Konsolidasi FSPMI DKI : Menolak Omnibus Law, Loby Dan Jalan Aksi Menjadi Pilihan

Jakarta, KPonline – Konsolidasi FSPMI DKI hari ini dihadiri perangkat dari berbagai sektor dan pilar FSPMI di DKI Jakarta. Khusus untuk membahas persiapan aksi nasional menolak omnibus law dan gelombang PHK paska pandemi. Mulai dari perangkat DPW FSPMI DKI, PC SPA FSPMI DKI, PUK SPA FSPMI DKI, Garda Metal, Media Perdjoeangan, Jamkeswatch hingga Koperasi Pekerja.

Kembali dijelaskan dalam konsolidasi ini, ada dua hal yang sedang disoroti. Mengenai omnibus law dan tolak PHK. Dua isu inilah yang kemudian ditetapkan sebagai isu utama yang hendak diperjuangkan.

Bicara mengenai perjuangan, strategi FSPMI KSPI masih sama. Konsep, lobi, aksi, dan belakangan ditambah politik.

Dalam konsolidasi FSPMI DKI hari ini (24/8) juga dibahas hal-hal yang akan dilakukan untuk menghadang omnibus law dan ancaman darurat PHK. Termasuk menetapkan tanggal aksi, 25 Agustus 2020 esok hari yang akan diselenggarakan serentak di 20 provinsi.

Menurut ketua DPW FSPMI DKI, setiap pilihan strategi ada plus minusnya. Termasuk ketika kita memutuskan untuk masuk ke dalam tim, sebagai bagian dari lobi, agar konsep yang kita buat bisa diadopsi dalam kebijakan.

Serikat pekerja seperti FSPMI KSPI memiliki tanggungjawab moral untuk membangun dialog sosial. Dengan catatan, dialog tersebut bukan sekedar diskusi basa-basi.

Jika dialog yang terjadi hanya formalitas, sekedar menampung masukan tanpa merubah substansi permasalahan, tentu kita tidak setuju. Serikat bukan tukang stempel.

Itulah sebabnya, aksi menjadi pilihan berikutnya untuk memastikan agar aspirasi kaum buruh tidak diabaikan. Meski seperti biasa, setiap kali akan ada aksi besar, selalu saja ada pihak yang ingin melemahkan gerakan.

“Bahaya omnibus law sudah tersosialisasi sampai ke tingkat pabrik. Sehingga kalaulah ada pimpinan buruh yang menyepakati omnibus law, pasti akar rumput tidak akan terima. Sehingga aksi justru akan semakin besar.” jelas Winarso.

“Aksi adalah perwujudan dari sikap kolektif. Masing-masing dari kita harus datang sendiri untuk menyatakan penolakan. Tidak diwakilkan! Kalau kalian masih memiliki sikap yang sama, menolak RUU Cipta Kerja, mari bersuara.” imbuhnya.

Dalam konsolidasi ini, perangkat DPW FSPMI DKI memaparkan secara gamblang terkait bahaya Omnibus Law. Setidaknya ada 9 points yang sangat merugikan bagi kaum buruh :

1. Hilangnya UMK/UMSK karena hanya ada UMP
2. Hilangnya Pesangon
3. Outsourcing untuk semua jenis pekerjaan
4. Pekerja sistem kontrak tanpa batas waktu
5. Sistem jam kerja yang eksploitatif
6. Hilangnya jaminan sosial pekerja
7. Maraknya penggunaan TKA (Tenaga Kerja Asing)
8. PHK yang dipermudah
9. Hilangnya pasal pidana bagi pengusaha yang melanggar aturan ketenagakerjaan.

(Jim).