Purwakarta, KPonline – Dalam setiap getar genderang perlawanan kaum kelas pekerja/ buruh, dalam setiap gema orasi di tengah terik mentari dan temaram hujan demonstrasi, nama “Garda Metal” selalu hadir.
Garda Metal bukan sekadar barisan pengamanan aksi. Ia adalah simbol militansi. Adalah wajah tegas perjuangan kelas pekerja. Dan dari waktu ke waktu, jejak digitalnya semakin terang benderang, merekam rekam jejak keberanian, disiplin, dan pengabdian terhadap keadilan sosial.
Garda Metal merupakan salah satu sayap organisasi dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Dibentuk sejak 27 April 2008, pasukan ini hadir untuk memastikan aksi-aksi buruh FSPMI berjalan tertib, aman, dan bermartabat. Perannya pun kini terus berkembang, dimana dalam waktu dekat kedepan, Garda Metal akan bertugas melakukan pengawalan di acara Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara yang Ke-79 di Kawasan Monumen Nasional (Monas) Jakarta.
Dengan seragam Merah-Hitam yang identik, pasukan ini tampil dengan barisan rapih, langkah tegap, dan komando yang jelas. Mereka tidak hanya menjaga peserta aksi, tetapi juga menciptakan standard baru dalam pengelolaan aksi pengawalan bersama Polri dalam HUT Bhayangkara nanti.
Dalam wawancara beberapa tahun lalu, Riden Hatam Aziz, Presiden FSPMI, menyebut bahwa Garda Metal bukan hanya “pengawal aksi”, tetapi juga “penggerak moral perjuangan buruh.”
“Tanpa Garda Metal, aksi tidak akan bisa berjalan seefektif dan seaman sekarang. Mereka ibarat tulang punggung lapangan, yang menegakkan disiplin dan ketertiban dalam demonstrasi,” ujarnya.
Kemudian, Salah satu jejak digital paling kuat Garda Metal dapat ditelusuri pada masa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja tahun 2020–2021. Dalam berbagai dokumentasi media nasional dan independen, Garda Metal tampil sebagai pengatur barisan, pelantang komando, hingga pelindung massa dari potensi benturan.
Bahkan, Video dari LABOUR Institute Indonesia, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan kanal sosial resmi FSPMI menjadi saksi bisu keteguhan Garda Metal menjaga ribuan buruh dalam long march dari kawasan industri ke Gedung DPR RI.
Dalam catatan media, Garda Metal juga terlibat dalam berbagai aksi besar sebelumnya, antara lain:
• Aksi Mogok Nasional 2012 dan 2013: Garda Metal mengawal puluhan ribu buruh dari kawasan industri Cikarang, Karawang, Bekasi, dan Purwakarta yang menuntut kenaikan upah minimum.
• Aksi 1 Mei (May Day) tahunan: Garda Metal menjadi bagian penting dari orkestra massa buruh di Stadion Gelora Bung Karno, Monas, hingga Istana Negara.
• Aksi Kawal Sidang Mahkamah Konstitusi 2023–2024 terkait gugatan UU Cipta Kerja: Garda Metal membentuk lingkar pelindung untuk pengurus serikat saat melakukan orasi di sekitar Gedung MK.
Jejak digital ini sekaligus menjawab stigma negatif yang sering dilekatkan kepada buruh bahwa buruh bukan sekadar “pemarah jalanan,” tetapi juga warga negara sadar hukum yang punya strategi, visi, dan pengorganisasian rapi.
Dalam suatu kesempatan, Supriyadi Piyong sebagai Panglima Koordinator Nasional (Pangkornas) Garda Metal FSPMI menyebut bahwa Garda Metal adalah wajah militan yang menjaga marwah organisasi. Tanpa mereka, aksi buruh akan rawan dicap liar atau bahkan ditunggangi kepentingan lain.
“Garda Metal bukan hanya pelindung fisik, tapi pelindung nilai. Mereka menjaga agar tujuan aksi tidak bergeser dari perjuangan kesejahteraan. Dan mereka konsisten sejak lama,” ungkap Supriyadi.
Singkatnya, di tengah dunia kerja yang semakin individualistik, Garda Metal hadir sebagai pengingat bahwa solidaritas masih hidup. Bahwa perjuangan kolektif tak boleh padam. Bahwa keberanian masih berani melawan sistem yang menindas.
Jejak digital Garda Metal hari ini dan kemarin adalah warisan bagi generasi Garda Metal berikutnya. Dan sebuah narasi terungkap bahwa perubahan tidak datang dengan diam, tapi dengan langkah-langkah pasti dari orang-orang yang berani berdiri di garis depan.
“Selama ketidakadilan masih ada, Garda Metal akan terus melangkah, akan terus menggemakan suara buruh. Baik di jalanan, maupun di linimasa”