Jangan Lupakan Marsinah, Srikandi Pejuang Hak Buruh

Bagi kawan-kawan buruh atau pekerja dari generasi millenial, seberapa banyak kawan-kawan tahu siapa saja tokoh dibalik perjuangan hak-hak buruh atau pekerja serta sejarah yang yang melatarbelakanginya, baik didalam maupun diluar negeri, di Indonesia sendiri ada satu nama yang patut dikenang dan dijadikan teladan dalam memperjuangkan hak dan keadilan, yaitu Marsinah.

Marsinah adalah seorang buruh pabrik di Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, yang aktif dalam gerakan serikat buruh pada akhir 1980-an dan awal 1990-an.

Ia dibunuh pada 8 Mei 1993 setelah menjadi salah satu pemimpin serikat buruh yang sedang berjuang untuk hak-hak buruh di pabrik tempatnya bekerja.

Kematian Marsinah memicu protes dan kritik yang keras terhadap kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh aparat keamanan dan pihak-pihak yang berkepentingan di Indonesia pada saat itu.

Marsinah sering dianggap sebagai salah satu tokoh perjuangan buruh yang paling penting dan dihormati di Indonesia.

Marsinah lahir pada tanggal 21 Maret 1965 di desa Kembang Kuning, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Indonesia. Ayahnya adalah seorang petani sedangkan ibunya bekerja sebagai buruh tani.

Marsinah adalah anak kedua dari lima bersaudara. Kehidupan keluarga Marsinah cukup sederhana dan mereka sering mengalami kesulitan ekonomi.

Marsinah hanya mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya karena keterbatasan keuangan keluarganya. Setelah lulus dari sekolah dasar, Marsinah bekerja sebagai buruh pabrik untuk membantu menghidupi keluarganya. Pada usia 16 tahun, ia pindah ke Surabaya dan mulai bekerja di pabrik pengolahan karet.

Meskipun latar belakang keluarganya sederhana, Marsinah tetap mampu menunjukkan tekad dan semangat juang yang kuat dalam memperjuangkan hak-hak buruh. Ia aktif dalam gerakan serikat buruh dan terlibat dalam beberapa aksi protes untuk memperjuangkan hak-hak pekerja.

Hal ini membuatnya menjadi salah satu pemimpin serikat buruh yang dihormati dan diakui di wilayahnya pada saat itu.

Marsinah mulai terlibat dalam gerakan serikat buruh pada akhir 1980-an ketika ia bekerja di pabrik pengolahan karet di Surabaya. Ia bergabung dengan Serikat Pekerja Karet (SPK) dan aktif dalam memperjuangkan hak-hak pekerja di tempat kerjanya.

Marsinah berjuang untuk memperbaiki kondisi kerja yang buruk, meningkatkan upah, dan melindungi hak-hak buruh lainnya.

Tak lama setelah itu, Marsinah terpilih menjadi ketua cabang SPK di pabrik tempatnya bekerja. Ia menjadi sosok yang dihormati dan diakui di kalangan serikat buruh, karena ia berani mengambil tindakan untuk melawan diskriminasi dan kekerasan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan dan aparat keamanan.

Kiprah Marsinah di dunia perburuhan dianggap sangat penting dan memberikan inspirasi bagi banyak pekerja di Indonesia, terutama di masa-masa ketika hak-hak buruh seringkali diabaikan dan dilanggar.

Pada akhirnya, perjuangan Marsinah untuk hak-hak buruh membuatnya menjadi tokoh pergerakan buruh yang dihormati dan diakui oleh banyak orang.

Marsinah adalah seorang pejuang hak-hak buruh yang berani dan gigih, dan ia telah mencapai beberapa prestasi selama kiprahnya di dunia perburuhan. Beberapa prestasi tersebut antara lain:

Terpilih sebagai Ketua Cabang Serikat Pekerja Karet (SPK) di pabrik tempatnya bekerja.

Berhasil memperjuangkan kenaikan upah dan peningkatan kondisi kerja di tempatnya bekerja, serta melindungi hak-hak buruh lainnya.

Terlibat dalam berbagai aksi protes dan demonstrasi, termasuk ikut mengorganisir aksi unjuk rasa besar-besaran di Surabaya pada tahun 1992, yang dihadiri oleh ribuan pekerja.

Diakui sebagai salah satu pemimpin serikat buruh yang dihormati dan diakui di wilayahnya pada saat itu.

Prestasi paling mengesankan dari Marsinah adalah semangat dan tekadnya untuk memperjuangkan hak-hak buruh dan keadilan sosial di Indonesia.

Marsinah bekerja di PT Catur Putra Surya, sebuah pabrik pengolahan karet di Sidoarjo, Jawa Timur, sebelum akhirnya ia dibunuh.
Perusahaan itu merupakan salah satu perusahaan karet terbesar di wilayah tersebut pada saat itu.

Marsinah ditemukan tewas di hutan di daerah Nglegok, sekitar 15 kilometer dari kota Surabaya, Jawa Timur, dengan luka-luka di tubuhnya pada 8 Mei 1993, dan penyebab pasti kematiannya masih belum diketahui hingga saat ini.

Namun, berdasarkan penyelidikan dan pengakuan beberapa saksi, dugaan kuat adalah bahwa Marsinah dibunuh karena perjuangannya dalam memperjuangkan hak-hak buruh dan menentang tindakan diskriminasi serta eksploitasi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.

Menurut pengakuan sejumlah saksi dan aktivis buruh, Marsinah telah menerima ancaman dan intimidasi dari pihak yang tidak setuju dengan perjuangannya.

Beberapa waktu sebelum ia dibunuh, Marsinah dikabarkan telah diancam oleh sejumlah orang yang tidak dikenal, dan beberapa kali mendapat teror dan ancaman.

Selain itu, beberapa saksi melaporkan bahwa sebelum kematiannya, Marsinah terlihat bersama beberapa orang yang diduga sebagai pelaku penyerangan terhadapnya.

Meskipun pelaku diadili dan dijatuhi hukuman, namun ada dugaan bahwa pihak-pihak lain terlibat dalam pembunuhan tersebut dan sejauh ini masih ada kekosongan dalam kasus ini.

Kematian tragis Marsinah telah mengejutkan masyarakat dan mengundang protes keras dari para aktivis buruh dan kelompok hak asasi manusia di Indonesia dan di seluruh dunia.

Walaupun ia telah meninggal dunia karena keberaniannya dalam memperjuangkan hak buruh, perjuangannya telah mengilhami banyak orang untuk melanjutkan perjuangan yang sama, dan ia dianggap sebagai salah satu tokoh pergerakan buruh yang paling berpengaruh di Indonesia. (Dari berbagai sumber)