FSPMI Serahkan 16 Bukti Gugatan SK UMK Gubernur Jawa Barat Tahun 2022

Bandung, KPOnline – Hari ini perwakilan buruh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dari Bandung Raya dan Cianjur, mengawal sidang gugatan Surat Keputusan (SK) Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Gubernur Provinsi Jawa Barat tahun 2022, pada Hari Kamis. (14/4).

Kuasa Hukum FSPMI menyatakan bahwa hari ini sidang yang ke 5, yaitu timnya menyerahkan bukti-bukti gugatan tertulis kepada tergugat.

Apa yang digugat buruh FSPMI ? yaitu
SK Upah Minimum Kabupaten/Kota Provinsi Gubernur Jawa Barat NO.561-Kep.874-Kesra/2022 tentang kenaikan upah bagi pekerja/buruh dengan masa kerja lebih dari 1 Tahun pada Perusahaan di Jawa Barat. Di mana, pekerja/buruh dengan masa kerja di atas 1 Tahun upahnya naik sebesar 3, 27 hingga 5 persen dari ketetapan UMK 2022.

Hadir dalam agenda sidang tersebut beberapa orang tim kuasa hukum yang dipimpin langsung oleh Rengga Pria Hutama, sementara perwakilan perangkat DPW FSPMI Jawa Barat dihadiri oleh Dede Rahmat selaku sekretaris, ketua KC FSPMI Bandung Raya Biddin Supriyono, sekretaris KC FSPMI Cianjur Dodih serta perwakilan dari perangkat KC, PC dan PUK FSPMI Bandung Raya dan Kabupaten Cianjur.

Rengga Pria Hutama menyampaikan, bahwa saat ini dia sedang menempuh jalur hukum, bukanlah perkara menang atau kalah, akan tetapi bagaimana caranya memaksimalkan upaya atau ikhtiar dan alhamdulilah tahapan demi tahapan serta proses persidangan dapat digelar oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung ini. Rengga berharap ada keberpihakan majelis hakim dalam memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya.

“Pada sidang kali ini kita telah menyerahkan bukti-bukti sebanyak 16 bukti, kemudian pada hari ini sengaja kita belum melibatkan masa yang banyak, akan tetapi ketika nanti telah memasuki sidang-sidang selanjutnya apalagi menjelang sidang putusan, maka kita akan melibatkan masa aksi yang lebih banyak lagi,”tegasnya.

Said Iqbal sebagai ketua Majelis Nasional Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (MN-FSPMI) menjelaskan, bahwa SK yang di keluarkan Gubernur Jawa Barat bukan solusi yang tepat, melainkan melanggar hukum terhadap penetapan upah di Indonesia. Dimana, wewenang penetapan UMK bagi pekerja yang masa kerja di atas 1 tahun diatur berdasarkan perundingan antara Serikat Pekerja di tingkat perusahaan dengan manajemen perusahaan. Walaupun FSPMI menolak Omnibuslaw, sebab dalam Omnibuslaw *itu* jelas, Upah minimun itu bermasa kerja di bawah 1 Tahun, bagi pekerja yang di atas 1 tahun itu bukan lagi kewenangan pemerintah.

SK tersebut dinilai Iqbal sangat merugikan buruh. Kerugian pertama, saat di keluarkannya SK UMK dan UMP Jawa Barat tahun 2022 yang naiknya sesuai PP nomor 36 rata-rata 1, 09 persen itu merugikan buruh.
Pimpinan MN, “buruh FSPMI akan terus mengawal di setiap persidangan dengan mengerahkan masa yang lebih banyak lagi, sampai dengan sidang terakhir,” kata Iqbal.

Penulis : Dian Rusdiana