Meneladani Ciri Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW

Maulid Nabi adalah peristiwa peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabiul Awwal dalam kalender Hijriah. Peringatan Maulid Nabi bertujuan sebagai bentuk cinta umat Islam kepada Nabi Muhammad SAW.

Sempena peringatan tersebut pada tahun 2024, Indonesia akan mengadakan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg). Harapan kita adalah bahwa melalui proses pemilihan ini, kita dapat memilih pemimpin nasional yang mampu membawa Indonesia menuju keadaan yang lebih baik, sesuai dengan harapan kita sebagai “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.”

Untuk mewujudkan harapan ini, pemimpin yang terpilih melalui Pilpres sebaiknya memiliki kesediaan untuk mempelajari dan meneladani kesuksesan kepemimpinan Nabi Muhammad dalam memimpin bangsa.

Nabi Muhammad SAW adalah teladan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam kepemimpinan. Al-Quran secara tegas menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah “suri teladan yang baik” bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan hari kiamat. (QS al-Ahzab [33]: 21).

Michael Hart, seorang penulis Barat, bahkan menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai orang paling berpengaruh dalam sejarah manusia dalam bukunya “The 100, a Ranking of The Most Influential Persons in History.” Hal ini menunjukkan bahwa Nabi SAW memiliki kecerdasan manajerial yang tinggi dalam mengelola masyarakatnya sesuai dengan nilai-nilai Ilahi.

Nabi Muhammad SAW juga dikenal karena akhlaknya yang mulia. Husain bin Ali, cucu Nabi SAW, menggambarkan beliau sebagai sosok yang menyenangkan, santai, dan terbuka, serta memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Nabi SAW juga dikenal oleh non-Muslim seperti George Bernard Shaw sebagai sosok yang sangat dihormati dan patut diikuti.

Empati juga menjadi salah satu ciri kepemimpinan Nabi SAW. Beliau selalu peduli terhadap kesulitan dan penderitaan orang lain. Ia memiliki kemampuan mendengarkan dengan baik, tidak mencaci siapa pun, dan selalu memberikan nasihat yang bijak. Beliau selalu bersedia membantu mereka yang membutuhkan, baik secara materi maupun moral. Kepemimpinan yang berlandaskan empati membantu menciptakan ikatan yang kuat antara pemimpin dan pengikut.

Selain itu, Nabi SAW adalah contoh nyata dari kepemimpinan kolaboratif. Ia mendorong konsultasi dengan para sahabatnya dalam pengambilan keputusan penting, menciptakan ikatan yang kuat antara pemimpin dan pengikut.

Kepemimpinan Nabi SAW juga dikenal karena ketegasannya dalam menegakkan hukum yang adil. Ia tidak pernah memihak kepada siapa pun, bahkan kepada anggota keluarganya sendiri, dan selalu mengambil keputusan dengan bijak.

Dalam menjalankan kepemimpinannya, Nabi SAW selalu mengacu kepada Al-Quran sebagai pedoman utama. Akhlak Nabi adalah Al-Quran, dan hal ini menjadi pondasi dalam kepemimpinannya.