Indonesia Sedang Baik-Baik Saja

Bukan tanpa alasan para buruh tersebut melakukan Long March. Hal ini didasari karena buruh ingin mewujudkan cita - cita buruh dan rakyat Indonesia yang dituangkan dalam Sepuluh Tuntutan Buruh dan Rakyat (Sepultura).

Jakarta, KPonline – Benarkah Indonesia sedang tidak baik-baik saja? Pertanyaan ini bukan menebar ketakutan. Sebaliknya, ini adalah sebuah kesadaran. Sadar bahwa hari esok harus lebih baik dari hari ini. Sehingga energi yang kita miliki, mestinya dimaksimalkan untuk mendorong agar Indonesia semakin maju.

Sadar bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja, adalah syarat awal untuk kita menjadi waspada. Bekerja sepenuh hati untuk memperbaiki apa yang sudah baik, dan tentu saja, mencari terobosan baru agar yang baik menjadi makin baik. Di atas langit masih ada langit. Tidak ada kata final untuk sebuah capaian.

Belajar dari Kasus Ratna Sarumpaet

Kebohongan Ratna Sarumpaet bisa saja kita jadikan pelajaran terbaik. Maksud saya, bukan belajar agar menjadi semakin lihai berbohong. Sebaliknya, belajar tentang bagaimana kita harus bergerak cepat untuk menuntaskan permasalahan.

Saya bisa paham. Reaksi cepat kubu Prabowo – Sandi merespon ‘curhat setan’ dari Ratna Sarumpaet, dilandasi pada pengalaman Novel Baswedan hingga Neno Warisman.

Dalam kasus Novel, misalnya, penganiayaan di pagi buta menjadi drama yang tidak ada akhirnya. Hingga kini tidak diketahui pelakunya. Ketika kemudian dengan sangat menyakitkan Ratna bercerita dianiaya, bahkan kabarnya ia menceritakan itu sambil menangis, ingatan tentang Novel dengan sendirinya berputar kembali.

Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Tak ingin pelakunya menghilang tanpa pertanggungjawaban, kubu Prabowo – Sandi bereaksi. Dalam konferensi pers, Prabowo bahkan mengatakan akan menghadap Kapolri untuk membahas kasus ini. Benar. Tak sampai 24 jam, drama ini terungkap. Ratna hanya bersandiwara. Cerita penganiayaan itu bohong belaka.

Itulah gunanya kritik. Menjadi pemantik untuk menjadi lebih baik.

Andai Saja Secepat Pengungkapan Kasus Ratna…

Mari kita tinggalkan kisah Ratna Sarumpaet yang sebagian orang sudah muak mendengarnya. Kali ini beralih pada sektor ekonomi. Tentang keluhan kaum buruh yang upahnya kecil dan bekerja tanpa kepastian. Para guru honorer yang mengelus dada karena mimpi menjadi pegawai negeri pupus setelah penantian belasan tahun. Masalah utang, impor, anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan lain sebagainya.

Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Tentu saja kita ingat janji Pemerintah untuk mengangkat para honorer. Kritik sudah disampaikan, agar janji-janji itu ditunaikan. Tetapi kabar mengenai pengangkatan seluruh honorer itu hanya hoax. Saya membayangkan, ketika para guru honorer bereaksi, tak sampai 24 jam sudah ada klarifikasi.

… Tidak benar Pemerintah mengabaikan nasib honorer. Ini bukti surat pengangkatan seluruh honorer K2 yang ada di Indonesia….

Hal yang lain, misalnya, tentang polemik impor. Petani kita harus dimuliakan. Salah satunya adalah dengan tidak melakukan impor, karena hal itu sama saja tidak menghargai petani. Itu janji pemerintah. Ketika kemudian kritik mengenai kebijakan impor disampaikan, mestinya tak sampai 24 jam sudah ada jawaban, agar janji tidak ada impor bukan hoax.

Tidak benar Pemerintah melakukan impor. Ini bukti jika impor beras sudah dibatalkan.

Tentu saja, kita harus memiliki energi positif. Percaya bahwa Indonesia sedang baik-baik saja, dan sampai kapan pun akan tetap baik. Namun demikian, jangan sampai kita menutup mata, ada beragam hal yang harus diperbaiki. Janji-janji yang harus dipenuhi, demi kejayaan Ibu Pertiwi.