kerja terjebak dalam magang, kenaikan upah pun dibatasi PP 78/2015. Tidak cukup dengan semua itu, UU Ketenagakerjaan akan direvisi. Dimana arah dari revisi diprediksi akan membuat beleid ini semakin fleksibel. Hal ini ditambah dengan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan, yang tentu saja akan memberatkan rakyat.

Sebagaimana kita tahu, akhir tahun 2016, Program Pemagangan Nasional diluncurkan. Program ini dikhawatirkan akan menjadi pintu masuk terjadi eksploitasi di tempat kerja. Dimana seseorang bekerja selayaknya buruh, diwajibkan lembur dan bekerja dengan sistem sift, tetapi statusnya hanyalah pemagangan. Mereka hanya mendapatkan uang saku. Tanpa gaji.

Sebelumnya, kaum buruh dikagetkan dengan keluarnya PP 78/2015 tentang pengupahan. Kebijakan ini membatasi kenaikan upah hanya sebatas inflansi dan pertumbuhan ekonomi. Buruh menilai, beleid ini dibuat untuk menjaga agar upah buruh tetap murah.

Belum selesai sampai di situ. Kemudian muncul isu bahwa UU Ketenagakerjaan akan direvisi. Tidak tanggung-tanggung, rencana revisi ini disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden Indonesia yang mengaku tidak ada beban lagi karena terpilih untuk yang kedua kalinya ini mentargetkan revisi bisa selesai secepatnya.

Selesai sampai di situ? Tidak! Kini santer beredar kabar jika iuran BPJS Kesehatan akan dinaikkan.

Bagi buruh, ini adalah pukulan bertubi-tubi. Miris sekali.

Terhadap semua kebijakan itu, mereka sebenarnya tidak tinggal diam. Berbagai aksi demonstrasi dilancarkan untuk mendesak agar semua kebijakan di atas ditinjau lagi. Tetapi seperti tidak bisa dihentikan, aspirasi kaum buruh nyaris hanya menjadi angin lalu. Bahkan PP 78/2015 yang sudah dijanjikan akan direvisi pun hingga saat ini hanya sebatas janji.

Dalam sebulan terakhir, eskalasi aksi meningkat drastis. Merata hampir di semua wilayah yang menjadi basis industri. Apakah untuk yang kesekian kalinya aspirasi para buruh kembali tidak ditanggapi?

Jika saban hari kaum buruh mengeluhkan permasalahan-permasalahan di atas, itu bukan disebabkan otak mereka dipenuhi negatif thinking. Sebaliknya, mereka sedang berfikir positif. Sebab, jika apa yang menjadi aspirasi buruh dijalankan, bukan tidak mungkin kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa diwujudkan. Bukankah ini juga yang diamanatkan konstitusi?