Mengecewakan! Menaker Bilang THR Boleh Dicicil

Jakarta, KPonline – Perusahaan wajib membayarkan THR pekerja atau buruh selambatnya 7 hari sebelum perayaan hari keagamaan. Karena itu, sangat miris ketika kemudian Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah mengatakan, di saat kondisi wabah virus corona (Covid-19) ini, jalan keluarnya adalah berkomunikasi antar pengusaha dengan para pekerja atau buruh.

“Berkaitan dengan dampak Covid-19 ini tentu kita mendengar ketidakmampuan perekonomian perusahaan. Mengenai pengusaha kesulitan membayar THR kepada buruh maka dapat ditentukan mekanisme dialog antara pengusaha dengan pekerja untuk menyepakati pembayaran THR tersebut,” katanya.

Bacaan Lainnya

Kemudian dia juga mengatakan, “Bila perusahaan tidak dapat membayar sesuai ketentuan perundang-undangan maka pembayaran THR dapat ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu yang disepakati,” jelasnya.

Dia berpendapat, dengan kondisi wabah Covid-19, di satu sisi ekonomi perusahaan sedang lesu, namun di sisi lain ada kewajiban pekerja atau buruh yang harus dibayarkan. “Semua tidak ingin kondisi ini, ini kewajiban yang harus dibayar oleh pengusaha, ini haknya buruh, tetapi ketika perusahaan mengalami kesulitan ekonomi, bagaimana kesulitan itu bisa disepakati dan menciptakan bagaimana mekanisme pembayarannya,” ujarnya. Ida menjelaskan, dalam beleid tersebut, apabila perusahaan tidak mampu membayarkan THR sekaligus, maka pembayaran THR bisa dilakukan secara bertahap.

Pernyataan Menaker ini sangat mengecewakan buruh. Seharusnya, Menaker tidak tunduk pada keinginan pengusaha untuk tidak membayar THR secara penuh. Kalau bicara mengenai kesulitan, saat ini kaum buruh juga jauh lebih sulit.

Namanya saja THR. Harus dibayar pada saat hari raya. Dimana regulasi sudah menetapkan, selambatnya H-7 sebelum hari raya. Dalam hal ini, buruh membutuhkan dana tersebut untuk menunjang perayaan hari raya. Jadi apa manka THR kalau pembayarannya dilakukan setelah hari raya? Boleh juga sih dicicil, asal sebelum H-7 sudah lunas.

Lagipula, alasan kesulitan keuangan sehingga tidak mampu membayar THR mengada-ada. Karena THR adalah rutinitas tahunan. Sehingga, jauh-jauh hari harus sudah dianggarkan. Lalu kemarin-kemarin ketika ekonomi membaik, keuntungan perusahaan digunakan untuk apa? Giliran sulit, buruh yang dijadikan korban.

Alih-alih mengizinkan pembayaran THR ditangguhkan, seharusnya Menaker membuat aturan untuk memastikan agar upah buruh yang dirumahkan dan THR buruh bisa dibayar 100%. Ini baru adil. Karena berbagai insentif, seperti keringanan pajak sudah diberikan untuk pengusaha. Lalu, buruh dapat apa?

Pos terkait