Kulangkahkan Kakiku Demi Kesejahteraan

Buruh Smelting saat longmach dari Menara Mulia (Kantor Pusat PT Smelting) menuju kantor Kementerian Ketenagakerjaan. (Foto: Kahar)

Bogor, KPonline – Siang ini ada agenda rapat seluruh perangkat Pimpinan Cabang seluruh Indonesia. Begitulah yang tertera di layar smartphone “jadul” yang aku punya saat ini.

Hatiku terasa risau jika tidak berangkat. Padahal seharusnya aku menyelesaikan pekerjaan proyek yang sedang aku kerjakan di salah satu sudut kota Bogor.

Saat ini aku sudah tidak lagi bekerja di pabrik. Sudah beberapa tahun yang lalu, aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaanku di sebuah pabrik di daerah Ciawi. Rasa bosan berada di pabrik dan juga rasa cintaku pada organisasi, membuatku memilih 1 pilihan yang sulit untuk dipilih.

Pilihan tersebut bukanlah pilihan yang mudah untuk dipilih. Dan aku merasa itu bukanlah pilihan, karena akan ada salah satu sisi yang akan aku kalahkan.

Tetapi kecintaanku pada organisasi mengalahkan segalanya. Itulah sebabnya, akhirnya kupilih mengundurkan diri dari pabrik tempatku bekerja. Tempat aku dan keluargaku menggantungkan hidup selama ini.

Kulepaskan jabatan dan kekuasaan demi cintaku pada organisasi yang kucintai ini. Dan sebagai konsekuensinya, aku harus menghidupi diri dan keluargaku dari hasil usaha dan keringatku sendiri.

Siang yang terik menyengat kulit di Perempatan Ciawi menemani langkahku menuju Kantor Dewan Pimpinan Pusat di Jakarta. Demi menghemat pengeluaran pribadi, aku naiki bus antar kota antar provinsi. Meskipun kumemiliki kendaraan roda empat yang sering menemani, bus antar kota antar provinsi seakan menjadi pengingat, bahwa dulu aku pernah bersama orang-orang yang ada didalam bus ini.

Bersama orang-orang dari kalangan bawah seakan-akan mengingatkanku betapa pedihnya hidup ini. Hidup ini pedih untuk dijalani. Teapi aku lalui dan aku nikmati proses hidup ini.

Bertemu dengan banyak orang adalah sesuatu hal yang sangat luar biasa dan banyak manfaatnya bagi aku pribadi. Ada semacam dorongan semangat yang memberikan aku hidup ini menjadi lebih hidup lagi. Rapat pun dimulai dan hampir seluruh perangkat Pimpinan Cabang memberikan pendapat dan pandangan. Tak ketinggalan, aku pun melakukan hal yang hampir sama meskipun dengan cara dan sudut pandang yang berbeda.

Bagiku ini pun salah satu proses pendewasaan diri dalam berorganisasi, memberikan pendapat dihadapan orang banyak dan juga menerima pendapat orang lain yang tidak satu pemikiran dengan kita. Melelahkan. Dan memang lelah. Tapi ilmu yang kudapat hari ini akan menentukan langkah-langkah kakiku di kemudian hari. Dan itu pasti.

Sore pun menjelang. Aku harus kembali kerumah. Rindu akan kehangatan rumah adalah satu-satunya rasa yang aku rasakan saat ini. Rasa lelah mendera dan “mumet” di kepala, memaksaku menyandarkan kepalaku di sandaran bangku bus yang sepertinya kelihatan sama dengan yang kunaiki siang tadi.

Aku terlelap, hingga akhirnya kernet bus membangunkanku ketika seluruh penumpang bus sudah hampir mengosongkan bus yang kutumpangi. Dan kembali di Perempatan Ciawi yang penuh dengan hingar bingar suara klakson angkutan kota, panggilan kernet bus antar kota, pedagang kaki lima dan lalu lalang pejalan kaki yang entah mereka akan kemana.

Segera kurogoh kantong celana katun lusuhku, dan kudapati 2 lembar uang 2 ribuan dan 1 keping uang logam 5 ratusan.

“Tak kan cukup untuk sampai kerumah” gumamku dalam hati. Kuraih smartphone “jadul” dari saku kemeja dengan lambang kebesaran organisasi.

Kutuliskan pesan singkat ke nomer istriku dirumah. “Jemput Bapak dong di tempat biasa.” Singkat saja. Karena istriku sudah pasti tahu tempat apa yang aku maksud.

Mesjid dipinggir jalan besar ini hampir setiap saat menyapaku ketika aku menyambangi pusat keramaian ini. Tak lama adzan Maghrib pun berkumandang, segera kutunaikan kewajibanku sebagai hamba Tuhan yang taat akan perintah-Nya.

Dinginnya air wudhu tadi kembali menyegarkan diri dan hati ini. Terlebih-lebih ketika kupanjatkan doa tulusku kepada-Nya. Hanya satu pintaku, sejahterakanlah Kaum Buruh dan bahagiakanlah.

Baru saja kukenakan sepatu kulit usang milikku, terdengar suara klakson motor didepanku. Anakku yang laki-laki sudah menjemputku, untuk kembali kerumah. Yaa… Kembali kerumah.