Mirah Sumirat: PHK Pekerja Indosat Langgar UU Ketenagakerjaan dan PKB

Jakarta, KPonline – Mirah Sumirat selaku Presiden Aspek Indonesia mengecam cara cara manajemen Indosat yang melakukan PHK karyawan dengan melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan, dan mengabaikan Perjanjian Kerja Bersama yang telah disepakati, serta diiringi dengan paksaan dan ancaman kepada karyawan.

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati oleh Serikat Pekerja Indosat dan Manajemen Indosat, mensyaratkan untuk melakukan PHK Karyawan manajemen harus terlebih dahulu duduk bersama dengan Serikat Pekerja dan harus tercapai kesepakatan dari karyawan yang hendak di PHK sesuai UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak bisa manajemen melakukan PHK sepihak apalagi dilakukan dengan ancaman ancaman akan tetap melakukan PHK dengan mengurangi nilai uang pesangon karyawan setiap harinya apabila karyawan menolak

Mirah meminta manajemen Indosat untuk patuh menjalankan aturan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, terlebih saham terbesar Indosat saat ini dimiliki oleh Asing (Qatar), siapapun boleh berinvestasi di Indonesia, namun harus tetap mematuhi dan menjalankan dengan baik regulasi yang ada dan tidak boleh sewenang wenang terhadap pekerja Indonesia.

“Dalam kondisi pandemi seperti ini para pekerja sedang mengalami kesulitan, jangan ditambah lagi dengan perlakuan zalim dari para pimpinan perusahaan, melakukan PHK yang tidak beradab terhadap karyawan yang selama ini mengabdi kepada perusahaan dan ikut memajukan perusahaan.” Ujar Mirah yang juga menjabat sebagai Presiden Women Commitee Uni APRO untuk Asia Pasific

Senada dengan Mirah, Presiden Serikat Pekerja Indosat (SP Indosat) Roro Handayani juga menyampaikan “Saat ini banyak terjadi masalah dan kontroversi di PT Indosat, diantaranya semakin banyaknya tenaga kerja asing, kebijakan penghilangan fasilitas kesehatan pensiunan, dugaan mengabaikan PKB, dan PHK masal disaat perusaan sedang meraup untung, serta rekruitmen karyawan baru yang terus dilakukan.

Selain itu SP Indosat juga menolak adanya dugaan intimidasi/pelemahan serikat pekerja (union busting) dalam bentuk apapun. Pemerintah harus hadir sepenuh hati menegakkan hukum dan membela rakyatnya. Jika Negara belum bisa membeli kembali PT Indosat dari pihak asing, setidaknya Negara berkewajiban melindungi seluruh pekerja PT Indosat dari kebijakan oknum manajemen yang diduga menyengsarakan karyawan dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Roro juga meminta kepada Polda Metro Jaya, Polda Jawa Timur, dan Polda Lampung untuk serius menangani laporan SP Indosat terkait dugaan union busting yang dilakukan oleh manajemen Indosat, pelaporan tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 28 juncto Pasal 43 UU No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan ancaman sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 500.000.000,-.

Roro berharap dengan diprosesnya pelaporan dugaan union busting tersebut, hukum di Indonesia bisa ditegakkan sebagaimana mestinya dan pihak-pihak yang diduga melakukan tindak pidana union busting bisa dihukum atas perbuatannya. Selain itu Roro juga berharap kasus ini bisa menjadi efek jera dan menjadi pembelajaran agar manajemen perusahaan manapun tidak bertindak sewenang-wenang terhadap pengurus dan anggota Serikat Pekerja.

Mirah mengancam akan melakukan aksi besar didepan Istana Presiden apabila manajemen Indosat masih terus melakukan PHK sepihak kepada karyawan dan pengurus Serikat Pekerja Indosat.