Ketika Diam Tak Lagi Pilihan, Aksi Jadi Jalan Terakhir Serikat Pekerja

Ketika Diam Tak Lagi Pilihan, Aksi Jadi Jalan Terakhir Serikat Pekerja
Suasana aksi di gerbang masuk PT. Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA)

Purwakarta, KPonline – Dalam dunia ketenagakerjaan yang terus bergolak, suara-suara pekerja kerap kali diredam dengan janji kosong dan meja perundingan yang buntu. Ketika jalur dialog tak kunjung menghasilkan keadilan, Serikat pekerja terpaksa mengambil langkah terakhir yaitu “aksi”.

Bagi para buruh, aksi bukan sekadar unjuk kekuatan. Ia adalah teriakan terakhir dari jerit hati yang terlalu lama diabaikan. Aksi massa, mogok kerja, long march, hingga orasi di depan gedung pemerintahan atau kantor perusahaan, menjadi simbol bahwa ketidakadilan telah melampaui batas kesabaran.

Panglima Koordinator Nasional (Pangkornas) Garda Metal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan juga sebagai salah satu pengurus Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen (SPAMK) FSPMI PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia, Supriyadi (Piyong) menuturkan bahwa setiap langkah aksi yang dilakukan selalu diawali dengan proses panjang.

Salah satu Aksi terhangat yaitu menimpa pekerja PT. YMMA. “Kami sudah kirim surat ke manajemen, bahkan dimediasi oleh Disnaker dan komisi IV DPRD Kab. Bekasi. Tapi mereka tetap tidak memberikan jawaban yang pasti dengan mempekerjakan kembali (PHK sepihak) terhadap Ketua dan Sekretaris PUK PT. Yamaha Music Manufacturing Asia,” ujar Supriyadi dalam wawancara di sela-sela aksi FSPMI di depan PT. Yamaha Music Manufacturing Asia yang digelar pada Senin (23/6).

Menurutnya, aksi bukanlah tujuan, melainkan bentuk ekspresi terakhir ketika suara buruh tak kunjung didengar. Para buruh bersama serikat kembali turun ke jalan, menggelar aksi damai selama tiga hari, meminta kepada pihak manajemen perusahaan untuk mempekerjakan kembali Ketua dan Sekretaris PUK SPEE FSPMI PT. YMMA.

Dan tentunya ini menjadi Fenomena menarik, dimana meningkatnya solidaritas lintas serikat. Ketika satu PUK diserang, puluhan PUK lain siap bergabung dalam aksi bersama.

“Pengusaha bisa gonta-ganti strategi, tapi selama kita solid, mereka tidak akan bisa memecah kita.”

Dan terkait hal ini, Pemerintah pun diminta hadir dengan serius. Namun, sayangnya pemerintah sering kali lamban merespons. Padahal, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 19 Tahun 2022 menyatakan bahwa pemerintah harus bersikap aktif dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

Serikat pekerja FSPMI pun mendesak agar peran pengawasan ketenagakerjaan diperkuat dan penindakan terhadap perusahaan nakal ditegakkan tanpa pandang bulu.

Untuk itu, mitos bahwa aksi buruh identik dengan kerusuhan terus dilawan dengan aksi-aksi damai. Serikat pekerja FSPMI kini lebih profesional dalam mengorganisir aksi, dengan koordinator lapangan, tim dokumentasi, dan bahkan tim kesehatan mandiri.

“Kami bukan tukang rusuh. Kami tukang lawan ketidakadilan,” kata Herman, buruh otomotif yang ikut aksi di PT. YMMA Bekasi.

Saat pintu-pintu perundingan ditutup rapat, saat suara buruh tak lagi punya ruang, maka jalanan menjadi mimbar. Aksi adalah nyala perlawanan, bukan semata-mata untuk melawan, tapi untuk memperjuangkan martabat. Di tengah tekanan hidup dan kesenjangan yang makin lebar, buruh hanya ingin satu hal: haknya dihormati, hidupnya dihargai.

“Dan ketika semua cara telah ditempuh, aksi bukan sekadar pilihan. Ia adalah keharusan”