Indahnya Cugenang, Jangan Hanya Selfie di Kampung Kami

Cianjur, KPonline, – Minggu dini hari, 27 November 2022, rombongan Relawan Kemanusiaan Bogor terhenyak dari mimpi sekejap malam tadi. Hanya sekedar memejamkan mata, mengistirahatkan mata-mata lelah sejak semalam. Maklum, dari 20 Relawan Kemanusiaan Bogor yang berperan serta dalam perjalanan berlika-liku mencari titik-titik lokasi pengungsian, sebagian besar adalah pekerja. Baik pekerja pabrik, pekerja harian lepas, pekerja proyek. Bahkan, ada beberapa yang merupakan pengemudi layanan online, yang sejak persiapan hingga keberangkatan selalu sigap membantu, apapun yang mereka mampu.

Mata mengantuk dan tentu saja lambung kami belum diisi sarapan. Laksana wanita yang sedang hamil dan “ngidam”, menginginkan sesuatu untuk dimakan. Beberapa jam terjebak di jalan-jalan kampung hingga gang-gang sempit, dan dengan terpaksa harus kami jalankan. Perut lapar, mata lelah dan mengantuk, mengiringi dan menemani perjalanan. Hingga akhirnya berlabuh di Desa Sarampad untuk “sarapan”. Makanan pagi ini adalah pahala kebaikan, dan dahaga kami terpenuhi dengan berbagi donasi serta bantuan.

Bacaan Lainnya


Sepanjang jalan yang kami lalui, sejak keberangkatan dimulai dari Desa Mekarsari, melalui Desa Rawacina hingga akhirnya kami berhenti di perberhentian yang entah sudah keberapa kalinya. Desa Padaluyu, Kecamatan Cugenang, 95% luluh lantak akibat gempa bumi yang mengguncang Cianjur pada Senin, 21 November 2022 yang lalu. Bangunan rumah ambruk, kandang ternak miring, genteng dan puing-puing bangunan berserakan disana dan disini. Tenda-tenda pengungsian berhimpitan antara manusia yang satu dengan yang lainnya.

Kekhawatiran dan ketakutan masih menghantui hampir seluruh warga Desa Padaluyu. Sebagian yang lain, meninggalkan rumah, ternak dan harta benda mereka begitu saja, mengungsi ke kerabat, sahabat atau pun handai taulan. Kekhawatiran dan ketakutan mereka cukup beralasan. Hal ini dikarenakan, gempa-gempa susulan masih saja dirasakan oleh seluruh warga Kabupaten Cianjur, baik yang berada di dataran tinggi maupun mereka yang berada di dataran rendah.

Anak-anak usia dini, sekira 4 hingga 10 tahun, memegang kardus sejak Desa Mekarsari hingga di Desa Paduluyu kami menepi. Mengiba mengharap belas kasihan dan kepedulian para dermawan yang melintas, dan melewati kampung-kampung mereka. Pemuda-pemudi pun tak mau berdiam diri, mengambil posisi yang serupa dengan adik-adik mereka. Berdiri dipinggir-pinggir jalan, didepan gang-gang, di pertigaan dan perempatan jalan. Sambil memegang kardus bekas mie instan atau kardus bekas air mineral.

Mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun. Hanya berdiri dan tersenyum kepada kami yang melintas. Tatapan mereka menyiratkan, menampakan kesedihan yang tak kunjung berkesudahan. Raut wajah mereka seakan-akan berkata, kepada nurani-nurani yang masih memiliki rasa kemanusiaan, “Tolonglah, bantu kami!”.

Satu jepretan foto pun tak sanggup kami arahkan kepada wajah-wajah yang penuh resah tersebut. Tak mungkin pula, kami menjual kesedihan dan keputus asaan mereka di media sosial. Pun, jika kami lakukan hal tersebut, untuk apa kami lakukan? Dan atas dasar apa kami menyebar luaskan, kepedihan dan kesedihan yang mereka rasakan. Dan untuk kalian para dermawan, jangan pernah “menjual” kesedihan dan kepedihan para pengungsi. Jika hanya dengan alasan, sebagai bentuk kepedulian.

Kepedulian yang mereka harapkan, adalah rasa peduli dalam bentuk nyata. Datang dengan membawa bantuan dan donasi, bukan hanya sebatas “pura-pura peduli” lalu swafoto atau selfie. Buat kalian para dermawan yang budiman, jangan juga membuat kemacetan di kampung-kampung di Cugenang. Membawa sekardus mie instan, tapi rombongan yang kalian bawa, sudah seperti mau “besanan”. Plis deh, bukan itu wahai para dermawan yang budiman.

Bunyi klakson, sirine ambulan atau pun sirine aparat yang berwajib, terus terdengar sejak kedatangan kami pada Sabtu malam, 26 November 2022. Hilir mudik kendaraan roda dua dan empat, terus berdatangan silih berganti. Mereka datang tentu saja dengan membawa bantuan logistik, donasi dari para dermawan dan juga secercah harapan, semoga getaran dari gesekan kulit dan lempeng bumi ini, segera berakhir. Hingga bumi santri Cianjur, kembali seperti semula dan aman. (RDW)

Pos terkait