Kendala-kendala Buruh Go Politik

Buruh Purwakarta melakukan mogok daerah. (Foto: Lestareno)

Bogor, KPonline – Dalam gerakan Buruh Go Politik ada beberapa hal yang menjadi poin penting untuk kita cermati lebih dalam. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini, pun begitu dengan gerakan Buruh Go Politik.

Ada beberapa kendala, yang sebenarnya mungkin saja ini juga bukan halangan yang begitu besar. Akan tetapi hal-hal mendasar kondisi buruh saat ini, dalam mengikuti hajat besar gerakan Buruh Go Politik. Dan saya harap dimaklum dan di mengerti, ini hanya berdasarkan cara pandang saya sebagai penulis, yang ilmunya belum seberapa ini.

Bacaan Lainnya

1. Apolitik
Masih banyaknya kalangan buruh yang enggan untuk berkontribusi secara langsung akan hajat besar bagi kaum buruh itu sendiri. Karena mereka berpandangan, kalau sudah masuk dan terjerumus ke politik praktis, pasti ujung-ujungnya juga bakal seperti politikus-politikus sekarang. Seorang buruh sama sekali tidak tertarik akan pergerakan politik. Ya dikarenakan kondisi perpolitikan di Indonesia yang masih banyak melahirkan kepentingan-kepentingan pribadi, kepentingan partai atau bahkan kepentingan penguasa. Suara rakyat seolah digadaikan untuk keinginan politikus itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan banyak dari kalangan buruh yang enggan dan menolak, apalagi mendengar tentang politik.

2. Partai Buruh
Sebuah partai politik yang menjadi kendaraan untuk ikut menjadi kontestan dalam pemilihan umum, sebuah pesta demokrasi lima tahunan, dirasa sangat perlu dan sangat penting. Kondisi saat ini, sudah sungguh sangat menyedihkan. Di Indonesia ada sekitar 60 juta orang yang menjadi buruh, baik buruh formal maupun buruh informal. Akan tetapi, pada kenyataannya, kaum buruh di Indonesia belum mempunyai sebuah partai politik yang dibangun oleh kaum buruh secara kuat. Kaum buruh masih terkotak-kotak oleh konfederasi atau federasi serikat buruh, berikut afiliasinya masing-masing. Sungguh ironis memang, kaum buruh terpisah dengan kepentingannya masing-masing. Tapi inilah kenyataannya. Bahkan petinggi dari serikat buruh dan serikat pekerja pun sudah mencoba untuk bersatu, namun kondisi itu belum 100% berhasil. Bahkan cenderung semakin terlihat adanya kepentingan-kepentingan pribadi, berdalih untuk kesejahteraan anggota.

3. Prasangka
Sebenarnya bisa dibilang ini merupakan rasa sayang terhadap para perwakilan buruh, khususnya FSPMI, di pesta lima tahunan nanti. Banyak anggota yang merasa takut, apabila nanti kawan – kawan dari buruh, khususnya FSPMI, berhasil mendapat amanat dari rakyat, duduk sebagai anggota legislatif, mereka akan melupakan roh perjuangan FSPMI. Kekhawatiran ini bukan berarti tidak percaya, namun rasa takut kehilangan sosok pejuang buruh menjadi milik partai politik pengusung. Dan juga bukan berarti anggota serikat buruh atau serikat pekerja enggan menjalankan instruksi. Namun lebih pada rasa memiliki. Ini pun sebenarnya juga berbahaya.

4. Pendidikan Politik
Nah, ini yang dirasa kurang. Belum semua anggota menerima dan yakin dengan gerakan Buruh Go Politik. Pendidikan Dasar serikat buruh atau serikat pekerja, dirasa kurang menambahkan bahannya untuk memperkenalkan politik praktis kaum buruh. Baik peran serta atau pun fungsi – fungsi dari perpolitikan, agar setiap anggota serikat buruh atau serikat pekerja memahami, betapa pentingnya pendidikan politik bagi serikat buruh atau serikat pekerja.

5. Biaya Politik
Disadari atau tidak, untuk berkecimpung di dunia politik tidaklah membutuhkan biaya yang sedikit. Jangankan untuk mendirikan partai politik, membiayai proses pencalonan anggota legislatif saja sudah sangat besar biayanya. Hal ini juga merupakan momok menakutkan sekaligus pekerjaan rumah yang besar untuk kedepannya, apabila ingin berkecimpung di dunia politik secara langsung. Rasa tanggung jawab terhadap iuran anggota atau COS, kadang menjadi beban tersendiri bagi para pengurus serikat pekerja atau serikat buruh ditingkat pabrik atau PUK.

Mari kita renungkan bersama, apabila kita bisa menguasi parlemen, kita bisa menguasai lembaga legislatif, itu artinya kendali pemerintahan ada di tangan kaum buruh. Tidak sulit lagi untuk merubah aturan yang menyengsarakan buruh dan rakyat. Dan yang pasti, kesempatan untuk sejahtera bersama, sudah ada didepan mata. (Anom/RDW)

Ilustrasi gambar : Buku Buruh, Serikat dan Politik (John Ingleson)

Pos terkait