Kisah Memilukan Keluarga Miskin di Bogor

Bogor, KPonline – Untuk makan saja Aleh dan Unawiyah kadang harus menunggu uluran tangan tetangga. Apalagi untuk biaya sekolah anak-anaknya. Namun demikian, untuk mencari alamat rumah mereka sangatlah mudah. Ikuti saja dari mana sumber bau kotoran kambing berasal. Di situlah rumah mereka berada.

Suami-istri itu tinggal di Kampung Susukan, Desa Gunung Picung, Pamijahan, Kabupaten Bogor. Bersama tiga anaknya, keluarga ini menghuni gubuk reot bekas kandang kerbau yang berdampingan dengan kandang kambing. Sehingga, bau kotoran kambing dan bekas kotoran kerbau seperti sudah menyatu dalam setiap tarikan nafas mereka.

Patokan paling mudah untuk mendapatkan alamat rumah keluarga Aleh, ya, bau kotoran kambing itu. Jika baunya semakin menyengat, berarti Anda sudah semakin dekat ke rumah berukuran 6 x 5 meter itu.

Aleh sehari-hari bekerja serabutan. Sebagai buruh bangunan, kadang mengangon kambing-kambing milik tetangganya.

Rumahnya memang berdempetan dengan kandang kambing. Tetapi begitu masuk ke dalam, aroma bau kotoran kerbau masih sangat menyengat tercium, menyatu dengan bau kotoran kambing.

“Rumah ini dulunya memang kandang kerbau,” kata Unawiyah.

Ketika saya datang, Aleh sedang pergi. Bekerja entah di mana. Hanya ada Unawiyah dan anak-anaknya.

Perempuan 45 tahun itu tampak ringkih. Ia memang sedang sakit.

Unawiyah berharap suaminya pulang membawa uang. Berapa pun jumlahnya. Biar bisa menyambung hidup mereka sampai esok hari. Menurut penuturan Unawiyah, Aleh, suami tercinta, biasanya paling banyak membawa pulang Rp 50 ribu.

“Itu pun kalau ada yang panggil bekerja,” kata perempuan yang sudah lama menderita sakit paru-paru.

Aleh-Unawiyah memiliki tiga anak: Jeni Ahmad Hidayah (12), Alpiana (10) dan Sultan (8). Jeni baru lulus Madrasa Ibtidaiyah (MI), sedangkan Alpiana dan Sultan saat ini sedang sekolah di MI. Ketiga-tiganya di MI swasta. Setiap hari, untuk sampai ke sekolah, keduanya harus berjalan kaki selama satu jam.

Sudah dua tahun Aleh dan keluarga tinggal di gubuk reot bekas kandang kerbau milik salah seorang warga Kampung Susukan.

Statusnya pinjam pakai sementara, tepat di sebelah kandang kambing. Kandang kerbau dan kandang kambing nampak berhimpitan. Bagi Aleh dan Unawiyah, itu tidak mengapa. Sebab sebelumnya hidup mereka lebih terlunta-lunta lagi.

Selama tinggal di bekas kandang kerbau itu, penyakit paru-paru Unawiyah semakin parah. Entah lantaran kebanyakan menghirup aroma dan bau dari kotoran kambing ataukah memang sakit akibat tidak sehatnya tempat tinggal mereka. Gubuk itu memang sering kemasukan air bila hujan.

“Kadang kami tidak bisa tidur semalaman karena kasur basah,” tutur Unawiyah.

Bila datang angin kencang, gubuk itu pun terancam. Semua penyangga atapnya sudah rapuh “Takut rumahnya roboh,” Unawiyah mengatakan.

Untuk kebutuhan minum dan mandi, harus pergi ambil air ke sumur di tengah perkebunan warga. Itu kesulitan hidup lain lagi yang harus mereka jalani.

Selain ekonomi dan kesehatannya, ada hal penting lain yang selalu Unawiyah pikirkan.

“Bagaimana nasib pendidikan tiga anaknya. Bagaimana masa depan mereka. Karena urusan makan sehari-hari saja sangat sulit”.