Ketua Exco Partai Buruh Kota Bandung: Kesenjangan Sosial Mengancam

Bandung, KPonline – Tahukah anda bahwa seorang gaji tertinggi di Indonesia setara dengan gaji 1 Pabrik dengan jumlah pekerja atau buruh sebanyak 2000?. Kita ketahui semua bahwa disparitas gaji merupakan perbedaan selisih (gap) pada gaji pekerja atau buruh yang dapat dikategorikan menjadi disparitas upah, baik secara vertikal yaitu antara gaji terendah dengan gaji tertinggi, maupun secara horizontal yaitu antar pekerjaan atau sektor-sektor yang ada.

Sebagian orang menilai disparitas gaji itu diperlukan terutama dalam mendorong kinerja pekerja atau buruh dalam menciptakan budaya kompetitif untuk meningkatkan produktivitasnya. Semakin besar memberikan kontribusi kepada perusahaan maka semakin tinggilah gaji yang diberikan, Semakin besar memberikan kontribusi kepada negara maka semakin tinggilah gaji pekerja atau buruh di sektor tersebut.

Bacaan Lainnya

Namun jika disparitas itu terus dipelihara dan dikembangkan mengikuti kontribusi pekerja atau buruh dan atau sektornya, maka masing-masing akan menimbulkan masalah sosial baik didalam perusahaan, maupun di masyarakat yang hidup dalam berbagai sektor kehidupan, kesenjangan sosial, oleh karena itu negara harus menjaga agar kesenjangan sosial tidak terjadi dan berdampak kepada konflik yang mengancam keutuhan bangsa dan negara.

Namun dengan dikeluarkannya undang-undang Cipta Kerja yang disetujui oleh DPR RI dan dikeluarkannya Perppu, padahal undang-undang tersebut bermasalah berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), hal itu menjadi bukti tidak adanya kepedulian pemerintah dan para anggota dewan dengan ancaman kesenjangan sosial tersebut, yang dipelihara justru adalah kebijakan upah murah.

Ironisnya, para pekerja kantoran justru banyak yang tidak sadar bahwa selama ini kebijakan upah murah itu merugikan dirinya, padahal mereka telah memberikan kontribusi banyak kepada perusahaan. Misalnya di sektor Perbankan, dari data laporan keuangan 3 (tiga) perbankan sebagai sample yang diambil dari website Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rata-rata ketiga bank itu mengalami kenaikan laba bersih sebesar 60 persen, sedangkan biaya tenaga kerja rata-rata hanya 6 persen saja.

Dari data laporan keuangan tersebut artinya porsi untuk pekerja atau buruhnya hanya 10 persen saja dari laba bersih yang dihasilkannya, sedangkan jika ditelusuri remunerasinya, justru remunerasi para Direksi yang hanya terdiri dari 7 sampai 9 orang saja bisa mencapai diatas 200 persen kenaikannya.

Tak heran jika ada Bank yang gaji pekerja atau buruh tertingginya mencapai 90 kali sampai 100 kali dari gaji pekerja atau buruh dengan gaji terendah. Kesenjangan tersebut berdampak kepada bertambahnya kasus fraud setiap tahun dengan berbagai modus.

Jadi semua pekerja atau buruh kantoran harus sadar bahwa kebijakan upah murah itu ada di perusahaannya, semua komponen gaji itu berdasarkan regulasi yang mengacu kepada Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Lantas jika mereka ikut mendorong kenaikan Upah Minimum yang setiap tahun diperjuangkan dengan aksi-aksi demonstrasi oleh pekerja atau buruh yang bekerja di Pabrik maka hasil perjuangannya akan berdampak kepada para pekerja atau buruh kantoran dengan adanya upah sundulan buat mereka.

Kesenjangan sosial tersebut harus dihilangkan agar tercipta sebuah keseimbangan, hal inilah yang akan diperjuangkan oleh Partai Buruh dengan bertujuan mewujudkan Negara Sejahtera, berdasarkan Gini data Ratio negara-negara yang menerapkan konsep Negara Sejahtera adalah negara yang memiliki rasio tingkat kebahagiaan tertinggi pada masyarakatnya, setinggi apapun pajak yang diberikan oleh mereka.

Berdasarkan data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dilansir oleh Lembaga Tranparansi Internasional, mereka yang menerapkan konsep Negara Sejahtera IPK-nya cukup tinggi, rata-rata diatas 80 poin, sedangkan Indonesia hanya 38 poin. Menjadi wajar jika tingkat korupsi di Indonesia sulit untuk dihilangkan, jika kebijakan-kebijakan yang memicu terjadinya kesenjangan sosial seperti undang-undang Cipta Kerja terus diterbitkan dan dipelihara.

Lalu kalian masih memilih Partai yang mendukung kebijakan kebijakan itu?

(Prana Rifsana Ketua Exco Partai Buruh Kota Bandung)

Pos terkait