Jamkeswatch Bogor Evaluasi Program JKN Bersama Dinkes, BPJS Kesehatan, dan Perwakilan Rumah Sakit

Foto bersama usai audiensi.
Foto bersama usai audiensi.

Bogor, KPonline – Kamis (24/3/2016), dalam rangka eveluasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Bogor, Jamkeswatch mengadakan pertemuan dengan Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan Perwakilan Rumah Sakit, dan Perhimpunan Rumah Sakit (PERSI) Cabang Bogor. Pertemuan yang diselenggarakan di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor ini terselenggara atas inisiatif Jamkeswatch Bogor, sesuai dengan surat yang dikirimkannya tanggal 4 Maret 2016.

Jamkeswatch Bogor melihat masih banyak permasalahan yang terjadi terkait dengan pelaksanaan JKN. Berbagai permasalahan tersebut antara lain: (a) Ketersediaan ruang rawat; (b) Sistem rujukan yang tidak sesuai peraturan. Dimana pasien kondisi darurat tidak ditangani, tapi langsung dinyatakan ruangan penuh; (c) Pengenaan biaya darah kepada peserta akibat rumah sakit tidak mempunyai bank darah; (d) Adanya oknum rumah sakit yang bermain dalam hal ruang rawat untuk pasien; (e) Banyak masyarakat yang kurang paham tentang prosedur Jamkesda; (f) Antrian panjang di Kantor BPJS Kesehatan untuk calon pendaftar baru; (g) Masyarakat masih kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan dan ditolak di rumah sakit; (h) Masih banyak rumah sakit yang mengenakan selisih biaya. Baik untuk obat, ruangan, atau bahan medis habis pakai; (i) Minimnya ruangan intensive seperti Intensive Care Unit (ICU), Neonate Intensivwe Intensive Care Unit (NICU), Paediatric Intensive Care Unit (PICU), High Care Unit (HCU), serta fasilitas RS yang tidak memadai.

Bacaan Lainnya

Terhadap semua permasalahan yang disampaikan Jamkeswatch Bogor seperti tersebut di atas, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bogor perlahan-lahan berkomitmen untuk mempersiapkan ketersediaan ruang rawat bagi masyarakat Bogor.

Sementara itu, Direktur RS Sentra Medika Dokter Lanjar (Kelas B) mengatakan, bahwa PERSI berkomitmen untuk memperbaiki pelayanan pasien IGD. Bahkan, menurutnya, saat ini porsi untuk ruang perawatan bagi pasien DBD sudah sampai 40%. Disamping itu, pihaknya juga berencana membuat sistem rujukan dengan menggunakan Media Sosial/WA antar rumah sakit, BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (PERSI) sehingga bisa diakses dengan mudah dan cepat oleh masyarakat.

Hal lain yang disampaikan adalah, 95% pasien pemasangan ring jantung adalah peserta BPJS Kesehatan. Ini artinya, BPJS Kesehatan sangat bermanfaat untuk mereka yang mengalami sakit berat. Sementara itu, bank darah banyak digunakan untuk melayani pasien hemodialisa, dimana pihaknya mempunyai 25 alat. Adapun biaya yang diperlukan untuk 1 kantong darah sekitar 600 ribu, sedangkan biaya untuk ruang Intensive, minimal membutuhkan biaya 3.5 juta.

Dia juga menyampaikan, sebaiknya relawan memahami fungsi dari masing-masing ruangan yang ada di rumah sakit (anatomi pembagian ruangan). Karena, memang, ada pembagian ruang kelas bagi peserta BPJS (1,2,3), Umum & Asuransi (Utama, VIP).

Dalam pertemuan ini, juga diusulkan untuk mengajujan permintaan anggaran guna pembelian alat/fasilitas Intensive dari Dinas Kesehatan kepada DPRD Kabupaten Bogor.

Sementara itu, dari BPJS Kesehatan Cabang Bogor yang diwakili Kepala Pelayanan RS Rujukan Evi. Dalam hal ini, Evi menyampaikan hal-hal berikut: (a) Rumah sakit yang sudah bekerjasama di Kabupaten/Kota Bogor adalah 44 rumah sakit, baik dari pemerintah maupun swasta. Sementara itu, untuk rumah sakit yang sudah bekerjasama di Kabupaten Bogor ada 27 rumah sakit dari 30 rumah sakit yang ada (RSIA Citra Insani, RSIA Kenari Graha Medika, RS Pertamedika Sentul); (c) Rujukan berjenjang tetap harus diperhatikan; (d) Diakui masih ada kendala mengenai ketersediaan ruangan intensive; (e) Rumah sakit swasta masih terkendala untuk pemesanan obat bagi peserta JKN berdasarkan e-catalog, karena RS swasta belum mendapatkan informasi yang baik perihal alur pemesanan obat Fornas; (f) Adanya oknum kader yang membantu membuatkan kartu JKN dengan harga 900.000/kartu; (g) Antusias pendaftar baru peserta JKN di Kabupaten Bogor setiap hari ada kenaikan. Pendaftar baru Mandiri mencapai 75 KK/hari, sedangkan pendaftar baru PNS, TNI, Polri, dsb ada 90 KK/hari; dan (h) Puskesmas bisa melayani rawat inap, ada beberapa Klinik Swasta/Faskes 1 yang sudah bisa melayani rawat inap.

Disampaikan juga, bahwa Pemda Kabupaten Bogor masih memiliki jatah untuk peserta JAMKESDA sebanyak 40.000 kartu. Warga Kabupaten Bogor masih bisa menjadi Penerima Jamkesda (3×24 jam). Bahkan, tetap masih bisa mendapatkan pelayanan kesehatan, ketika kondisi sakit dan belum mempunyai jaminan kesehatan.

Sementara itu, Koordinator Jamkeswatch Bogor dan Depok Heri Irawan mengatakan, bahwa rumah sakit tidak boleh menolak pasien. Dia meminta agar rumah sakit melakukan sistem rujukan berjenjang sesuai Permenkes 001 /2012; melakukan pertolongan pertama atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai indikasi medis; dan melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal pasien gawat darurat.

Disamping itu, Pemda dan asosiasi rumah sakit harus membentuk jejaring dalam rangka peningkatkan kesehatan, yang meliputi informasi sarana dan prasarana, pelayanan, rujukan, penyediaan alat. Hal lain, fasilitas kesehatan tidak boleh meminta iur biaya kepada peserta JKN selama mendapat manfaat sesuai haknya.

Dia juga menyoroti, bahwa rumah sakit wajib menginformasikan ketersediaan ruang rawat inap untuk pelayanan JKN. Baik secara langsung dan/atau tidak langsung dengan memberikan informasi secara langsung dilakukan dengan menyediakan fasilitas pelayanan informasi atau dilakukan oleh petugas rumah sakit, serta informasi secara tidak langsung dilakukan melalui papan pengumuman dan/atau website.

“Masyarakat, buruh/pekerja, badan usaha, rumah sakit, organisasi profesi dan semua elemen masyarakat lainnya hrus sama-sama kawal JKN dan budayakan gotong royong, berkomitmen dan jalankan regulasi dengan sepenuh hati,” pungkasnya. (*)

 

Pos terkait