Hilangnya Berbagai Macam Hak Cuti

Jakarta, KPonline – Hilangnya berbagai macam hak cuti, karena RUU Cipta Kerja merevisi Pasal 93 UU No 13 Tahun 2003 yang semula berbunyi:

(1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.

Bacaan Lainnya

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila :

a. Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

b. Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

c. Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, menghitan-kan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

d. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;

e. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

f. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;

g. Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;

h. Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan

i. Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

(3) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai berikut :

a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;

b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;

c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan

d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusanhubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

(4) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut :

a. pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
b. menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
d. membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
e. isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
f. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; dan
g. anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.

(5) Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal di atas akan diubah, sehingga menjadi:

(1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/ buruh tidak melakukan pekerjaan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah apabila:

a. pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena berhalangan;

b. pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya dan telah mendapatkan persetujuan pengusaha;

c. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya karena kesalahan pengusaha sendiri atau halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; atau

d. pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena menjalankan hak waktu istirahat atau cutinya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pos terkait