Menelusuri Jejak Berdirinya KSPI

Bung Bambang Pri bersama delegasi FSP ISI ketika menghadiri Kongres I KSPI, Tahun 2003. Foto: Istimewa
Jakarta, KPonline – Akhirnya saya memiliki kesempatan berharga untuk berdiskusi dengan bung Bambang Pri. Sosok yang terlibat dalam pendirian Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Tidak hanya KSPI, Bambang Pri juga ikut membidani berdirinya FSP ISI, serikat pekerja di sektor Industri Semen Indonesia. Dalam kesempatan lain, saya akan menceritakan bagaimana FSP ISI lahir. Kali ini saya membahas mengenai KSPI.
Usai berdiskusi, ia memperlihat foto-foto konvensi I KSPI yang saat itu masih bernama Komite Serikat Pekerja Indonesia. Di sinilah Kongres I berlangsung. Sekaligus menandai hari lahirnya konfederasi yang kita kenal sekarang ini, KSPI.
Kongres I digelar dari tanggal 31 Januari hingga 2 Februari 2003, di Caringin, Bogor.
Kisah ini sekaligus mengingatkan kita, bahwa pada bulan ini, KSPI akan berusia 18 tahun. Tentu saja, usia segitu bukan waktu yang lama dalam peradaban kemanusiaan. Namun demikian, sudah banyak hal yang dikerjakan.
Ia bercerita dengan semangat bagaimana para pendiri KSPI membangun gerakan serikat pekerja Indonesia yang bebas, independen, dan demokratis. Saya melihat dari raut wajah dan caranya bercerita, seolah peristiwa itu baru saja terjadi. Detik-detik bersejarah yang tak pernah ia lupakan sepanjang hidup.
Dalam kongresnya yang pertama, KSPI sudah menegaskan bahwa konfederasi ini didirikan untuk membangun gerakan serikat pekerja Indonesaia yang bebas, independen, dan demokratis. Foto: Istimewa
Awal tahun 2003 itu, mereka berdiri tegak untuk kemudian melanjutkan risalah perjuangan. Sama seperti sekarang, awal tahun, yang selalu menginspirasi kita untuk menuntaskan semua resolusi. Mewujudkan impian menjadi kenyataan.

Sejarah Pembentukan KSPI

Bambang Pri kemudian mengirimkan satu catatan, bahwa sejarah pembentukan KSPI tidak dapat dilepaskan dari dinamika yang terjadi dalam tubuh SPSI pasca 1998. Sejak diterbitkannya Kepmenaker No 5 tahun 1998 tentang pendaftaran serikat pekerja, banyak serikat pekerja yang berdiri di Indonesia. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengurus SPSI.

Di sisi lain, para pengurus SPSI mulai mempertanyakan bentuk organisasi mereka; yang berbentuk Federasi tetapi kedaulatan tertinggi di tangan anggota, yaitu orang-orang. Sementara pada saat itu, Anggaran Dasar SPSI menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi ada pada Komisariat DPP Harian, sementara di sisi lain, DPP Harian adalah pelaksana.

Selain kedua masalah itu, pada tahun 1998 Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan terjadinya inflasi hingga 68%. Inflasi yang tinggi itu memicu perdebatan di Dewan Pengupahan mengenai kenaikan upah yang layak.

Salah satu anggota Dewan Pengupahan, Sjaiful DP yang saat itu masih di SPSI mengusulkan kenaikan upah 30% – 35% untuk mempertahankan daya beli buruh. DPP yang menyatakan mendukung tuntutan ini ternyata kemudian mengikuti kemauan pemerintah untuk tidak menaikkan upah buruh, sehingga menimbulkan kekecewaan pada anggota dan pengurus yang duduk di Lembaga Tripartit Nasional.

Susana Kongres II KSPI yang diselenggarakan di Malang, Jawa Timur. Dalam kongres ini terpilih Thamrin Mossii dari FSPMI, sebagai Presiden KSPI. Foto: Istimewa
Momen ketika Said Iqbal terpilih untuk pertamakalinya dalam Kongres III KSPI, Tahun 2012.

Sjaiful DP juga salah satu tokoh yang membidani kelahiran KSPI. Dalam kesempatan terpisah, saya akan menulis tentang sosok yang satu ini.

Tak lama setelah itu, Presiden Habibie meratifikasi Konvensi ILO No 87 tentang Kebebasan berorganisasi. Hal ini kemudian mendorong terbentuknya SPSI Reformasi.

Di awal pembentukannya, SPSI Reformasi didukung oleh 13 Serikat Pekerja Anggota (SPA). Pada saat yang sama, di luar SPSI mulai bermunculan SP/SB lainnya.

Mulai tahun 2000, ada upaya membentuk semacam payung besar yang menyatukan serikat pekerja tapi pada saat yang sama tidak menghalangi kebebasan untuk membentuk serikat pekerja/ serikat buruh. Pada tahun 2001 kembali diadakan seminar untuk mematangkan gagasan ini. Tetapi mulai timbul perbedaan pendapat antara para pengurus serikat pekerja.

Pada tahun 2002 diadakan seminar lagi dengan dihadiri oleh 35 serikat pekerja, yang disepakati untuk membentuk Tim Panitia yang bertugas merumuskan pokok-pokok pikiran mengenai ‘wadah’ yang hendak dibangun. Duduk di dalam tim itu adalah Djoko Daulat (FSP Pariwisata), J. Simamora (FSP Transportasi), Sofiati Mukadi (Kahutindo), Saeful Tavip (ASPEK), Sjafri (BUMN).

Sayangnya, hingga 3 bulan sejak pembentukannya, tim ini tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kemudian dibentuk tim baru yang disebut Komite Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang dipimpin oleh Sjaeful DP (FSP KEP). Tim ini, selain berhasil merumuskan pokok-pokok pikiran untuk menyatukan SP/SB juga menyiapkan pertemuan untuk membentuk KSPI dalam Konvensi.

Hingga akhirnya, pada 1 Februari 2003, diadakan Kongres pertama pembentukan KSPI di Wisma Kinasih Bogor dan disepakati terbentuknya Kongres Serikat Pekerja Indonesia. Presiden pertama KSPI adalah Rustam Aksan (SPN) dan Sekjennya Rindorindo (PGRI).

Kongres Pertama itu dihadiri oleh sejumlah serikat, yaitu (1) FSP Farkes Reformasi, (2) FSP Kahutindo, (3) FSP Pariwisata Reformasi, (4) ASPEK Indonesia, (5) FSP KEP, (6) FSPMI, (7) FSP PPMI, (8) FSP ISI, (9) PB PGRI, (10) FSP BUMN dan (11) SPN.

Sebagai sebuah gerakan, ada banyak dinamika di dalam KSPI. Sejarah membuktikan, organisasi ini berhasil menorehkan banyak capaian, dengan segala catatan yang menyertainya.