Ini Penjelasan KSPI Terkait Tuntutan Buruh Dalam Peringatan Hari Kerja Layak Sedunia

Jakarta, KPonline – Setiap tanggal 7 Oktober diperingati sebagai Hari Kerja Layak Internasional (Internasional World Day for Decent Work). Tahun ini, puluhan ribu buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPMI) melakukan aksi serentak di Istana Negara, Jakarta, dan berbagai kota besar lain di seluruh Indonesia.

Dalam aksi ini, kaum buruh mengusung tema: JAMKESTUM.

JAMKESTUM merupakan singkatan dari JAMinan KESehatan dan Tolah Upah Murah. Dimana penolakan terhadap upah murah memiliki korelasi dengan tolak PHK.

Secara detail, JAMKESTUM sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut:

Jaminan Kesehatan 

Kematian bayi Debora mengundang keprihatinan di kalangan buruh, termasuk FSPMI dan KSPI. Dengan maksud agar tidak ada lagi Debora-Debora yang lain dan menghapuskan pameo orang miskin dilarang sakit, kader KSPI yang juga relawan Jamkeswatch Ade Lukman melakukan aksi jalan kaki dari Surabaya ke Jakarta.

Rencananya, perjalanan akan dimulai pada tanggal 19 September 2017 dari Tugu Pahlawan, Surabaya, dan akan berakhir di Istana Negara, Jakarta. Diperkirakan, perjalanan ini akan ditempuh selama 36 hari, melewati kota-kota berikut: Surabaya – Gresik – Lamongan – Babat – Tuban – Rambang – Pati – Kudus – Demak – Semarang – Kendal – Pekalongan – Pemalang – Tegal – Brebes – Cirebon – Indramayu – Subang – Purwakarta – Karawang – Bekasi – Jakarta.

Jalan kaki Surabaya – Jakarta ini membawa tuntutan, agar Pemerintah segera memperbaiki pelayanan jaminan kesehatan. Adapun tema yang diusung adalah: Sehat Hak Rakyat.

Kematian bayi Debora hanyalah sebagian kecil gunung es dari permasalahan program jaminan kesehatan dan BPJS Kesehatan. Selama rumah sakit dan klinik swasta tidak diwajibkan menjadi provider BPJS Kesehatan, bisa dipastikan kasus seperti ini akan terus terulang.

Berdasarkan catatan BPJS Kesehatan, saat ini lebih dari 80 juta orang penduduk Indonesia tidak mempunyai jaminan kesehatan. Padahal, berdasarkan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan dan roadmap Kementerian Kesehatan, pada tahun 2019 seluruh rakyat Indonesia wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Kasus kematian bayi Debora yang tidak tertangani dengan baik di rumah sakit adalah pintu masuk untuk mewajibkan seluruh klinik dan rumah sakit swasta type A, B, dan C untuk menjadi provider BPJS Kesehatan.

Selain itu, kasus kematian bayi Debora adalah titik awal untuk meningkatkan anggaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) di BPJS Kesehatan, sehingga akan semakin banyak orang tidak mampu yang memiliki jaminan kesehatan. Penambahan anggaran ini penting dilakukan, terlebih lagi, saat ini anggaran BPJS Kesehatan selalu defisit kurang lebih 6,7 Trilyun per tahun.

Oleh karena itu, FSPMI dan KSPI menutut:

a. Mewajibkan seluruh klinik dan rumah sakit menjadi provider BPJS Kesehatan, tanpa terkecuali.

b. Tingkatkan anggaran biaya jaminan kesehatan melalui APBN.

c. Pastikan 80 juta penduduk Indonesia yang belum mempunyai program jaminan kesehatan menjadi peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh negara bilamana mereka tidak mampu membayar.

d. Hapuskan sistem INA CBGs yang menyebabkan antrian pelayanan dan biaya murah sehingga menurunkan kualitas pelayanan klinik dan rumah sakit.

Tolak Upah Murah

FSPMI dan KSPI menuntut kenaikan upah minimum tahun 2018 sebesar 50 dollar (kurang lebih Rp 650.000). Tuntutan ini disuarakan dalam Kampanye +50, yang dilakukan serentak oleh kaum buruh di Asia Pacific.

Dalam kampanye kenaikan upah +50, kaum buruh ingin memastikan upah yang mereka terima untuk diri dan keluarganya menjadi layak. Ini sekaligus sebagai upaya untuk menghentikan kerakusan korporasi/kapitalis, yang selama ini menumpuk keuntungan besar tetapi membayar upah buruh dengan murah.

Sebagai contoh, terlihat dengan ditetapkannya upah padat karya di 4 daerah: Kabupaten Purwakata, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi; yang jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 88 dan 89.

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, jelas disebutkan bahwa upah minimum adalah upah terendah yang diterima oleh pekerja/buruh yang masa memiliki kerja kurang dari 1 tahun dan berfungsi sebagai jaring pengaman. Hal ini dilakukan, agar buruh tidak jatuh menjadi absolut miskin.

Pemerintah sangat memahami, bahwa tidak ada upah minimum di bawah upah minimum. Yang ada adalah upah minimum di atas nilai upah minimum, yang disebut sebagai upah minimum sektoral industri (UMSK/UMSP). Misalnya, UMSK untuk sektor industri tekstil, garmen, dan sepatu. Maka nilainya harus di atas upah minimum (UMK) yang berlaku di daerah tersebut. Atau UMSK sektor elektronik dan otomotif. Maka nilainya harus di atas UMK di kota tersebut.

Alasan pengusaha industri padat karya yang menyatakan UMK yang sekarang ini berlaku sangat tinggi, sehingga perlu diberlakukan upah minimum industri padat karya, adalah mengada-ada dan melanggar konstitusi.

Anehnya pelanggaran konstitusi ini dipimpin langsung oleh Wakil Presiden dalam rapat yang dihadiri Menteri Ketenagakerjaan, Gubernur Jawa Barat, dan lembaga lainnya untuk membahas UMK padat karya yang nilainya di bawah upah minimum. Kejadian ini menunjukkan pemerintah sangat pro pasar dan kapitalis, serta hanya melindungi kepentingan pengusaha tanpa memperhatikan kepentingan buruh dan peningkatan kesejahteraan.

Padahal kondisi buruh sekarang ini sangat terpuruk daya belinya. Ini dibuktikan dengan tutupnya perusahaan di industri ritel, keramik, pertambangan, dan garmen.

Penutupan perusahaan tersebut bukan karena persoalan upah minimum, tetapi lebih karena lesunya perekonomian nasional dan menurunnya daya beli. Kalau upah minimum padat karya makin murah, maka daya beli makin menurun lagi. Konsumsi juga akan ikut menurun.

KSPI memprotes keras sikap Menteri Ketenagakerjaan dan Gubernur Jawa Barat yang dalam rapat dipimpin oleh Wakil Presiden, tidak memberikan penjelasan yang komprehensif tentang definisi dan tujuan upah minimum. Hanya dalam rezim pemerintah saat ini, sejak Indonesia merdeka, yang menetapkan upah minimum di bawah upah minimum (seperti analogi ada negara di dalam negara).

Tercium sekali “bau sangit” kepentingan pengusaha industri padat karya. Pemeritah tunduk pada pemilik modal tanpa memperhatikan kesejahteraan buruh, bahkan ikut menakuti-nakuti buruh dengan akan adanya PHK besar-besaran jika upah minimum padat karya tidak diberlakukan.

Oleh karena itu, FSPMI dan KSPI menutut:

a. Cabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tetang Pengupahan

b. Naikkan upah minimum tahun 2015 sebesar Rp. 650.000,00 (50 dollar)

Tolak PHK

Ancaman PHK terjadi di berbagai sektor. Hal ini menunjukkan, paket kebijakan ekonomi pemerintah gagal.

Kebijakan PP 78/2015, misalnya, awalnya dikatakan untuk mencegah tidak ada PHK. Tetapi buktinya, gelombang PHK terus terjadi. Berdasarkan catatan KSPI, berikut adalah ancaman PHK di beberapa sektor industri.

a. Sektor Retail

Penurunan daya beli memberi “pukuan telak” di sector retail dan berpotensi terjadinya PHK massal. Setaleh tutup 72 gerai di tahun 2015, beberapa gerai Giant supermarket kembali di tutup semester I tahun 2017. Meski demikian belum ada aktivitas PHK massal di sector retail anggota KSPI. Dampak PHK masih dapat diantisipasi dengan merelokasi pekerja dari gerai yang tutup ke berbagai gerai terdekat yang masih beroperasi. Lotte Shopping Avenue yang terletak di Ambassador Mall sedang mengalami kerugian sekitar Rp. 10 Milyar per bulan. Lotte Shopping Avenue masih dapat bertahan melalui suntikan dana dari holding dan hingga saat ini belum ada tanda-tanda PHK.

Kisah PHK di sector retail menyisakan pilu bagi pekerja Seven Eleven. Dari hampir 6.000 pekerja masih tersisa sekitar 1.300 pekerja yang belum menerima seluruh hak dari putusan PHK. Meski demikian proses pemenuhan hak sedang dalam proses dari pihak PT Moderen Sevel Indonesia.

b. Sektor Telekomunikasi

PT Indosat sedang memproses PHK 40 orang dan berpotensi menyusul 300 orang. Karyawan target PHK rata-rata memiliki masa kerja selama 10 tahun di jenis pekerjaan IT dan Networking. Modus PHK mencari kesalahan, tidak perform, penutupan bisnis, restrukturisasi dan lain-lain. Struktur ketenagakerjaan PT Indosat PKWTT 3.400 orang dan PKWT 700 orang. Tenaga kerja asing (TKA) menimbulkan berbagai permasalahan di PT Indosat. Diantara masalah tersebut muncul karena dalam pekerjaan yang sama TKA mendapat upah lebih tinggi dari pekerja local dan pertentangan budaya dari Bangladesh dan India.

Proses PHK sedang dijalani 100 orang pekerja di PT XL Axiata. Potensi PHK selanjutnya diperkirakan menyasar 900 orang berikutnya. Restrukturisasi dan efisiensi menjadi alasan untuk meningkatkan profit. Manajemen PT XL Axiata melakukan benchmarking dengan PT Smartfren Telcom yang memiliki sedikit karyawan tetapi mendapatkan keuntungan yang hampir sama dengan PT XL Axiata. Modus PHK hampir sama dengan yang terjadi pada PT Indosat. Struktur ketenagakerjaan PT XL Axiata PKWTT sekitar 1.875 orang dan PKWT sekitar 1.500 orang. Pekerja tetap dengan usia mendekati pensiun diberikan program pensiun dini dan digantikan tenaga usia muda dengan status outsourcing. Isu TKA hampir mirip dengan yang terjadi pada PT Indosat.

c. Sektor Jalan Tol

Mulai tanggal 31 Oktober 2017 seluruh gerbang tol tidak lagi dilayani manusia dan tidak menerima pembayaran secara tunai. Program ini merupakan ketetapan pemerintah yang melibatkan BUMN pengelola jalan tol dan mayoritas perbankan BUMN. Selama ini setiap satu pintu tol membutuhkan 5 tenaga kerja untuk beroperasi 24 jam selama 7 hari. Otomatisasi pembayaran, menggantikan tenaga manusia dengan mesin dan berpotensi menghilangkan pekerjaan bagi 20.000 orang.

Relokasi tenaga kerja menjadi hal yang cukup “utopis” untuk dilakukan, dengan memperharikan kondisi yang ada. Hingga satu bulan menjelang pelaksanaan otomatisasi tidak ada tanda-tanda persiapan pengalihan pekerjaan dari PT Jasa Marga. Situasi kerja nampak biasa dan tidak ada pelatihan untuk skill baru ataupun yang lainnya. Penggunaan otomatisasi pada ruas yang tol baru membuat kondisi tidak memungkinkan untuk mendistribusikan karyawan di tempat baru. Selain itu sebagian besar ruas tol yang baru berada di luar pulau jawa.

d. Sektor Perbankan

Selama ini kita telah familiar dengan ATM tarik tunai dan mulai bermunculan pula ATM untuk setor tunai. Penggunaan kartu debit dan kartu-kartu lainnya menggunakan EDC di supermarket serta mobail banking, dan internet banking semakin menjadikan kita jarang mengunjungi teller bank. Saat ini telah berkembang teknologi serta peraturan yang memperbolehkan seseorang membuka tabungan tanpa perlu berkunjung fisik di kantor perbankan. Cukup menggunakan aplikasi di ponsel pintar dan memasukkan foto-foto persyaratan kemudian “boom” kita mendapatkan sebuah rekening bank. Maka telah tiba era dimulainya kepunahan beberapa lapangan kerja di sector perbankan.

Perlahan namun pasti sector perbankan mulai bergerak untuk merestrukturisasi sumberdaya manusianya. Berbagai program pensiun dini sudah digalakkan di sector perbankan bagi pekerja yang berusia mendekati 50 tahun. Upaya pengurangan karyawan di sekitar 14 bank juga ditempuh melalui berbagai cara untuk memaksa pengunduran diri termasuk intimidasi, mutasi kerja, dan berbagai “trik” lainnya. Hal ini ditujukan untuk menghindari kewajiban pesangon yang ditetapkan dalam undang-undang. Perubahan struktur juga akan berbalik dari kondisi saat ini menjadi 70% tenaga marketing dan sisanya adalah tenaga operasional. Tentu hal ini merupakan dampak dari otomatisasi.

e. Sektor Elektronik

Perubahan teknologi analog menjadi digital membawa perubahan besar pada layout line produksi. Perubahan teknologi yang dinamis menuntut perusahaan untuk sangat adaptif. Munculnya teknologi micro conrtoler dalam chip menghilangkan beberapa tahap proses pekerjaan khususnya inserting komponen dalam PCB. Sehingga kebutuhan terhadap jumlah tenaga kerja terus menurun.

Perkembangan teknologi menjadi seleksi alam atas keberlangsungan bisnis. Sejak tahun 2015 Sony mulai menutup beberapa anak perusahaannya. Jejak ini ternyata juga diikuti oleh Panasonic dan Toshiba yang menututp sebagian atau seluruh unit bisnisnya. Tidak kurang dari 2.500 pekerja mengalami PHK secara massal pada tahun 2016. Lesunya perekonomian akibat turunnya daya beli menjadi salahsatu factor utama tragedi ini.

f. Sektor Kimia dan Energi

Tingginya harga sumber energi khususnya LNG menjadi salah satu factor utama kekalahan daya saing. Pada November Tahun 2016 PT Krakatau Steel (KS) memutuskan untuk berhenti produksi dikarenakan biaya produksi yang terlalu tinggi. Sebagai respon tersebut pemerintah mengeluarkan Kepmen ESDM No.4 Tahun 2016 sehingga KS mendapat harga khusus untuk LNG. Kesulitan serupa terjadi pada industry keramik dimana dari total biaya produksi 30%-40% dihabiskan untuk biaya LNG.

Industri keramik terancam kalah bersaing mulai 1 januari 2018. Biaya energi yang tinggi menjadikan kompetisi dengan produk import cukup berat. Hingga akhir tahun 2017 penjualan keramik masih terselamatkan oleh adanya bea masuk bagi keramik import sebesar 30%. Jika pemerintah tidak dapat menurunkan harga LNG dikhawatirkan ribuan pekerja akan kehilangan mata pencahariannya di awal tahun 2018.

g. Sektor Garmen

Gencarnya pembangunan infrastruktur pemerintah tidak begitu manis bagi industry semen. Secara nasional Tahun 2016 pasokan semen masuk dalam kategori over supply sebesar 86,9 Juta Ton dengan permintaan hanya sebesar 66 Juta Ton. Sekretaris Perusahaan Semen Indonesia Agung Wiharta menyatakan bahwa penurunan penjualan semen disebabkan sektor properti dan daya beli masyarakat yang belum terlalu membaik, sedangkan sekitar 80 persen penjualan semen masih ditopang retail.

Bermunculannya pabrik semen baru menumbuhkan persaingan di tengah penurunan permintaan pasar. Dampak dari persaingan ini mengakibatkan penurunan harga rata-rata semen yang biasanya seharga Rp.70.000/sak menjadi Rp.50.000/sak. Sehingga beberapa perusahaan mulai melakukan efisiensi operasionalnya. Baik menggunakan Global Value Chain maupun efisiensi tenaga kerja. Terhitung sejak tahun 2010 PT Indocement dan PT Holcim sedang mengalami monatorium penerimaan tenaga kerja baru. Selama sekitar 6 tahun PT Indocement telah berkurang 1.000 pekerja dan masih berlanjut dengan program pensiun dini. Hal serupa di PT Holcim telah berkurang sekitar 400 pekerja dan terus berjalan hingga saat ini.

h. Sektor Farmasi

JKN yang dikelola BPJS telah memberi kemanfaatan besar bagi masyarakat meski masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Pemerintah menerapkan sistim Ina CBGs yaitu sistem pembayaran dengan sistem “paket” berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Formularium yaitu suatu sistem penyediaan obat-obatan nasional yang akan dipakai dalam BPJS Kesehatan. Tim formularium mewajibkan obat generic dalam seluruh layanan BPJS Kesehatan. Kewajiban ini didasari alasan minimnya anggaran dalam paket diagnosis.

Penggunaan obat generic secara massive di tingkat nasional memberi dampak langsung terhadap produsen obat patent. Untuk dapat bergabung dalam obat BPJS produk patent harus memberi diskon sebesar 70% dari harga normal. Uniknya pemberian diskon tidak lantas memastikan obat patent tersebut semerta-merta digunakan oleh Rumah Sakit Pemerintah maupun Swasta. Beberapa rumah sakit telah melakukan kontrak dengan perusahaan farmasi tertentu yang berani memberi diskon di awal kontrak. Selain itu beberapa rumah sakit merupakan bagian dari grup holding yang telah memiliki afiliasi farmasi tersendiri. Seperti Rumah Sakit Mitra Keluarga Group punya 12 rumah sakit dan memiliki kalbe group yang membawahi bintang tujuh dsb.

Tertutupnya ruang gerak bagi produsen obat paten memberi dampak yang tidak kita harapkan. Efisiensi menjadi senjata andalan saat bisnis perusahaan sedang tidak stabil.

Berikut ini daftar PHK tahun 2017 di perusahaan anggota KSPI.

1. PT Sanofi/Aventis , 156 pekerja
2. PT Glaxo 88 pekerja
3. PT Darya Varia, 40 pekerja
4. PT Roche 400 pekerja
5. PT Tempo Scan Pasific 95 pekerja

i. Sektor Garmen

Kebijakan upah sector padat karya di bawah ketetapan UMP menjadi bencana bagi pekerja sector garment. Dampak dari kebijakan ini beberapa perusahaan di Jawa Barat sedang memproses pengurangan nilai upah yang dibayarkan pada pekerjanya. Berdasar informasi, kebijakan upah sector padat karya ini diprakarsai oleh perusahaan yang tergabung dalam Korea Garment Mafufacture’s Association in Indonesia (KOGA).

Tragedi terus berlanjut dengan munculnya trend pemutihan status kerja. Modus pemutihan ini adalah menawarkan kepada pekerja untuk mengundurkan diri dengan imbalan sejumlah uang pesangon dan dijanjikan untuk dipekerjakan lagi sebaga karyawan kontrak atau outsourcing. Iming-iming pesangon biasanya disertai ancaman serta informasi bahwa perusahaan akan tutup jika para karyawan enggan menerima program ini.