Bogor, KPonline – Adalah pasangan Sanny Donovan (42 th) dan Ervina A (30 th) warga Bantarjati Kecaman Bogor Utara ini sedang berbahagia menyambut kelahiran sang buah hatinya. Anak keduanya ini dilahirkan secara Cesar di rumah sakit mulia Padjadjaran kota Bogor, pada 25 Oktober 2019 kemarin, sekitar pukul 10.20 WIB.
Usai operasi Cesar, Donovan langsung bergegas kekantor cabang BPJS Kesehatan Kota Bogor untuk mendaftar Kepesertaan sang buah hatinya, semua berjalan dengan baik sang anak yang baru dilahirkan sah menjadi peserta JKN-BPJS Kesehatan.
Namun kebahagiaan tersebut seketika sirna dan berubah menjadi kesedihan dan rasa bingung, setelah 6 jam sang buah hati dilahirkan, tiba-tiba ritme detak jantung bayi rendah dibawah 100 bpm. Informasi suster yang menangani, saat proses persalinan air ketuban pecah.
Setelah dilakukan pemeriksaan di laboratorium serta radiologis, dan hasil Rontgen dokter menyatakan bayi menderita MAS (Meconium Aspiration Syndrome). MAS adalah sindroma bayi yang mengalami kesulitan bernapas sesaat setelah lahir. Selanjutnya dokter mengharuskan bayi tersebut dirawat diruangan NICU (Neonatal Intensive Care Unit), namun pihak rumah sakit menyatakan bahwa ruangan NICU di RS tersebut tidak tersedia, sehingga bayi tersebut harus dirujuk ke rumah sakit lain.
Karena bingung harus berbuat apa, Donovan mencoba searching melalui mesin pencari Google untuk mencari bantuan, hingga akhirnya menemukan nomor handphone kami para relawan Jamkeswatch.
“Sekitar pukul 14;19 saya menerima pesan WhatsApp, bahwasanya Donovan sedang mengalami kesulitan untuk mendapatkan ruangan NICU.” Jelas Heri Irawan salah satu relawan Jamkeswatch.
Ia mencoba melakukan koordinasi dengan pihak BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan Kota Bogor juga melalui aplikasi ESIR (elektronik sistem informasi rujukan). Selang beberapa lama menunggu dan mencari dengan menghubungi beberapa rumah sakit, baik di kota dan Kabupaten Bogor, Depok dan Jakarta, sekitar pukul 22.00 WIB. Ia baru mendapatkan informasi bahwasanya ada ruangan NICU dirumah sakit sentosa.
Atas dasar pertimbangan medis dokter penanggung jawab mengharuskan menggunakan ambulans portabel untuk menjaga dan memonitor kondisi bayi saat perjalanan menuju RS rujukan. Namun sangat disayangkan, pihak rumah sakit tidak memiliki, dan menyarankan pada keluarga untuk menggunakan ambulans dari pihak ketiga dengan biaya Rp.4 jt – 5 jt. Malangnya pihak keluarga tidak memiliki dana sehingga sampai dengan pukul 04.30 hari ini (27/10/2019) proses rujukan belum dapat dilaksanakan.
“Baru saja kemarin kami mengadvokasi masalah ambulans di Depok, yang biayanya dibebankan pada peserta BPJS Kesehatan, hari ini permasalahan serupa kembali terjadi di Kota Bogor.” Keluh Heri
Munculnya kasus serupa dan sering terjadi, akibat tidak komitmennya rumah sakit dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat peserta JKN, juga lemahnya dukungan dan dorongan dari Pemkot atau Pemda setempat.
Padahal dalam asuransi sosial, manfaat atau paket jaminan yang ditetapkan oleh undang-undang adalah sama atau relatif sama bagi seluruh peserta karena tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) pelayanan kesehatan bagi para pesertanya.
Lebih lanjut, apabila melihat ketentuan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”, maka tujuan dari asuransi sosial adalah untuk pemenuhan kebutuhan dasar yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kebutuhan dasar yang layak pada hakikatnya adalah mempertahankan hidup seseorang, sehingga orang tersebut mampu berproduksi atau berfungsi normal sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Oleh karena Jamkeswatch mendesak pada Pemerintah Kota Bogor khususnya umumnya semua Pemkot dan Pemda se-Indonesia melalui walikota dan bupati untuk menyediakan sarana prasarana untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama ambulans portabel yang dapat dipergunakan semua masyarakat seperti AGD di DKI Jakarta.
Jamkeswatch meminta BPJS kesehatan dan pemerintah pusat fokus perbaiki layanan, dan memenuhi tanggungjawab sebagai penyelenggara negara, bukan malah hendak membebani rakyat dengan iuran JKN BPJS Kesehatan yang rencananya akan dinaikkan 100%.
Heri juga berharap semua fasilitas kesehatan agar memberikan pelayanan yang baik dan paripurna sesuai dengan peraturan yang berlaku, karena dalam program JKN -BPJS Kesehatan saat ini yang boleh dikenakan iur biaya hanya tindakan yang dilakukan atas permintaan sendiri (APS), seperti naik kelas atas permintaan sendiri. hal itu sesuai dengan Perpres No.82 tahun 2018.
Hingga detik ini, saat berita ini diturunkan, nasib balita tersebut masih dalam upaya advokasi relawan Jamkeswatch dan belum menemukan jalan keluar. Donovan dan Ervina tak henti-hentinya bercucuran air mata, sebab mereka tahu sedang berpacu dengan waktu mempertaruhkan nyawa bayinya.
(Heri/ editor :Ipang)