Jangan Lagi Panggil Saya Lurah!

Catatan Historis Musnik 3 PUK PT. Pakerin (2)

Mojokerto, KPonline – Thok!…

Palu diketuk sekali. Sidang kembali dibuka dalam Musnik 3 PUK SPAI FSPMI PT. Pabrik Kertas Indonesia, setelah sebelumnya di skors selama 15 Menit.

Bacaan Lainnya

Kali ini Suratman bocah Blora, mengambil alih pimpinan sidang pleno. Agendanya adalah pembacaan hasil perundingan antara kedua calon KaPuk (Ketua PUK) yaitu Lurah Sugiyanto dan Demang Sutikno.

Dengan gayanya yang kalem dan tutur bahasa khas keraton yang halus, lelaki lulusan akademis keperawatan itu mempersilahkan kepada kedua calon untuk mengumumkan siapa yang di pilih menjadi KaPuk hasil musyawarah mufakat diantara mereka berdua.

“Monggo, Mas Sugiyanto dan Mas Sutikno ngaturaken hasil musyawaroh. Wekdal kulo sumanggaaken,” Ucapnya sambil mengacungkan jempolnya.

Keluar dari bilik sebelah, wajah sumringah Lurah Sugiyanto tampak dirautnya yang terselingi senyum kecil. Sedangkan Demang Sutikno, tampak ndrumus berkeringat layaknya mandi sauna.

“Dari hasil perundingan kita berdua, dengan ini kami sampaikan bahwa yang menjadi ketua PUK SPAI FSPMI PT. Pakerin periode 2020 sampai 2023 adalah…

Joko..!,” Kata Sutikno lantang.
“Jo kondo-kondo,” (Jangan, bilang-bilang. Red) sambungnya pelan sambil menempelkan telunjuknya di bibirnya.

Tak ayal, seisi ruangan tergoncang oleh suara tawa yang tiba-tiba pecah membahana. Pimpinan sidang pun terpaksa mengetok palu tiga kali untuk menghentikan kegaduhan.

Seperti sebuah stimulan, tawa itu mencairkan ketegangan, keberpihakan juga persaingan, yang mungkin terselip diantara mereka semua. Tidak ada yang merasa tercederai, tersisihkan atau terasingkan dengan adanya pemilihan calon pimpinan baru. Semua legowo, semua bahagia, tanpa dendam dan tetap saling mendukung untuk mewujudkan tujuan bersama.

Seperti yang dikatakan Sugiyanto ketika dimintai komentar oleh juru warta. Menurutnya ketua atau pimpinan itu bukan jabatan tetapi sebuah amanah. Ia bahkan meminta jangan lagi dipanggil Lurah, kurang cocok ia berkilah.

Tetapi bagi anggotanya tidak demikian berpikiran, bagi mereka Lurah ya Lurah, Demang ya Demang. Tidak ada pelarangan, wong itu panggilan yang mereka sematkan. Semacam rasa sayang dan kekeluargaan.

PilKaPuk antara Lurah dan Demang, tidak terjerumus perebutan jabatan dan status, begitupun seharusnya dalam pemilihan-pemilihan pimpinan lainnya. Toh, siapapun yang memimpin, ia harus bisa dipimpin. Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, atas Rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Begitu sang Demang berpesan.

Benih pergerakan telah tersemaikan, biji yang baik tentu tidak menumbuhkan tanaman yang berbeda dari indukan. Seperti halnya tanaman jagung yang aku tanam, tinggal merawat dan memupuk, menjauhkan dari tikus garong dan mafia perdagangan.

Ada sebuah kebanggaan tersendiri, seperti diungkapkan pengurus Pimpinan Cabang Gus Saiful yang ikut menyaksikan acara Musnik hingga selesai.

Di lain sisi sebuah harapan baru juga timbul, untuk perbaikan untuk perubahan. Dari kegiatan Musnik itu ada sesuatu yang bisa dipetik untuk pembelajaran. Bukankah sejarah akan terulang dan terngiang?.

Dari jauh, aku lihat dua serdadu sedang mengokang paculnya, menyanyikan lagu menanam jagung di kebun kita dengan riang gembira.

Ya.. menanam jagung di kebun kita, bukan menumbuhkan gedung yang tidak kita punya.
(Selesai)

Kontributor Wilwatikta
Kik Slamet Gondrong

Pos terkait