Kekuasaan, Waktu & Uang

Sisi Lain Jokowi ( inilah.com)

INILAHCOM, Jakarta – Tak dinyana, Jusuf Kalla menyerang Prabowo dengan isu hak azasi manusia (HAM) pada debat Capres-Cawapres, Senin malam (9/6). Tapi yang tidak kalah mengejutkan, jawaban Prabowo atas serangan tersebut. Substansi penjelasannya cukup clear. Paling tidak, begitulah menurut pakar komunikasi politik Effendi Ghozali, semalam usai debat.

Bahkan Effendi berpendapat, mestinya jawaban Prabowo itu membuat pertanyaan soal HAM mati malam tadi. Jadi, kalau ke depan masih juga soal serupa muncul kembali, itu cuma sekadar ulah orang yang tidak cerdas yang menjadikan isu tersebut sebagai barang dagangan.

Bacaan Lainnya

Soal HAM, bagi sebagian orang, memang jadi masalah sensitif. Tidak terkecuali buat Prabowo. Bahkan isu HAM ini pula yang telah ‘membunuh’ karirnya 16 tahun silam. Saya tidak tahu bagaimana Prabowo 16 tahun lalu atau pada masa yang lebih belakang lagi. Tapi, jawabannya atas serangan JK itu menunjukkan kelasnya yang di atas rata-rata.

Kalau mau, saat diserang JK, Prabowo sejatinya bisa dengan gampang menjawab, “Silakan tanya kepada Megawati. Bukankah pada 2009 dia menjadikan saya sebagai calon wakil presidennya?”

Atau, kalau mau lebih menohok, mantan Danjen Kopassus itu bisa menyerang balik JK. Misalnya, dengan jawaban, “Kenapa waktu pak JK jadi Wapres tidak mengadili saya?”

Tapi malam Prabowo memilih menunjukkan kelasnya. Sebagai seorang (mantan) prajurit, dia hanya menjawab “Tanyalah kepada atasan saya.” Kita tahu persis, atasan yang dimaksudkannya ketika itu adalah Wiranto. Dan, kita juga tahu, kini Wiranto berlabuh di kubu Jokowi-JK. Ehmm…

Jawaban Prabowo itu mestinya menjadi pamungkas atas isu HAM yang bolak balik dilemparkan lawan untuk menyerangnya. Iya, kan? Logikanya, kalau memang putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo itu benar-benar tersangkut soal HAM, kenapa pula Mega waktu itu menggandengnya sebagai Cawapres?

Sibuk ber-KKN?

Buat JK sendiri, kenapa baru kali ini dia mempersoalkannya? Kalau memang dia benar-benar concern pada perkara ini, kenapa waktu dia berkuasa tidak mengusutnya dengan tuntas? Apa karena waktu jadi Wapres-nya Susilo Bambang Yudhoyono dia kelewat sibuk mengurus yang lainnya?

Ahai… kelewat sibuk mengurus yang lainnya? Apa pulakah gerangan itu?

Jauh sebelum menjadi Wakil Presiden SBY, JK adalah seorang saudagar yang lumayan sukses. Bisnisnya bisa disebut menggurita di Sulawesi Selatan dan kawasan Indonesia Timur. Sampai tahun awal 1990-an, salah satu bisnis andalannya adalah menjadi agen penjual mobil Toyota.

Nah, waktu menjadi Wapres itu, bisnis Kalla dan keluarganya berkembang supercepat. Kok bisa? Buktinya, dalam lima tahun kekuasaannya (2004-2009), grup bisnis keluarganya kebanjiran berbagai proyek skala besar.

Adalah Abdulrachim Kresno, aktivis 1978, yang rajin menelisik sepak terjang Jusuf Kalla yang dinilainya sarat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) saat berkuasa. Lewat twitter-nya @abdrachim001, dia bercerita panjang lebar seputar pelbagai proyek yang diguyurkan JK bagi bisnis keluarganya.

Seperti diketahui, keluarga Kalla mengendalikan sejumlah grup bisnis. Di antaranya Kalla Group, Bukaka Group, Bosowa Group, dan Intim Group. Semuanya mengalami masa-masa panen raya saat JK berkuasa.

Bukaka, misalnya, memperoleh order pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Ussu di Kabupaten Luwu Timur, berkapasitas 620 mega watt (MW), dan PLTA senilai Rp1,44 trilyun di Pinrang. Bukaka juga membangun PLTA dengan tiga turbin di Sungai Poso, Sulawesi Tengah, yang berkapasitas total 780 MW.

Menurut Abdulrachim, selain ditengarai memainkan pengaruh kekuasaan untuk mendapatkan bisnis ini, pelaksanaannya pun melanggar aturan. PLTA Poso, misalnya, mulai dibangun sebelum ada analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang memenuhi syarat. Begitu juga dengan jaringan saluran udara ekstra tiniggi (SUTET)-nya ke Sulawesi Selatan & Sulawesi Tenggara dibangun tanpa AMDAL.

“Di Sumatera Utara, kelompok yang dipimpin Achmad Kalla, adik kandung Jusuf Kalla mendapat order pembangunan PLTA di Pintu Pohan, atau PLTA Asahan III berkapasitas 200 MW. Lewat PT PT Bukaka Barelang Energy, Bukaka juga terlibat dalam pembangunan pipa gas alam senilai US$750 juta. Proyek ini akan melintang dari Pagar Dea, Sumatera Selatan, ke Batam,” katanya.

Bukaka juga digerojok seabrek proyek listrik semasa JK jadi Wapres. Di antaranya membangun pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) senilai US$92 juta di Pulau Sembilang, dekat Batam. Lalu ada pembangunan pembangkit listrik tenaga gas di Sarulla, Tarutung, Sumatera Utara, yang akan menghasilkan listrik 300 MW.

Juga ada rencana pembangunan 19 PLTA berkekuatan 10.000 MW. Guna merealisasikan proyek ambisius ini, JK mendorong Bank Pembangungan Daerah (BPD) se Indonesia untuk membiayai dengan mengandalkan dana murah yang dimilikinya.

Itulah sebabnya secara ekonomi rencana tersebut dinilai berbahaya. Pasalnya, dana murah tadi bersifat dana jangka pendek. Padahal siapa pun tahu, proyek pembangkit listrik termasuk berjangka panjang. Mulai pembangunan hingga menghasilkan fulus, PLTA memerlukan waktu sekitar tujuh tahun. Jika dipaksakan, BPD-BPD itu dipastikan bakal mengalami miss match pendanaan. Sedikit saja ada goncangan, mereka bakal terkapar karena dana jangka pendeknya dipakai membiayai proyek jangka panjang.

Kekuasaan, waktu, uang

Dalam waktu lima tahun menjabat sebagai Wakil Presiden, perusahaannya makin gemilang. Itu tidak mengherankan mengingat group-group usahanya memperoleh berbagai proyek infrastruktur.

Kelompok-kelompok bisnis seperti Bukaka, Bosowa , dan Intim (Halim Kalla) masuk dalam paket kontraktor pembangunan 19 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Kelompok Bosowa mendapat order pembangunan PLTU Jeneponto di Sulsel, tanpa tender (Rakyat Merdeka, 7 Juni 2006).

Kelompok Intim milik Halim Kalla, yang juga salah seorang Komisaris Lion Air, akan membangun PLTU berkapasitas 3 x 300 MW di Cilacap, Jateng. Proyek ini mengandalkan pasokan bahan baku batubara dari konsesi pertambangan batubara seluas 5.000 ha milik kelompok Intim di Kaltim (GlobeAsia, Sept. 2008, hal. 38).

Dengan rekam jejak seperti ini, wajar saja jika kekayaan JK dan keluarganya melonjak-lonjak dalam masa lima tahun kekuasaannya. Ini juga yang, konon, menyebabkan SBY tidak lagi menggandeng JK sebagai Cawapres pada Pilpres 2004. Syahwat bisnis ikut mendompleng kekuasaannya. Mana tahaaannn….

http://web.inilah.com/read/detail/2108338/jk-dan-proyek-proyek-bisnisnya#.U6edh5SSxqU

#jokowikalah #prabowomenang

Pos terkait